Proyek Taman Rinjani Selong Gagal, Dewan Salahkan ULP

Proyek Taman Rinjani Selong
PROYEK GAGAL: Proyek penataan Taman Rinjani Selong dipastikan gagal dikerjakan tahun ini, setelah dilakukan pemutusan kontrak sepihak. Tampak kondisi terkini Taman Rinjani Selong. (M. GAZALI/RADAR LOMBOK)

SELONG—Proyek Taman Rinjani Selong dengan anggaran Rp 4,9 miliar dipastikan gagal dikerjakan tahun ini. Hal itu setelah dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dengan dalih pihak kontraktor dianggap wan prestasi.

Kegagalan proyek pembangunan Taman Rinjani Selong ini tak ayal langsung menuai berbagai sorotan, terutama ditujukan ke Unit Layanan Pengadaan  (ULP), selaku pihak yang menentukan pemenang tender dalam sebuah proyek. Kinerja ULP pun dipertanyakan, mengingat kegagalan proyek di Lotim bukan hanya terjadi sekali ini saja, tetapi sudah berulang kali.

“ULP ini menetapkan pemenang tender tidak berdasarkan kenyataan di lapangan. Mereka hanya melihat kelengkapan administrasi saja. Tapi tidak dilihat kelengkapan lainnya yang dimiliki rekanan itu. Baik iu secara materiil, hukum dan administrasi, semuanya ini harus dipenuhi,” kritik Ketua Komisi IV DPRD Lotim, Lalu Hasan Rahman, Selasa kemarin (19/12).

Baca Juga :  Penataan Taman Rinjani Selong Optimis Tetap Dilanjutkan

Selama ini lanjutnya, proses lelang di ULP tidak dilakukan secara cermat, dan penuh ketelitian. Sehingga tidak heran ketika proyek itu sudah masuk tahap pengerjaan, maka ujungnya akan bermasalah ditengah jalan.

Tidak hanya  soal proyek Taman Rinjani Selong saja, tetapi beberapa proyek lainnya yang dikerjakan pada tahun 2017 ini juga  proses pengerjaannya terkesan sangat lamban. Misalnya pembangunan Gedung Pemuda dan Mahasiswa, termasuk juga pengerjaan Kantor Sat Pol PP.

“Terkadang ketika proses lelang dilakukan, penawaran harganya tinggi, sementara di yang lain kadang rendah. Ini yang tidak konsisten. Makanya ULP jangan melihat rekanan itu dari segi nama besarnya saja, tapi modalnya juga harus dilihat,” ujar Hasan.

Dikatakan, selama ini kerja ULP tidak pernah menunjukan kinerja yang baik, seperti yang diharapkan. “Kinerja mereka tidak ada jauh beda dengan ULP sebelumnya, makanya masyarakat banyak curiga dengan kerja ULP,” sengit Hasan.

Dewan sendiri berencana akan memanggil pihak terkait, termasuk ULP untuk dilakukan evaluasi menyangkut proyek yang bermasalah. Pemanggilan rencananya akan dilakukan awal 2018 mendatang. “Nanti awal tahun, terkait program yang mereka kerjakan,” paparnya.

Selain itu, kritikan juga di sampaikan ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK). Dimana sejumlah program yang dikerjakan dinas tersebut, dianggap banyak yang tidak jelas. Bukan hanya proyek Taman Rinjani Selong saja, tetapi beberapa proyek lainnya juga dikerjakan dengan asal-asalan.

Seperti proyek yang dikerjakan LHK di depan pasar lama Masbagik, mereka melakukan pengerjaan tanpa melihat dampak bagi masyarakat. “LHK ini yang menyebabkan dampak lingkungan yang tidak-tidak. Harusnya mereka turun dulu ke bawah,” bebernya.

Dalam mengerjakan sebuah program, dibutuhkan koordinasi dengan pihak terkait. Misalnya terkait Taman Rinjani Selong ini, harus sejak awal pihak terkait yang terlibat didalamnya, baik itu LHK, bagian keuangan maupun ULP inten melakukan koordinasi. Namun hal itu tidak pernah dilakukan. Sehingga ujungnya proyek yang dikerjakan itu kembali bermasalah, dan terulang seperti tahun sebelumnya.

Sementara Kepala ULP, Lalu Mulyadi, ketika dimintai tanggapan soal kritikan Dewan yang ditujukan kepada pihaknya, yang bersangkutan tidak banyak memberikan komentar. Namun dia mengaku baru mengetahui informasi jika proyek revitalisasi Taman Rinjani Selong gagal dikerjakan, setelah dilakukan pemutusan kontrak. “Maaf saya baru tau ini. Besok saya akan coba tanyakan lagi ke atasan,” singkat dia.

Baca Juga :  Kontrak Tuntas, Taman Rinjani Belum Dikerjakan

Sedangkan Kuasa Direktur PT. Mari Bangun Persada Spesialis, M. Rizal Tohri Ismail, menegaskan kalau pihaknya sama sekali tidak terima dengan pemutusan kontrak secara sepihak yang dilakukan.

“Kalau saya dibilang telat bekerja, apa alasannya? Memang pengerjaannya mepet, tapi kita tetap berusaha mengejar waktu. Malah tiba-tiba saya diberikan surat pemutusan kontrak. Tapi tidak dijelaskan secara spesifik oleh PPK, apa alasan dilakukan pemutusan kontrak,” geramnya.

Dari beberapa item pengerjaan yang telah dilakukan, seperti pemasangan pagar, pondasi, termasuk penimbunan, diperkirakan pihaknya telah menghabiskan biaya sekitar Rp 2 miliar. Namun dari biaya besar yang telah dikeluarkan itu, belum sepeserpun yang dibayar oleh PPK.

Karenanya, dengan adanya pemutusan kontrak ini jelas sangat merugikan mereka. Untuk itu, jika hak-haknya tidak dipenuhi, baik itu pembayaran dan haknya yang lain, maka dia pun tidak akan tinggal diam. “Pasti saya akan tempuh jalur hukum,” ancamnya. (lie)

Komentar Anda