Pemprov Perlu Kendalikan Konsumsi Rokok di NTB

Suntono
Suntono.(DEVI HANDAYANI/RADAR LOMBOK)

Rokok Bisa Dongkrak Jumlah Penduduk Miskin

MATARAM – Keberadaan rokok menjadi momok menakutkan sebagai penyebab penduduk NTB miskin. Keberadaan rokok kian mengkhawatirkan, setelah adanya kebijakan kenaikan harga rokok yang berlaku per Januari 2020, terhadap kemungkinan akan semakin bertambahnya jumlah penduduk miskin di NTB.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB mulai was-was dengan kenaikan harga rokok, yang akan bisa mendongkrak jumlah penduduk miskin pada 2020 ini. Pasalnya, tahun-tahun sebelumnya, sebelum kenaikan harga rokok, komoditi ini tetap menjadi penyumbang dominan penyebab penduduk NTB menjadi miskin, selain beras.

Sekretaris Daerah NTB H Lalu Gita Ariadi mengatakan rokok memang menjadi salah satu penyumbang angka kemiskinan di NTB. Selain rokok, terdapat juga kebutuhan pokok, seperti beras, daging sapi menjadi tiga komoditas utama yang mempengaruhi angka kemiskinan.

“Rokok ini harus dikendalikan, terutama dari perilaku terkecilnya, yaitu di rumah tangga,” katanya.

Hanya saja, Gita tak merinci langkah konkrit apa saja yang akan dilakukan Pemprov NTB untuk mengendalikan konsumsi rokok di tengah masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Karena rokok ini sudah menjadi kebutuhan utama bagi perokok. Jika konsumsi rokok ini tidak dikendalikan, maka diperkirakan penduduk miskin disebabkan karena rokok akan meningkat cukup signifikan. Belum lagi, tingginya harga kebutuhan pokok, kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan, hingga renana pencabutan subsidi gas elpiji 3 kg dan menaikan harga hingga Rp 34 ribu per tabung harga biasanya Rp 18 ribu per tabung.

Sementara itu, Kepala BPS Provins NTB Suntono mengatakan persoalan kemiskinan NTB pada periode Maret – September 2019 disebabkan karena rokok. Apalagi, konsumsi rokok di NTB memang cukup banyak, dengan akumulasi besar. BPS juga telah melakukan simulasi terhadap dampak konsumsi rokok pada penurunan kemiskinan di NTB. Dimana teknik simulasi digunakan adalah penghitungan dampak penurunan kemiskinan dari konversi biaya konsumsi rokok untuk memenuhi biaya makanan yang lain

“Ini simulasi kasar saja, pengeluaran rokok kita bisa untuk beli ikan, daging, telur, tahu dan tempe, itu berapa kemiskinan turun,” kata Suntono.

Berdasarkan penghitungan tersebut, pihaknya menemukan bahwa seandainya masyarakat mengurangi konsumsi rokok dan melakukan konversi ke bahan makanan lain, maka penurunan kemiskinan di NTB akan lebih baik dan lebih cepat terwujud.

“Jadi simulasinya begitu, kemudian kebijakan dari pemerintah daerah, apakah dikeluarkan imbauan, kalau masyarakat tidak bisa berhenti, mungkin bisa mengurangi,” ucapnya.

Saat ini dari pemerintah provinsi (pemprov) NTB tengah fokus terhadap usaha dan program pengentasan kemiskinan. Mengingat, penyumbang kemiskinan terbesar dari rokok. Pasalnya, konsumsi roko di Indonesia terbilan tinggi.

“Kemarin bu Wagub minta untuk dilakukan simulai ketika audiensi masalah kemiskinan, dan beliau konsen sekali masalah rokok,” ucapnya.

Untuk diketahui, konsumsi rokok di kelompok masyarakat di bawah garis kemiskinan.  Berdasarkan data jumlah masyarakat miskin di NTB sampai dengan Maret 2019 tercatat 735.960 jiwa. Rokok kretek filter sendiri menjadi penyumbang terbesar kedua pembentuk garis kemiskinan setelah beras. Untuk wilayah pedesaan kontribusi rokok dalam membentuk garis kemiskinan mencapai 8,83 persen. Sedangkan di perkotaan kontribusinya mencapai 11,95 persen.

“Rata-rata konsumsi rokok masyakarat itu bisa mencapai 70 batang perminggunya, dalam satu hari itu rata-rata 10 batang,” pungkasnya. (dev)

Komentar Anda