SUTARTO, MANTAN PENJUAL JAJAN KELILING RAIH GELAR PROFESOR TERMUDA NTB

Profesor Sutarto dan istri, Dr. Intan Dwi Hastuti, M.Pd (IST/RADAR LOMBOK)

Kesuksesan bukan milik orang-orang yang mempunyai duit melimpah atau orang kaya saja. Buktinya, Sutarto yang hanya seorang penjual jajan keliling, ternyata berhasil menyandang gelar profesor termuda di NTB. Bagaimana kisah perjalanannya hingga berhasil meraih gelar profesor tersebut ?

ABDI ZAELANI – MATARAM

BERBAGAI lika-liku kehidupan telah dilalui Sutarto. Kisah perjuangan meraih impian anak bungsu dari lima bersaudara ini mungkin dapat ditiru oleh semua orang untuk dapat mengejar dan mewujudkan cita-citanya, meski dalam kondisi sesulit apapun.
Lahir dari pasangan Siti Ramlah dan Zainuddin ADT (almarhum), sejak kecil Sutarto harus meretas jalan terjal dan berliku dalam menggapai cita-citanya di dunia pendidikan. Dan saat ini, Sutarto telah menyandang gelar profesor di bidang Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Mandalika (UNDIKMA).

Sebelum menjadi seorang profesor, sejak usia muda Sutarto menjalani hidup yang penuh perjuangan. Sejak kelas 3 SD, usia 10 tahun, untuk membantu ekonomi keluarga, dia tak malu menjadi penjual jajan keliling Roti Goreng, Pangaha Ringa, Kue Lapis, dan lainnya.

Dikisahkan, dia menjual jajan keliling setelah sholat subuh, dan sebelum berangkat sekolah ke SDN 6 Dompu. Uang hasil penjualan jajan itu untuk membeli kebutuhan sekolah. “Saya menjadi penjual jajan keliling sejak duduk di bangku kelas 5 SD. Tak berhenti di situ, usai pulang sekolah saya juga menjadi tukang amplas,” tutur Sutarto.

Tahun 1997, bertepatan dengan dia naik kelas 1 SMPN 1 Dompu, Ayahanda (Muma) tercinta meninggal, tepatnya tanggal 29 Juli 1997. “Pada saat itulah kami semua sangat merasa kehilangan seoarang ayah yang sangat luarbiasa, seorang guru SD Padamara Kempo, sekaligus menjadi kepala sekolah. Sejak saat itulah saya mempunyai cita-cita menjadi guru, untuk menggantikan sosok Muma (ayah), dan sejak saat itu pula mimpi untuk tetap melanjutkan sekolah,” kenangnya.
Sejak Muma meninggal, ia dan saudaranya harus terus berjuang untuk tetap melanjutkan sekolah, dan membantu ekonomi keluarga. Setelah pulang Sekolah SMPN 1 Dompu, dia bekerja sebagai tukang kayu di meuble Dompu Indah Wood milik keluarga.
Ada cerita yang tidak bisa terlupakan setiap jadwal gajian sebagai tukang kayu. Setiap gajian, ibunda tercinta yang duluan mengambil gaji, dan saat ditanya ke ibu, minta gajinya, ibu selalu menjawab, sudah dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. “Namun ibu selalu ada, ketika saya meminta untuk kebutuhan sekolah,” ujarnya.
Menjadi tukang kayu dia lakoni sampai umur 17 tahun, atau saat kelas 2 SMUN 1 Dompu. “Kelas 3 SMA, saya fokus untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir berbasis computer. Dan alhamdulillah, hasil ujian masuk urutas 10 besar se Kabupaten Dompu,” terang Sutarto.

Baca Juga :  TRADISI “ROWAH 1001 TEBOLAQ BEAQ” SAMBUT BULAN SUCI RAMADAN

Setelah lulus SMUN 1 Dompu, Sutarto berniat melanjutkan kuliah ke Kota Mataram, Ibu Kota Provinsi NTB. “Namun ada cerita luar biasa yang terjadi. Ternyata keluarga besar Dorongao Kelurahan Kandai Satu Dompu, tidak mengizinkan saya untuk melanjutkan kuliah tahun 2003. Baru tahun 2004 diizinkan, dengan alasan ekonomi orang tua. Jujur saya katakan, keputusan tersebut membuat saya sedih dan putus asa,” ujarnya.

Keesokan harinya, Sutarto bertanya kepada ibunya, apakah ada jaminan tahun depan dia bisa dikuliahkan, atau ibu punya uang untuk membiayai kuliahnya. “Kalau tidak ada jaminan, saya mohon untuk dikuliahkan tahun ini saja. Dan saya janji tidak akan menyusahkan ibu, dan saya akan berusaha mencari beasiswa untuk menyelesaikan kuliah. Selanjutya, alhamdulillah Ibu dan keluaraga menyetujui untuk melanjutkan kuliah di Kota Mataram,” tutur Sutarto.
Lulus dari SMUN 1 Dompu tahun 2003, Sutarto akhirnya melanjutkan pendidikan ke IKIP Mataram, yang sekarang berubah nama menjadi Universitas Pendidikan Mandalika (UNDIKMA), dan mengambil Prodi Pendidikan Matematika.
“Saat lulus tes, saya ingat harus membayar uang daftar ulang sebesar Rp 700.000. Sampai batas pembayaran, ibu belum bisa mengirimkan uangnya, meski telah berusaha meminjam ke keluarga,” ujar Sutarto.

Karena belum bisa membayar, keesokan harinya saya menghadap Wakil Rektor I, sekaligus Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru. Pada saat bertemu, dia memohon diberikan tambahan waktu untuk membayar uang daftar ulang tersebut.

“Alhamdulillah Wakil Rektor I memberikan tambah waktu 1 minggu. Dan alhamdulillah, ibu bisa mengirimkan uang Rp 750.000, dengan rincian Rp 700.000 untuk daftar ulang, dan Rp 50.000 untuk kebutuhan Ospek. Sejak saat itu saya sangat semangat untuk kuliah, dan berusaha untuk mencari sumber-sumber lain untuk memenuhi kebutuhan kuliah. Alhamdulillah, banyak beasiswa yang saya dapatkan dari berbagai sumber,” jelas Sutarto.
Kuliah di IKIP Mataram, Sutarto menyelesaikan pendidikan dalam waktu 3,5 tahun, dan mendapat gelar Cumlaude di fakultas Pendidikan Matematika dan IPA (FPMIPA) IKIP Mataram.

Baca Juga :  RAHASIA UMUR PANJANG NENEK 113 TAHUN DI PSLU MANDALIKA MATARAM

Prestasi Sutarto itu membuat Dekan FPMIPA saat itu memintanya melamar menjadi Dosen di program studi Pendidikan Matematika. Satu tahun mengajar, Sutarto berniat melanjutkan S2. “Namun keluarga tidak ada satupun yang setuju untuk saya melanjutkan kuliah, dengan alasan ekonomi orang tua. Mereka berharap saya bekerja dulu,” ujar Sutarto.

Namun karena keteguhan hati dan keyakinan bahwa Allah akan membantu, Sutarto tetap berangkat tes S2 ke UNY (Universitas Negeri Yogyakarta), dan dinyatakan lulus, serta harus membayar biaya pendaftaran ulang sebesar Rp 4.500.000. “Dan berkat bantuan Almarhum Ketua Yayasan Bapak Lalu Ratmaji, saya diberikan uang untuk biaya daftar ulang,” jelasnya.

Pada tahun 2009, Sutarto melanjutkan studi S-2 ke UNY, mengambil program studi Pendidikan Matematika, dengan mendapatkan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Kementerian Pendidikan. “Alhamdulillah lulusan terbaik di angkatan wisuda tahun 2011,” tuturnya.

Pada tahun 2013, Sutarto melanjutkan studi ke S-3 Universitas Negeri Malang, mengambil program studi Pendidikan Matematika, dengan mendapatkan beasiswa Pendidikan Dalam Negeri (BPPDN) dari Kementerian Pendidikan.
“Alhamdulillah di tahun 2015 menemukan jodoh, dan menikah dengan teman kelas, Dr. Intan Dwi Hastuti, M.Pd, dari Ponorogo, Jawa Timur. S3 Kami tempuh kurang dari 3 tahun, dengan predikat sama sama cumlaude. Di angkatan Prodi S3 Pendidikan Matematika, alhamdulillah kami wisuda hanya berdua di tahun 2016,” kenang Sutarto.
Selama menjadi Dosen, Sutarto pernah menduduki jabatan Sekretaris jurusan tahun 2013, Ketua LP3M Undikma Sejak 2017-Sekarang.

Lebih dari 15 tahun menjalani karier sebagai dosen, pada tanggal 30 Mei 2023, lewat Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 27217/M/07/2023, Sutarto ditetapkan menjadi Guru Besar/Profesor dalam bidang Ilmu Pendidikan Matematika.

Sutarto adalah Profesor Pertama di Universitas Pendidikan Mandalika, Profesor Pertama dari Dosen tetap Yayasan di NTB, dan Profesor termuda di NTB pada usia 37 tahun. “Tanggal 24 Juni 2021, Ketua LLDIKTI Wilayah 8 menyerahkan secara langsung SK GB di acara Musyawarah Wilayah ABPTSI NTB. Gelar Profesor ini menjadi bukti, bahwa si penjual jajan keliling dari Dompu ini mampu meraih cita-citanya, meski harus menjalani jalan berliku dan tidak mudah,” pungkas Sutarto. (**)

Komentar Anda