Proyek Rehab Gedung Asrama Haji Ikut Diusut

Gunawan Wibisono (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)
Gunawan Wibisono (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pasca penetapan tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan asrama haji embarkasi Lombok, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kini tancap gas untuk mengembangkan kasus tersebut. Sebab permasalahan yang ada bukan hanya pada pengelolaannya saja tetapi proyek rehabilitasi  asrama haji tersebut juga diduga bermasalah.

Aspidsus Kejati NTB, Gunawan Wibisono mengatakan bahwa dalam kasus rehabilitasi asrama haji embarkasi Lombok pihaknya saat ini masih menunggu hasil audit dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). “Untuk persoalan rehabilitasi gedungnya kita tinggal menunggu hasil audit dari BPKH,” ungkapnya, Jumat (24/7).

Jika hasilnya keluar maka pihaknya langsung melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap para pihak terkait. Peluang untuk terjadinya penambahan tersangka pun masih terbuka lebar. Namun Wibisono masih belum mau berkomentar terlalu jauh ke arah sana. ‘’Kita lihat nanti seperti apa,” cetusnya.

Dalam proyek rehab gedung asrama haji, Wibisono mengatakan bahwa berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB ditemukan ada kelebihan pembayaran atas pekerjaan rehabilitasi gedung pada UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok sebesar Rp 1.170.816.830. Seperti rehabilitasi gedung untuk hotel dengan temuan Rp 373.115.542, gedung Mina Rp 235.957.012, gedung Safa Rp 242.920.236, gedung Arofah Rp 290.602.840, serta gedung PIH Rp 28.602.840.

Penyidik kemudian melakukan penyelidikan. Temuan penyidik nilai kerugian keuangan dalam kasus ini sekitar Rp 1,2 Miliar. Untuk menguatkan temuan penyidik tersebut maka pihaknya pun meminta dilakukan audit oleh BPKH. “Hasilnya mungkin tidak jauh beda nanti,” bebernya.

Sementara itu terkait kasus pengelolan asrama haji embarkasi Lombok pihaknya kini melakukan pemberkasan untuk dua tersangka. Tersangka tersebut yaitu kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok berinisial AAF dan bendaharanya berinisial IJS. Keduanya ditetapkan tersangka karena diduga menyelewengkan dana hasil pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dalam pengelolaan asrama haji embarkasi Lombok.

Untuk diketahui, pada unit pelaksanan teknis (UPT) Asrama Haji Embarkasi Lombok sebagai organisasi di bawah naungangn Kementerian Agama terdapat sumber pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Yaitu penyewaan area manasik, penyewaan penginapan, penyewaan aula, dan sumber lainnya seperti penyewaan area untuk pendirian stand, fotografi, dan peyewaan sarana berdasarkan perjanjian kerja sama.

Untuk UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019  pendapatannya yaitu Rp 1.471.504.279. Namun dari dana tersebut tidak semuanya disetorkan ke kas negara. Yang disetorkan hanya Rp 987.476.728. Sisa dana yang belum disetorkan ke kas negara  jumlahnya Rp 484.027.551. Dana tersebut menurut Sigit telah dipergunakan oleh tersangka AAF untuk kepentingan pribadinya sebesar 209.626.406, kemudian tersangka IJS untuk kepentingan pribadinya sebesar  Rp  217.032.454 dan  Rp 57.368.591 untuk kepentingan biaya operasional kantor. Selebihnya dipergunakan dipergunakan untuk kepentingan pribadinya  IJS.

Perbuatan tersangka yang tidak menyetorkan seluruh pendapatan negara bukan pajak tersebut kata Sigit bertentangan dengan Undang-undang RI Nomer 9 tahun 2018 tentang penerimaan negara bukan pajak. Di mana pada pasal 29 menerangkan bahwa seluruh PNBP harus disetor ke kas negara.

Selain itu, perbuatan tersangka juga bertentangan dengan peraturan menteri keuangan RI No 3/PMK.02/2013 tentang tata cara penyetoran PNBP. Di mana dalam pasal 2 menyebutkan bahwa seluruh PNBP wajib disetor secepatnya ke kas negara. (der)

Komentar Anda