Syeikh Zainuddin dan Simbol Optimisme Sasak

Oleh : Rasinah Abdul Igit

TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid (1898-1997), ulama besar asal Pulau Lombok ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November beberapa tahun lalu. Syeikh Zainuddin mendapat anugerah pahlawan bersamaan dengan tokoh-tokoh lainnya. Salah satunya adalah pendiri organisasi mahasiswa tertua, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Lafran Pane.

Sebagai seorang murid, ada atau tidak ada gelar pahlawan, Syeikh Zainuddin adalah pahlawan sejak lama. Dia adalah ulama besar alumni Madrasah As-Saulatiyah Mekah. Dengan istiqomah sejak pulang dari Mekah, ia menjadi pendidik. Ia mendirikan Madrasah NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) dan NBDI (Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah) yang menjadi induk dari ribuan madrasah baik yang tersebar di NTB maupun di provinsi-provinsi lain di Indonesia hingga kini. Dia adalah pendiri organisasi besar bernama Nahdlatul Wathan (NW) yang bergerak di bidang pendidikan, sosial dan dakwah Islamiyah yang eksis hingga kini.

Biografi tentang ulama kelahiran Bermi Pancor Kabupaten Lombok Timur 5 Agustus 1898 ini sudah banyak. Lewat tulisan ini saya hanya ingin memaparkan arti gelar pahlawan secara admnistratif yang diberikan oleh negara lewat Keputusan Presiden (Keppres) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo bagi warga NTB, secara khusus bagi warga Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok yang indah alamnya ini. Inilah pertama kalinya orang Sasak punya pahlawan.

Syeikh Zainuddin diberikan gelar pahlawan lebih pada perjuangannya yang gigih mencerahkan dan mencerdaskan kaumnya, Sasak, lewat pendidikan dan dakwah Islamiyah melalui majelis-majelis pengajian. Meski harus dicatat, keluarga Syeikh Zainuddin adalah pejuang kemerdekaan. Terbukti dengan wafatnya salah satu anggota keluarganya saat melawan penjajah dan kini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Selong Lombok Timur.

Masyarakat Sasak telah lama diasosiasikan sebagai masyarakat terbelakang dalam banyak hal. Penyematan ini tidak berdiri sendiri. Ia melibatkan jejak sejarah yang panjang. Di beberapa literatur (salah satunya buku karya sejarawan Belanda, Alfons van der Kraan), tersaji betapa sejarah Sasak adalah sejarah penjajahan.
Sekian tahun Lombok menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Karangasem Bali. Orang Bali datang ke Lombok sekitar abad ke-17 setelah berhasil mengalahkan orang-orang Sulawesi yang duluan datang. Tercatat ada beberapa kali perlawanan orang Sasak namun berhasil dipatahkan. Dua yang paling sengit adalah perlawanan tahun 1855 dan 1871 (Lesley Reader & Lucy Ridout, Bali and Lombok 2002 ;494).

Baca Juga :  Pertamina Mandalika International Street Circuit

Apa setelah Bali, lalu selesai penjajahan? Bangsa Sasak jatuh ke kekuasaan Belanda tahun 1894 lewat berbagai intrik dan kondisi rumit yang juga melibatkan banyak oknum tokoh Sasak waktu itu. Lama menjadi bangsa terjajah membuat orang Sasak punya problem yang akut. Kekelaman masa lalu sangat berpengaruh terhadap corak pikiran dan tindakan generasi Sasak selanjutnya. Pada posisi inilah peran penting Syeikh Zainuddin terlihat nyata. Ia percaya bahwa pendidikan yang baiklah yang akan mengubah masyarakat dari yang terbelakang menjadi berperadaban. Ia percaya hanya dengan pendidikan yang baiklah orang Sasak Lombok akan dapat mengatasi problem masa lalunya, menemukan potensi-potensi terpendam mereka, lalu mengoptimalkannya menjadi hal yang patut dibanggakan kelak. Meski selalu dalam cengkeraman penjajah, orang Sasak Lombok tidak boleh tumbuh menjadi generasi minder, kuper, dan model-model buruk lainnya.

Orang Sasak dengan semangat kolektif harus bergerak maju, sejajar dengan suku bangsa lainnya. Syeikh Zainuddin membakar semangat bangsa Sasak untuk maju lewat lagu berbahasa Arab ciptaannya yang terkenal : Hayya Ghanu Nasyidana (Ayo kita bersenandung). Saat hayat, lagu ini beliau sering nyanyikan setelah pengajian atau setelah memberikan pelajaran kepada murid-murid beliau di Ma’had Darul Qur’an Wal Hadist Al-Majidiyah Asyafi’iyah. Di lagu ini Syeikh Zainuddin menyeru Hayya Ghanu Nasyidana ya fata Sasak bi Indonesia. Balligil Ayyama wallayaaliya ( pemuda Sasak harus ambil posisi sebagai penggerak agama dan bangsa). Tidak kenal lelah dan menyerah. Nahnu ikhanussofa (Kita adalah kelompok cerdik pandai yang harus punya visi jauh ke depan). Begitu seterusnya sampai akhir bait lagu. Syeikh Zainuddin, lebih-lebih setelah ia mendapat gelar pahlawan, kini dan seterusnya menjadi simbol optimisme Sasak untuk Indonesia.

Baca Juga :  Pembelajaran STEM Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Cinta Budaya dan Karakter Peduli Sosial

Sepulang dari Tanah Suci Mekah, Syeikh Zainuddin mendirikan pondok pesantren Al-Mujahidin pada tahun 1934. Pada tahun 1937, didirikanlah Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) khusus untuk laki-laki. Dan tidak berselang lama didirikan lagi Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) untuk perempuan. Dua madrasah inilah yang menjadi induk dari ribuan madrasah NW yang ada di setiap gang dan pojok kampung di Lombok, di NTB, hingga menyebar ke daerah-daerah lain di Indonesia.

Selanjutnya, karena ini adalah momen bulan Pahlawan, saya ingin mengkontekstualisasikan semangat Syeikh Zainuddin mendirikan organisasi bernama Nahdlatul Wathan (NW) di masa-masa kebangsaan dan nasionalisme tengah mendapat ujian saat ini. Nahdlatul Wathan adalah dua kata yang berarti kebangkitan tanah air. Tujuan utama NW didirikan adalah untuk mengkoordinir banyaknya madrasah yang dirintis oleh Syeikh Zainuddin. Dari nama yang dipilih, terlihat Syeikh Zainuddin adalah seorang nasionalis. Sebagai seorang ulama yang menguasai ilmu agama, nasionalisme Syeikh Zainuddin adalah nasionalisme yang khas yang saripatinya berasal dari agama. Ini sama dengan saripati nasionalisme yang muncul pada pendiri Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dua Ormas yang lebih dulu ada. Tanpa semangat nasionalisme yang menyala-nyala, Syeikh Zainuddin tidak akan tergerak mendirikan lembaga pendidikan untuk anak-anak bangsa yang terbelakang waktu itu. Tanpa rasa cinta terhadap tanah airnya, Syeikh Zainuddin tidak akan mau mengemban sejumlah jabatan penting kenegaraan, semisal menjadi anggota konstituante hasil Pemilu 1955. Ia menjadi anggota Masyumi, yang lewat partai ini yang ikut menyemai benih nasionalisme dan patriotisme yang khas itu.

Sebelum meraih gelar pahlawan di masa Presiden Joko Widodo, pada tahun 1995 Syeikh Zainuddin dianugerahi penghargaan dan medali pejuang pembangunan oleh pemerintah selaku mujahid yang selalu berupaya mengadakan inovasi dan gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari gambaran ini jelaslah bagi kita murid-muridnya untuk mengikuti jejak menjadi bagian dari penyemai benih nasionalisme, persatuan untuk Indonesia jaya.(Git)

Komentar Anda