Rachmat Hidayat Ingatkan Pj Gubernur Benahi Birokrasi dan Keuangan Daerah

H Rachmat Hidayat

MATARAM—Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, H Rachmat Hidayat mengingatkan Penjabat (Pj) Gubernur NTB, HL Gita Ariadi, yang kini sudah didampingi Pj Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, untuk tancap gas dan segera membenahi tata kelola birokrasi dan tata kelola keuangan daerah.

Menurutnya, kepemimpinan efektif Pj Gubernur NTB yang hanya 18 bulan bukanlah waktu yang panjang, sehingga tak ada waktu buat berleha-leha. “Delapan belas bulan itu waktu yang sangat pendek. Apalagi dengan adanya sejumlah persoalan krusial peninggalan masa kepemimpinan sebelumnya, maka (kalau tak segera diselasaikan) itu akan jadi persoalan mendasar yang cukup mengganggu,” kata Rachmat, Rabu (4/9).

Disampaikan Rachmat, sejumlah isu krusial sudah menunggu Pj Gubernur di depan mata, antara lain kondisi birokrasi yang sedang tidak baik-baik saja, dan belanja anggaran pembangunan dalam APBD NTB yang jauh dari kata tertib. Termasuk juga penyelenggaraan kontestasi politik, Pemilu dan Pilkada, hingga perhelatan program pembangunan nasional di NTB. Termasuk persoalan mendasar bagi NTB, yakni isu kemiskinan.

Ditegaskan Rachmat, birokrasi dalam skema pemerintahan daerah adalah entitas pelayanan paling utama. Karena hampir semua bentuk pelayanan publik ada di daerah, sehingga dibutuhkan birokrasi yang sehat secara struktur, dan kuat dalam kinerja.

Politisi lintas zaman ini lantas mengungkapkan bagaimana dalam masa kepemimpinan Gubernur NTB sebelumnya, H Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Hj Sitti Rohmi Djalilah, dalam lima tahun terakhir, birokrasi terjebak dalam praktik tata kelola yang buruk. “Bayangkan, masa lima tahun kepemimpinan Zul-Rohmi, proses mutasi dilaksanakan sedikitnya 40 kali. Artinya, ada delapan hingga sembilan kali mutasi setiap tahun,” ungkapnya.

Secara struktur, Ketua DPD PDIP NTB ini melanjutkan rentetan mutasi yang terjadi pada era Zul-Rohmi tersebut, telah menyebabkan kultur dan psikologi birokrasi menjadi tidak baik. Alih-alih meningkatkan kinerja, mutasi yang sering seperti itu malah sangat mengganggu kinerja birokrasi.

“Bandingkan dengan kepemimpinan Gubernur NTB sebelumnya yakni TGB (HM Zainul Majdi). Mutasi dalam 10 tahun kepemimpinan TGB hanya 37 kali, yakni 20 kali dalam periode pertama, dan hanya 17 kali dalam periode ke dua,” beber Rachmat.

Baca Juga :  Masyarakat NTB Ucapkan Terima Kasih ke Presiden Jokowi

Akibatnya, di era pemerintahan Zul-Rohmi, kinerja birokrasi pun dinilainya tidak efektif. Cara paling mudah untuk melihat bagaimana tidak efektifnya birokrasi di era Zul-Rohmi, adalah dalam kemampuan birokrasi Pemprov NTB mengatasi kemiskinan.

Rachmat memberi contoh, saat periode pertama kepemimpinan TGB tahun 2008, angka kemiskinan bertengger pada angka 23,81 persen. Angka ini mampu ditekan saat TGB mengakhiri masa kepemimpinannya tahun 2018 pada angka 14,63 persen atau turun 9,18 persen. Sehingga kalau dirata-ratakan, kemiskinan NTB di era TGB turun 0,918 persen setiap tahun, atau turun 4,59 persen setiap lima tahun.

“Bandingkan dengan kinerja birokrasi Zul-Rohmi yang saat mengakhiri masa jabatannya, angka kemiskinan NTB 13,85 persen dari angka kemiskinan saat pertama menjabat yakni 14,63 persen. Artinya rata-rata pertahun hanya mampu turun 0,156 persen,” tegas Rachmat.

Contoh lain tidak efektifnya kinerja birokrasi di era kepemimpinan Zul-Rohmi juga diungkapkan mantan Wakil Ketua DPRD NTB dua periode ini, yang terlihat dari kemampuan birokrasi dalam menyelesaikan proyek.

Rachmat membeberkan data E-Monev Provinsi NTB, dimana dari 82 proyek strategis tahun 2023, sampai menjelang akhir tahun ini atau memasuki Triwulan IV anggaran pada Oktober ini, masih tersisa 41 proyek yang belum dikerjakan. Kemudian dari angka 41 proyek itu, 30 proyek belum mengajukan tender, dan 11 baru selesai tender. “Tentu hal ini akan mengancam serapan belanja anggaran dan capaian sasaran pembangunan,” tandas Anggota Komisi VIII DPR RI ini.

Lantas, bagaimana dengan pengelolaan anggaran daerah? Rachmat mengungkapkan, tahun 2022 memang pendapatan daerah menembus angka Rp 2,28 triliun. Tetapi angka tersebut, masih didominasi pendapatan transfer yang mencapai 56,28 persen, dan PAD hanya 43,11%. Hal ini belum termasuk karut marut belanja APBD NTB, seperti soal utang Pemprov NTB ke rekanan yang per Mei 2023 masih tercatat sekitar Rp 223 miliar yang tersebar di 10 OPD.

“Bagaimana dengan isu transparansi dan anti korupsi? Sami mawon itu. Kepala Dinas ESDM dan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, harus masuk penjara. Ini belum termasuk kalau kita bicara pola penetapan pejabat yang lebih banyak beraroma kepentingan poitik dan isu nepotisme,” ucap Rachmat.

Baca Juga :  Jelang Tutup Tahun, Rachmat Hidayat Bagikan BLT El Nino untuk 200 KK di Loteng

Dengan potret yang sama sekali tidak membanggakan tersebut, ada perkerjaan rumah yang sangat besar di tangan Pj Gubernur NTB yang harus diselesaikan dalam konteks perbaikan birokrasi. Karena itu, duet Pj Gubernur NTB dan Pj Sekretaris Daerah NTB, H Fathurrahman yang kini sedang menunggu hari pelantikan, harus dilakukan secara serius dan penuh kerja keras. “Psikologi birokrasi yang telah rusak harus diperbaiki. Pola penentuan pejabat harus berbasis pada merit system, berbasis pada kapasitas dan kapabilitas ASN yang ada,” tandasnya.

Rachmat juga menekankan bagaimana komposisi birokrasi haruslah berupa “birokrasi pelangi”, yakni dari berbagai suku yang ada di NTB. Tidak peduli apa sukunya, jika ASN tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas, maka harus diberikan kesempatan. “Prinsip-prinsip cleant goverment and good governance dengan basis merit system harus mutlak menjadi acuan penataan birokrasi,” tekannya.

Rachmat juga menegaskan bahwa Pj Gubernur bukanlah jabatan bebas nilai, sehingga setiap saat dievaluasi. Hal ini sesuai ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 yang menegaskan setiap tiga bulan kinerja Pj Gubernur akan dievaluasi. “Karena itu saya mengingatkan Pj Gubernur tidak main-main dalam menjalankan tugasnya. Pj Gubenur harus menjauhkan kepentingan politik dan pribadi dalam menjalankan tugasnya,” tandasnya.

Isu ekonomi misalnya, Rachmat menjelaskan bagaimana inflasi yang cukup tinggi kini terjadi, harus mampu juga dikendalikan Pj Gubernur. Termasuk menjalankan tugas dan kewenangan mengawal Pemilu dan Pilkada di NTB, harus membangun koordinasi dengan Kemendagri, dengan Pj Sekda, dan semua Organisasi Perangkat Daerah serta masyarakat. Sebab, jika dianggap tidak mampu, bisa saja Pj Gubernur dicopot di tengah jalan.

“PDIP akan memberikan dukungan, tapi juga tidak akan pernah lupa dengan pengawasan yang kritis, konstruktif, dan objektif terhadap Pj Gubenur NTB, demi pembangunan daerah,” pungkas Rachmat. (rl)

Komentar Anda