TPA Kebon Kongok Ditutup, Lobar Ancam Kirim Sampah ke Kantor Gubernur

TPA KEBON KONGOK: Kondisi terkini Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, yang sudah over capacity dan akan ditutup Pemprov NTB pada bulan Juni 2024 mendatang.(RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat (Lobar) mengancam akan menutup jalan menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, bahkan akan mengirimkan sampah-sampah ke Kantor Gubernur NTB, menyusul rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB yang hendak menutup TPA Kebon Kongok, dalam waktu dekat ini (Juni).

“Kalau hanya mengancam begitu (menutup TPA Kebon Kongok, red), saya juga bisa mengancam. Saya tutup jalan Lombok Barat, taruh sampah di Kantor Gubernur. Itu kalau kita membuat warning (peringatan),” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Lobar, Lalu Winengan, Jumat kemarin (19/1).

Disampaikan Winengan, pihaknya sudah menangani sampah di TPA Regional sejak tahun 2004. Selama hampir 20 tahun itu, Pemprov NTB selalu mengancam akan menutup TPA Kebon Kongok tanpa memberikan solusi yang tepat. Misalnya dengan menyiapkan anggaran khusus pengelolaan sampah di TPA Kebon Kongok.

“Provinsi seperti ini, buat surat ancaman tapi dia tidak buat solusi. Seharusnya provinsi ketika buat surat ancaman, dia menyiapkan anggaran untuk lahan baru TPA,” kritiknya.
Pemprov lanjutnya, jangan hanya mengancam Pemerintah Kabupaten/Kota dengan surat peringatan, tanpa memberikan solusi terhadap penanganan TPA Regional Kebon Kongok. “Ini hanya warning tapi tak ada solusi. Kalau bulan Juni ditutup, terus sampah ditaruh dimana? Apakah di pinggir jalan, kantor gubernur. Saya bisa saja perintahkan tutup jalan,” ancam Winengan.

Baca Juga :  Sukiman Maju Pilkada NTB Melalui Jalur Independen

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lobar, Hermansyah mengatakan Pemkab Lobar sudah menyepakati bahwa ke depannya akan dilakukan pengembangan-pengembangan terkait TPA Regional Kebon Kongok, dengan menerapkan teknologi yang berbeda. “Kami sepakat seperti itu. Ke depannya nanti kita tindaklanjuti bersama-sama,” ujarnya.

Mestinya dalam menyiapkan langkah-langkah penanganan sampah ke depannya harus duduk bareng dengan semua pihak. Karena menurut Hermansyah, pengelolan sampah di TPA Regional Kebon Kongok adalah lintas Kabupaten/Kota dan Provinsi.

Disampaikan, semua tuntutan warga sekitar TPA Kebon Kongok dipastikan akan terpenuhi. Seperti pemberian kompensasi terhadap masyarakat yang merasakan dampak negatif keberadaar TPA Kebon Kongok.
“Kemarin tiga desa, sekarang delapan desa. Mudah-mudahan ke depannya kita bisa mengakomodir desa-desa yang belum masuk ke dalam kajian yang dilakukan provinsi.

Delapan desa ini bentuk kajian yang dilakukan provinsi, terkait desa terdampak baik langsung dan tidak langsung dengan keberadaan TPA Regional Kebon Kongok,” jelasnya.
Sementara Kepala UPTD TPA Sampah Regional NTB, Radyus Ramli mengatakan pihaknya sudah mengajukan justifikasi teknis ke World Bank, supaya bisa meningkatkan kapasitas pengolahan sampah TPST. Saat ini kapasitas pengolahan sampah yang bisa bisa diolah di TPST sebanyak 30 ton per harinya. “Kami sekarang juga sedang berproses ke World Bank untuk meningkatkan kapasitas pengolahan TPST,” timpalnya.

Baca Juga :  Husnul Fauzi Mengaku tak Pernah Terima Fee

Radyus menerangkan, dengan adanya tambahan kapasitas TPST maka pengelolaan sampah bisa mencapai 62 ton per hari. “Kalau pakai sistem shift (giliran kerja) bisa 120 ton. Mudah-mudahan bisa mendapatkan respons baik dari Kementerian PUPR,” harapnya.

Diakui Radyus, pihaknya sudah melakukan komunikasi intens dengan PUPR, dalam hal ini BPPW, supaya bisa mendapatkan support untuk peningkatan kapasitas TPST Kebon Kongok. Diharapkan ke depannya ada penyesuaian teknologi di PLTU Jeranjang, agar jenis biomassa yang mereka terima bisa lebih fleksibel dan tidak hanya SRF tapi juga RDF. Misalnya pada musim kemarau, jumlah sampah yang diterima sekitar 320 ton per hari. Tetapi ketika musim hujan bisa mencapai 340 – 400 ton.

“Bedanya kalau SRF dia lebih homogen, khusus daun dan ranting. Hanya 5 persen sampah anorganik. Tetapi kalau RDF, dia bisa semua tercampur kecuali limbah B3, besi, kaca, dan bahan bangunan. Jadi bisa lebih fleksibel. Itu juga akan kita komunikasikan dengan PLTU Jeranjang,” pungkasnya. (rat)

Komentar Anda