Proyek Cetak Sawah Baru 2016 Dilapor ke Polda

LAPOR POLISI : Sumardiono Paimo dan Amirullah (kacamata) mengungkapkan adanya indikasi korupsi dalam program cetak sawah baru tahun anggaran 2016 (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Program cetak sawah baru tahun 2016  yang dilaksanakan di Provinsi NTB  menuai masalah.

Proyek ini dilaporkan ke Polda NTB. Pelapor Sumardiono Paimo asal Kecamatan Mpunda Kota Bima yang  merupakan salah  satu orang yang mengerjakan proyek cetak sawah baru tersebut. “Saya tidak asal ngomong, semua data saya punya karena saya juga salah satu yang mengerjakan proyek itu,” ujarnya  di komplek kantor Gubernur NTB, Senin kemarin (19/12).

Dikatakan, dirinya melaporkan dugaan korupsi ini karena menjadi pihak yang dirugikan. Namun sejak dilaporkan masalah ini ke Polda NTB tanggal 5 Desember lalu, belum juga Sumardiono dimintai keterangannya.

Diungkapkan, banyak kejanggalan yang terjadi dalam pelaksanaan proyek cetak sawah baru. Diantaranya mark-up anggaran, pengeluaran fiktif dan lain sebagainya. “Saya tidak mau menduga siapa yang korupsi, karena itu ranahnya penegak hukum,” ucapnya.

Mark-up anggaran yang dimaksud, menurut Sumardiono diketahui dari adanya pembengkakan volume. Contohnya saja di Kecamatan Wera Wora, Bima. Berdasarkan pengukuran yang dilakukannya, luas cetak sawah baru yang akan dibuat 26 hektar, namun dimasukkan menjadi 29 hektar, “Tapi saya dibayar tetap dengan luas 26 hektar, terus yang 3 hektar kemana ?,” herannya.

Ia menduga, pengukuran dilakukan sering berubah-ubah sehingga mengakibatkan perubahan volume sebagai bentuk upaya memanipulasi data untuk kepentingan pelaporan secara adminstrasi keuangan. Perubahan tersebut tanpa melibatkan mitra kerja.

Selain itu, sejumlah item pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada pekerjaan utama. Termasuk dalam pekerjaan tambahan seperti membuat jalan usaha tani, Gorong-gorong, drainase dan lain-lain. “Itu tidak dikerjakan kok, sehingga kami menduga bahwa ada item pekejaan dalam RAB itu yang dilaporkan ada kegiatan padahal fiktif,” bebernya.

Baca Juga :  Proyek Irigasi Ditarget Tuntas Akhir Tahun

Sumardiono mencontohkan item-item fiktif di Kabupaten Sumbawa. Dalam RAB zona I yang berlokasi di Kecamatan Orong Telu, ditemukan adanya kebutuhan untuk Gorong-gorong beton sebanyak 20 unit. Satu unit dihargakan Rp 5 juta. Itu artinya pengeluaran untuk Gorong-gorong beton sebesar Rp 100 juta.

Berikutnya Gorong-gorong batu kali sebanyak 20 unit dengan harga Rp 10 juta per unit. Maka biayanya sudah mencapai Rp 200 juta. “Terus juga ada biaya untuk honor pekerja yang jumlahnya 4.630 orang, itu dibayar Rp 65 ribu per hari sehingga biayanya mencapai Rp 300 jutaan. Tidak ada semua itu, jumlah pekerja juga tidak banyak,” ungkapnya.

Dari sejumlah item pekerjaan dalam RAB pada zona 1 dapat diketahui adanya dugaan  manipulasi anggaran senilai Rp 600.950.000. Jika demikan yang terjadi pada satu zona saja, maka tidak menutup kemungkinan RAB di kabupaten lainnya di Provinsi NTB juga terjadi hal yang sama.

Untuk diketahui, program cetak sawah baru di Provinsi NTB tahun anggaran 2016 sebanyak 11.500 hektar. Biaya per hektar dalam kontrak sebesar Rp 15.949.168, sehingga total anggaran yang digunakan dalam pelaksanaannya sebesar Rp 183.415.432.000. “Tapi mitra kerja ada yang dibayar dengan harga Rp 9 juta per hektar, sedangkan saya hanya Rp 7,5 juta per hektare,” ujarnya.

Atas fakta tersebut, ada indikasi selisih anggaran yang disiapkan pemerintah melalui APBN tahun anggaran 2016 sebagaimana yang tertuang dalam RAB dengan biaya yang telah dikerjakan mencapai puluhan miliar. “Ini kan kami diolok-olok namanya, wajar jadinya kami rugi kerjakan proyek ini. Saya saja hutang saya Rp 850 juta, karena bayaran yang saya terima tidak cukup untuk biayai proyek,” katanya.

Baca Juga :  PN Mataram Tolak Keberatan Bambang Koko Cs

Mitra kerja lainnya yang mengerjakan cetak sawah baru yaitu Amirullah, dengan harga Rp 9 juta per hektar. Namun dengan harga tersebut, masih juga mengalami kerugian. Pasalnya, sering kali masyarakat meminta untuk dibangunkan sesuatu yang bukan kewajiban mitra kerja.

Oleh karena itu, ia meminta keadilan kepada pemerintah selaku pemilik proyek agar mau menutupi kekurangan tersebut. “Makanya saya sendiri akan gugat secara perdata masalah ini, saya sudah tunjuk pengacara juga,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi NTB, Husnul Fauzi saat dimintai tanggapannya mengakui jika harga kontrak sebesar Rp 15.949.168. “Saya tidak pernah bilang Rp 10 juta per hektar, itu kan biaya tahun 2012 dan 2013,” katanya.

Terkait dengan harga pembayaran jauh dari anggaran yang telah disiapkan ke mitra kerja, Husnul enggan memberikan komentar. “Kalau ada yang tidak puas dibayar, silahkan saja lansung ke TNI selaku sewa kelola. Itu tidak ada kaitannya dengan kami,” jawabnya santai.

Terpisah Danrem 162/Wira Bhakti Kolonel  Inf Farid Makruf menegaskan, pihaknya tidak bertanggung jawab dalam proyek itu. '' Saya tidak bisa komentar  karena itu bukan tanggung jawab  dan pekerjaan saya. Ada kepala pelaksana kegiatan cetak swah dari Direktorat  Zeni AD dan Distan Provinsi NTB. Saya pikir itu lebih relevan untuk berkomentar,'' jelasnya. (zwr/gal)

Komentar Anda