LEBIH DEKAT DENGAN KOMUNITAS GALANG ANAK SEMESTA (GAGAS)

KOMUNITAS GAGAS: Anggota Komunitas Galang Anak Semesta (Gagas) saat berkumpul dan berkegiatan belum lama ini. ( IST/RADAR LOMBOK )

Komunitas atau kelompok yang konsen dengan perlindungan anak terus bermunculan. Diantaranya adalah komunitas Galang Anak Semesta (Gagas). Komunitas ini semakin aktif memperjuangkan perlindungan untuk anak. Mereka punya tujuan mulia untuk bersuara dan bergerak bersama anak.

ALI MA’SHUM—MATARAM

GAGAS adalah salah satu komunitas yang konsen memperjuangkan dan menyuarakan perlindungan anak. Komunitas ini berdiri Oktober tahun 2021. Kumpulan ini berdiri karena didasari cukup banyaknya eksploitasi anak di NTB pada umumnya.
Lalu sejumlah pendirinya sepakat mendirikan komunitas yang punya tujuan mulia untuk menjaga anak dari beragam bentuk eksploitasi dan lainnya.
“Gagas berdiri karena cukup banyaknya eskploitasi, komersial dan pelecehan maupun perundungan (bulying) terhadap anak. Lalu dibuat gagasan untuk membuat komunitas. Dari gagasan itu menjadi Gagas untuk namanya. Kami bergerak di bidang perlindungan anak untuk mencegah eksploitasi dan lainnya. Intinya kami ingin memberikan perlindungan terhadap anak,” ujar Ketua Gagas, Baiq Susanti Widiantari kepada Radar Lombok di Mataram, kemarin.
Setelah terbentuk, Gagas bekerjasama dengan NGO di bidang perlindungan anak dari luar negeri. Komunitas ini semakin berupaya memberikan perlindungan. Salah satu program andalannya adalah Stop ESKA (eksploitas, seksual, komersial anak. Lalu memilih dua daerah pendampingan. Yaitu Lombok Barat dan Lombok Tengah. Pendampingan dipilih mengacu pada kasus anak yang ditemui. “Kedua daerah dampingan ini selama lima tahun dalam program down to zero (DTZ),” katanya.
Bentuk pendampingannya dengan membuat sanggar anak di dua wilayah ini.

Masing-masing wilayah dengan tiga titik pendampingan dengan membuat sanggar anak. Di Lombok Tengah dengan pendampingan di Kute, Rembitan dan Waja Geseng. Kemudian di Lombok Barat mendirikan sanggar anak di Batu Layar, Senggigi dan Senteluk. “Jadi di masing-masing lokasi ini ada sanggar anaknya,” ungkapnya.
Di wilayah pendampingan, Gagas membuat konselor dan lainnya. Di sanggar anak diniatkan untuk mendidik anak tentang Stop Eksa dan sejenisnya. Setelah itu otomatis anak yang didampingi menyebarkannya ke teman lainnya. “Kalaupun terjadi pernikah anak dan kekerasan kita bisa menerima laporan. Kita juga mendapat dari LPAD (lembaga perlindungan anak desa). Itu juga yang kita kuatkan,” terangnya.

Baca Juga :  Siti Zubaidah, Ibu Hamil Lima Bulan yang Terancam Penjara Setelah Dilaporkan Investor

Eksploitasi anak yang ditemukan seperti anak yag berjualan di Kute. Mereka dilatih oleh Gagas untuk tidak berjualan. Namun ternyata cukup sulit dan banyak yang tidak mendengarkan dan gagal. Karena anak mengikuti dan menuruti perintah orang tua.
“Di sana daerah pariwisiata banyak anak yang berjualan sampai malam. Itu sangat tidak boleh dilakukan. Kita terus memberikan pemahaman kepada orang tuanya. Kalau komersial itu bentuknya seperti pedagangan anak. Tapi sangat jarang terjadi di NTB,” jelasnya.
Anggota komunitas gagas 100 orang. karena embentuk relawan. “Jadi relawan ini adalah turunan Gagas. Mereka bekerja lebih kompleks. Kalau ada bencana alam mereka juga turut membantu turun. Kita bisa turun ke kegiatan sosial juga. Seperti banjir bandang atau paska bencana kami kerap turun. Kami berencana membantu wilayah yang terkena banjir dalam waktu dekat,” katanya.

Suka duka maupun tantangan saat pendampingan anak dilalui komunitas ini. Tapi tidak semua yang disuarakan dan dikerjakan terpenuhi dan sukses. Seperti saat melakukan pelatihan pencegahan pernikahan usia dini.  Ternyata masih ada yang menikah di usia dini. “Ini tidak sesuai target dan kadang itu yang tantangan kita. Orang tua juga masih fanatik dengan awik awik desa. Itu tantangan terbesar,” terangnya.
Tapi jerih payah yang dilakukan juga membuahkan hasil. Salah satunya menjalin kerjsa sama dengan luar negeri melalui Voice for Change. Kegiatan ini lingkupnya tidak hanya di Indonesia. Tetapi suara atau pesan yang disampaikan terdengar ke mancanegara. Anak-anak sanggar anak Gagas pun menjadi perwakilan. “Anak yang diselamatkan pernikah dini menjadi role model. Kita senangnya di sana pesan dan tujuan kita sampai dan didengarkan,” ungkapnya.

Baca Juga :  KESUKSESAN YAD HAFIZUDIN, PERAIH MEDALI EMAS KEJUARAAN SAC NASIONAL

Gagas punya mimpi besar untuk mengurangi pernikahan usia anak. Karena setiap tahun paska Covid-19. Angka pernikahan usia anak terus meningkat. Ini menjadi tugas besar relawan gagas agar bisa meyakinkan anak maupun orang tua. “Karena kalau orang tuanya bilang menikah pasti mereka menikah. Kita orang luar yang menggaungkan ini tidak bisa mencegah dan jadi PR terbesar kita,” jelasnya.

Ke depan, Gagas akan tetap berjuang untuk perlindungan anak. Tujuannya sesuai dengan jargon Gagas. Bersuara dan bergerak bersama anak. Pemilhan kata ini tidak sembarangan. Bersuara karena menyuarakan hak-hak anak. Kemudian setelah bersuara, pasti akan bergerak. Lalu setelah bergerak tetap bersama anak. “Jadi yang kita selamatkan di sini anak secara bersama-sama yang kita dampingi,” pungkas perempuan 20 tahun ini. (*)

Komentar Anda