MATARAM – Berdasarkan analisa yang dilakukan Badan Meteologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai suhu udara di wilayah NTB beberapa pekan terakhir ini terasa cukup dingin dibandingkan bulan-bulan sebelumnya terutama pada waktu malam hingga dini hari.
Prakirawan BMKG Lobar, Budi Setyawan menjelaskan, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pada musim kemarau lebih tarasa panas dibandingkan musim hujan. Justru pada musim kemarau suhu udara lebih terasa dingin dibandingkan musim hujan. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Salah satunya angin musim yang bersifat priodik yang terjadi karena perpindahan takanan suhu udara antara belahan bumi utara dan selatan yang disebabkan pergerakan semu tahunan matahari. Saat puncak musim kemarau di NTB sekitar bulan Juli dan Agustus, sedang aktif monsun Australia timuran. Pada bulan ini belahan bumi utra lebih banyak mendapatkan penyinaran matarahi sehingga pusat tekanan rendah lebih banyak terbentuk di bagian utara. Sebaliknya di belahan bumi sebelah selatan seperti Australia, tekanan utaranya lebih tinggi. Sehingga angin bertiup dari Australia menuju Asia melewatan Indonesia. Angin timuran ini sifatnya adalah dingin dan kering, karena di Autralian saat ini memasuki musim dingin. “Aliran udara dingin dan kering dari Autralia ini menyebabkan kondisi udara yang relatif dingin terutama pada malam hari yang dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi dan daerah pegunungan,”jelasnya.
 Selanjutnya, faktor terakhir adalah faktor alam, dimana suhu udara dimusim kemarau lebih dingin juga dipengaruhi oleh sedikitnya awan yang menutupi permukaan bumi. Awan di ibaratkan seperti selimut yang dapat menahan dan memancarkan kembali pancaran cahaya panasnya bumi ke asmosfer. “Pada musim hujan pertumbuhan awan cukup banyak sehingga ketika malam hari terasa lebih hangat. Sedangkan pada musim kemarau pertumbuhan hampir tidak ada sehingga pada malam hari terasa lebih dingin,”tutupnya. (sal)
