Pemprov NTB Usulkan KenaikanTarif PKB dan BBNKB

Layanan Samsat Mobil Keliling tetap semangat melayani masyarakat melakukan daftar ulang hingga malam hari di depan Kantor Lurah Abian Tubuh Baru, Senin (9/10/2023). (LUKMAN /RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemerintah Provinsi NTB telah mengajukan draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk dibahas di DPRD NTB. Dalam pengajuan pembahasan draf Raperda itu, sejumlah fraksi mempersoalkan usulan kenaikan yang cukup tinggi untuk pajak BBNKB dan PKB.

Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi NTB Hj Eva Dewiyani menjelaskan bahwa terkait dengan pengenaan PKB/BBNKB dan option PKB /BBNKB telah diatur dalam UU No 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Hanya saja di satu sisi semangat UU No 1 Tahun 2022 adalah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, di satu sisi lagi ada kebijakan nasional yang kadang – kadang kontraproduktif dengan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Seperti adanya kebijakan pemerintah pusat yang tidak lagi mengenakan BBNKB II, tidak mengenakan PKB/BNKB kendaraan bermotor yang berbahan energi terbarukan atau listrik dan lain-lainnya.

“Kebijakan ini secara langsung berdampak kepada penurunan potensi PAD. Sementara satu-satunya potensi paling besar sumber PAD itu dari PKB dan BBNKB I dan BBNKB II,” kata Hj Eva Dewiyani, kepada Radar Lombok, Senin (9/10).

Dikatakannya, untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah yang cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, maka pemerintah daerah harus menjaga performa fiskal daerah agar mampu membiayai program – program pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menjaga kapasitas fiskal tersebut, maka semua potensi pajak daerah dan retribusi harus dioptimalkan, antara lain salah satunya dengan mengusulkan tariff 1,2 persen untuk PKB dan 12 persen untuk BBNKB dalam Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Baca Juga :  PLN UIP Nusra Gandeng Siswa SMK di Manggarai Gelar Pelatihan Konversi Molis

“Kondisi fiskal kita cukup riskan, sementara kebutuhan belanja daerah terus meningkat. Makanya ini menjadi salah satu cara untuk menjaga fiskal daerah tetap terjaga,” ungkap Hj Eva.

Menurut Eva, usulan kenaikan PKB dan BBNKB dalam draf Raperda ke DPRD NTB merupakan salah satu upaya menjaga fiskal daerah tetap terjaga. Pasalnya, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan kebijakan mulai berlaku paling lambat 2024, membebaskan BBNKB II. Ini artinya, potensi PAD dari BBNKB II akan hilang total. Padahal, penerimaan daerah dari BBNKB II cukup besar, namun begitu sudah tidak lagi dikenakan BBNKB II, maka PAD dari BBNKB ini akan tergerus. Oleh karena itu, usulan kenaikan PKB dan BBNKB dalam Raperda, menjadi solusi menjaga keuangan daerah tetap terjaga.

Selain itu, kata Eva, usulan kenaikan PKB dan BBNKB masih di bawah angka nasional. Bahkan, justeru turun jika dibandingkan dengan pengenaan pajak PKB dan BBNKB pada tahu sebelumnya.

“Sekarang sebenarnya malah sudah turun, PKB yang dulu itu 1,7 persen menjadi 1,2 persen. Sedangkan BBNKB yang sebelumya 15 persen turun menjadi 12 persen. Dari sisi tarif dalam Raperda baru itu sudah kita turunkan. Kalaupun menjadi beban masyarakat, sekarang itu ada opsi ke kabupaten/kota,” jelas Eva.

Baca Juga :  Kenaikan PPN Jadi 11 Persen Bikin Susah UMKM

Dikatakan, bahwa penambahan opsi PKB/BBNKB yang menjadi kewenangan/hak kabupaten/kota akan berpotensi menambah beban masyarakat ketika menerapkan tarif maksimal 1,2 persen untuk PKB dan 12 persen untuk BBNKB, walaupun tarif tersebut kenyataanya lebih rendah dari tarif yang ditetapkan dalam Perda yang lama, yaitu 1,7 persen untuk PKB dan dan 15 persen untuk BBNKB.

Kendati demikian, Eva menyatakan Bappenda NTB selaku leading sektor pendapatan daerah terus melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan pendapatan daerah, tidak hanya dari sektor pajak daerah, dari sektor retribusi daerah juga terus dioptimalkan. Adapun mengenai kekhawatiran dealer kendaraan bermotor di NTB, baik itu roda empat maupun roda dua terkait rencana kenaikan tarif BBNKB, Eva mengaku jika tidak perlu dikhawatirkan. Konsumen NTB akan tetap membeli kendaraan bermotor di dalam daerah, karena sekarang tariff BBNKB secara nasional setiap daerah sudah seragama dengan berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2022.

“Dengan adanya UU Nomor 1 Tahun 2022 malah kemungkinan konsumen akan membeli di daerah masing –masing, karena tarif sekarang sudah seragam,” pungkasnya. (luk)

 

Komentar Anda