Miliaran Piutang GNE Belum Tertagih

Miliaran Piutang GNE Belum Tertagih
DATA PIUTANG : Dirut PT GNE, Samsul Hadi menunjukkan data piutang selama beberapa tahun terakhir.( AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – PT Gerbang NTB Emas (GNE) selaku salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memiliki piutang cukup besar. Namun hingga saat ini, masih banyak dari piutang tersebut yang belum bisa tertagih. 

Direktur Utama (Dirut) PT GNE, Samsul Hadi mengakui jika miliaran piutang PT GNE belum bisa tertagih hingga saat ini. “Saya sudah bentuk tim piutang untuk melakukan penangihan. Tim saya berikan kesempatan bekerja sampai Februari 2020,” ujarnya, Selasa (5/11).

Sebagian piutang sudah berhasil ditagih. Meskipun banyak yang melakukan pelunasan dengan cara mencicil. Namun sebagiannya lagi justru piutang tersebut tidak mau diakui. Padahal berbagai bukti dan dokumen dimiliki manajemen PT GNE. 

Jumlah pihak-pihak yang tidak mau mengakui piutang tersebut cukup banyak mencapai 30 persen. Belum lagi yang sudah mengakui piutang, namun tidak bisa langsung dilakukan pelunasan. “Sekitar 30 persen yang belum mengakui punya utang. Data di kami sih lengkap,” katanya. 

Miliaran uang yang seharusnya masuk ke perusahaan masih mengendap. Di antaranya di PT Lombok Royal Property sekitar Rp 300 juta, kantor Desa Puyung Kabupaten Lombok Tengah Rp 39,5 juta, kontraktor proyek LCC Rp 493 juta dan lain-lain.  PT Royal belum membayar kewajibannya kepada GNE. Padahal, perumahan yang dibangun tahun 2011 itu sudah laku terjual semua. “Royal ini gak mau bayar. Yang sulit seperti ini kita ingin serahkan ke Inspektorat. Nanti pakai APH juga jalan terakhir jika sampai Februari tidak mau bayar,” ancam Hadi. 

Sejak menjabat Dirut PT GNE, Hadi telah berhasil menagih piutang sekitar Rp 2,9 miliar. Termasuk pengembalian kebocoran keuangan perusahaan oleh mantan petinggi PT GNE Haris Budiharsono. Saat ini, masih tersisa piutang di berbagai tempat sekitar Rp 1,3 miliar. “Sudah Rp 2,9 miliar yang tertagih dari Rp 4,2 miliar ditemukan history dokumen penunjang bahan penagihannya. Dimana bisa ditemukan alamat dan jumlah piutangnya. Yang tertagih, ada yang dalam bentu aset yang kami sita, dan pembayaran piutang oleh kostumer secara bertahap,” ungkap Hadi. 

Haris Budiharsono dulunya pejabat PT GNE. Namun orang tersebut terbukti menyebabkan kebocoran keuangan perusahaan. “Pak Haris sudah diberikan jangka waktu 5 bulan saat itu untuk kembalikan 2,5 miliar. Karena dia tidak ada uang, dia berikan jaminan asetnya 1,6 hektar. Kini aset itu menjadi milik GNE,” ungkapnya. 

Meskipun Haris telah menyebabkan kebocoran keuangan perusahaan, namun terbebas dari kasus hukum. Padahal, kebocoran keuangan tersebut merupakan hasil audit investigatif Inspektorat Provinsi NTB. “Persoalan dengan pak Haris selesai dengan asetnya diambil. Kita tidak bawa ke ranah hukum. Kalau rumahnya gak bisa kita ambil karena sudah di perbankan,” jelas Ketua Pemuda Nahdlatul Wathan (NW) NTB versi Pancor ini. 

Untuk piutang pemasangan papin blok di halaman LCC yang belum dilunasi, GNE tidak bisa berbuat apa-apa. Pasalnya, kontraktor proyek tersebut atas nama Zahrun, saat ini sudah mendekam di penjara karena kasus lain.

Masih tingginya angka piutang, karena selalu ada piutang baru setiap tahun. Misalnya saja pada tahun 2015, ada catatan piutang mencapai Rp 1 miliar. Kemudian tahun 2016 sebesar Rp 868 juta, tahun 2017 sebesar Rp 505 juta. Bahkan tahun 2018 lalu juga terdapat piutang sebesar Rp 316 juta.

Banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan penangihan. Namun, Hadi berharap semua pihak yang memiliki hutang mau mengakui dan membayarnya. “Ada juga yang sudah meninggal, ahli waris yang tanggungjawab. Kita ringankan bunganya. Tapi tidak diputihkan. Kalau piutang OPD Pemprov, setelah kita kroscek datanya, bukan OPD yang berhutang, tapi pihak ketiga yang berhutang saat pengerjaan di OPD tersebut,” kata Samsul Hadi. (zwr) 

Komentar Anda