Peran Besar Guide Ciptakan Persepsi Wisatawan

SEPI : Meski pada hari kerja, jalan-jalan di Singapura cukup lengang. Sebagian besar warga lebih memilih transportasi bawah tanah. Lewat jalur darat, Kuala Lumpur (Malaysia)-Singapura bisa ditempuh dengan waktu antara 6 sampai 8 jam melewati Malaka dan Johor (Rasinah Abdul Igit/Radar Lombok)

Pariwisata itu bisnis image, bisnis kesan. Terutama bagi mereka yang baru pertama kali mengunjungi suatu tempat wisata, acuan utama yang menjadi pegangan adalah kata-kata seorang guide (pemandu). Baik-buruknya persepsi wisatawan terhadap satu tempat sebagian besar dipengaruhi oleh informasi yang diberikan oleh seorang guide.

 


Rasinah Abdul Igit- JOHOR


 

Kemacetan panjang terjadi di jalan tol begitu memasuki wilayah Kerajaan Johor setelah perjalanan yang cukup melelahkan dari Kuala Lumpur ke Melaka (Malaka). Johor adalah wilayah Malaysia yang berdekatan dengan Singapura. Waktu menunjukkan pukul 17.00 Wita waktu setempat ketika pemandu kami yang seorang keturunan Bangladesh, Kabir, mempermaklumkan bahwa sebentar lagi bus kami tiba di pintu imigrasi perbatasan Malaysia dan Singapura. “Imigrasi Singapura via Johor ini sangat ketat, beda kalau naik pesawat. Saya pastikan sebagian bapak-ibu akan sempat ditahan nanti. Tapi intinya tenang saja, jangan panic,” ungkapnya.

Malaysia menuju Singapura lewat Johor memang tergolong ramai, apalagi pada pada hari Sabtu dan Minggu dimana para pekerja Singapura memilih berlibur ke wilayah Singapura, begitu pula warga Malaysia yang memasuki daratan Singapura.

Sebagai negara yang tidak punya hasil bumi, praktis Singapura sangat bergantung pada negara-negara tetangganya seperti Malaysia dan Singapura. Kebutuhan air bersih misalnya, disuplai dari Malaysia, begitu juga dengan buah-buahan dan lain-lain. Kalau dari Indonesia, logistik hasil bumi datang dari wilayah Otorita Batam. Singapura menyandarkan kekuatan ekonominya pada sektor dagang dan pelabuhan. Sebagian besar kapal yang melintasi perairan Selat Malaka harus mampir di pelabuhan Singapura dalam rangka pertukaran barang dagangan.

Baca Juga :  Lombok Mulai Dilirik Wisatawan Iran

Urusan ketergantungan Singapura itu fakta, tapi pintu imigrasi tetap saja ketat. Pemandu kami, Kabir, menjelaskan, biasanya yang harus capek melewati proses imigrasi adalah warga Indonesia karena dianggap hendak menjadi TKI. Proses yang ketat juga akan berlaku bagi warga yang punya nama arab. Benar saja, sebagian besar anggota rombongan dimasukkan ke ruang petugas imigrasi dan mendapat pertanyaan yang lebih detail.

Singapura malam hari maupun siang hari hampir tak ada bedanya. Jalan tak terlalu ramai. Negara ini punya sistem transportasi massal yang sangat baik, sebagian besar berada di dalam tanah. Jalur MRT menghubungkan komplek bangunan yang satu dengan yang lainnya. Singapura juga dikenal dengan “negara denda”. Banyak sekali peraturan yang berkonsekwensi denda di negara ini. Merokok sembarangan kena denda, meludah sembarangan kenda denda, makan di bus tidak boleh, kepemilikan kendaraan dibatasi, dan masih banyak lagi. Senin (19/12), rombongan menuju kantor Kedutaan Besar Indonesia(KBRI) untuk Singapura.

Sisi lain dari kegiatan studi dan direct promotion pariwisata Lombok Barat adalah kali ini adalah pelajaran betapa pentingnya memaksimalkan guide (pemandu) dalam rangka menciptakan kesan kepada wisatawan atas kunjungan mereka. Ya, sekali lagi harus ditegaskan bahwa pariwisata adalah bisnis image, bisnis citra.

Sewaktu di Bangkok Thailand, pemandu kami pintar memilih bahasa yang menegaskan negaranya adalah surga wisata yang layak dikunjungi berkali-kali. Pemandu memberikan kesan yang mendalam betapa seluruh rakyat Thailand sangat mencintai raja mereka. Padahal di luar itu sebagian tau Thailand berkali-kali dilanda gejolak politik yang mengancam keutuhan bangsa.

Baca Juga :  Disbudpar Klaim Kunjungan Wisatawan 2,9 Juta Orang

Di Malaysia, pemandu justru sering membuat takut. Misalnya, saat hendak mengikuti city tour, pemandu meminta peserta membawa serta barang-barang berharga, tidak ditinggalkan di hotel. Alasannya tidak aman. Sering barang-barang tamu hilang di dalam kamar hotel. “ Meninggalkan barang-barang berharga tidak aman. Disini banyak pegawai hotel yang berasal dari luar Malayasia. Laptop, kamera dan yang lain-lain harus dibawa,” katanya.

Sehari berada di Singapura, kami ditemani oleh guide bernama Aisyah, ia warga Singapura asli keturunan melayu. Aisyah memakai jilbab dan berkacamata hitam. Sepanjang perjalanan, ia dengan semangat menyampaikan kesuksesan-kesuksesan negaranya terutama dalam bidang ekonomi. Bagi Aisyah, peraturan-peraturan yang ketat di negaranya sangat baik untuk menciptakan warga ke arah peradaban. Ia bersemangat dengan negaranya yang meskipun kecil namun menjadi negara maju di dunia. “ Misalnya saja di kawasan Merlion Park ini ada sekitar 200 bank besar dunia berkantor di sini. Investasi maju karena mereka tau pemerintah kami tidak korup. Pemerintah kami jujur,” ungkapnya.

Dalam konteks pariwisata, sudah saatnya pemerintah daerah ini memperhatikan SDM para guide. Sebab merekalah yang menjadi corong yang dapat menentukan citra daerah. “ Karena itu kita libatkan HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) dalam kegiatan ini. Supaya mereka juga bisa belajar, kita juga bisa belajar, tentang bagaimana memandu tamu, serta menyampaikan apa yang baik-baik tentang daerah kita,” ungkap H. Poniman, Asisten II Pemkab Lombok Barat yang menjadi pimpinan rombongan.(*)

Komentar Anda