Kerja di Jepang, PMI Ditawari Gaji Rp 40 Juta

PESERTA MAGANG: Puluhan peserta magang akan diberangkatkan ke Jepang, setelah sebelumnya mengikuti pelatihan selama satu bulan di Bekasi. (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Permintaan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk dipekerjakan ke Jepang, mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jepang sendiri diketahui membutuhkan banyak tenaga kerja asal Indonesia.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan peluang pekerjaan di Jepang sangat besar. Apalagi pekerja di Jepang ditawari gaji mencapai Rp 40 juta per bulan.

“Kalau di Jepang memang gajinya besar. Itu yang sangat menarik. Banyak peserta magang yang ditawari untuk menjadi pekerja tetap di sana. Gajinya bisa Rp 40 juta per bulan,” ungkap Aryadi, saat ditemui di Mataram.

Hanya saja, para pekerja di Jepang menggunakan istilah Specified Skilled Worker (SSW) atau Pekerja Berketerampilan Spesifik. Karena itu, Pemerintah Provinsi NTB meminta kepada pemerintah pusat untuk memperbanyak jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Jepang, dan mengurangi tenaga magang.

“Saya sudah bicara dengan Dirjen Bina Penempatan Kementerian Tenaga Kerja. Nanti di 2024 atau awal 2025, mungkin durasi waktu pemagangan akan dikurangi. Kita akan lebih banyak penempatan PMI di sana, yang skill. Sehingga gaji yang diterima besar,” katanya.

Disampaikan Aryadi SSI adalah kebijakan keimigrasian baru dari Pemerintah Jepang berupa penambahan dua kategori baru status visa/status residensi bagi tenaga kerja asing di Jepang, yaitu pekerja terampil dan pekerja ahli. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 2019. Dimana pemegang visa SSW dapat bekerja di perusahaan Jepang dengan hak dan kewajiban yang sama dengan pekerja Jepang.

Ia menegaskan, Jepang memiliki aturan yang berbeda dengan Indonesia soal tenaga kerja. Tenaga kerja di Jepang syaratnya harus menguasai bahasa Jepang dengan baik. Selain itu, aspek kedisiplinan menjadi hal yang harus ditonjolkan.

Sementara aturan pemerintah Indonesia, orang yang bekerja ke Jepang itu harus melalui P3MI, tetapi di Jepang tidak ada aturan semacam itu. Sehingga diperlukan kesamaan persepsi terkait penempatan tenaga kerja ini.

“Kami sarankan juga agar diatur dalam MoU, supaya tidak ada kecemburuan di sini. Perbedaan perlakuan itu kan menimbulkan masalah soal non prosedural dan lain sebagainya, itulah yang sedang kita rancang,” katanya.
Saat ini, Pemprov NTB berkerjasama dengan IKAPEKSI dan IM Japan dalam mengirim tenaga magang asal NTB dengan seleksi yang ketat. Selama magang mereka mendapat insentif dan uang saku. Dan ketika pulang nanti akan mendapat modal usaha.

“Ini kelebihan magang di jepang. Dia dapat pengalaman internasional, hasilnya ada. Malah uang sakunya lebih besar dari PNS. Rata-rata 12 juta sampai 15 juta sebulan. Dan perlindungannya dijamin,” tandasnya.

Lebih lanjut dikatakan Aryadi, program magang Jepang. Sebenarnya sudah berlangsung sejak lama dan merupakan salah satu program yang mendukung program PePADu Plus (Pelatihan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Terpadu Plus) dalam upaya menurunkan angka Pengangguran terbuka.

Menurutnya, program pemagangan ke negeri Sakura Jepang ini, sangat membantu dalam menurunkan angka pengangguran. Karena setelah magang Jepang ini, peserta pemagangan bisa dipastikan tidak akan menganggur. Bahkan tidak sedikit yang telah menjadi pengusaha sukses.

“Peserta pemagangan ini nantinya selain mendapatkan skill yang sesuai dengan kebutuhan industri, juga akan mendapat modal wirausaha setelah selesai magang. Sehingga peserta pemagangan ini jika setelah pulang ke Indonesia, mereka bisa membangun usaha sendiri, menjadi wirausaha baru,” kata Aryadi.

Sementara itu, Kepala IM Japan, Mr. Kawahara Hirotaka mengungkapkan bahwa beberapa tahun lalu perusahaannya mengalami krisis peserta pemagangan, karena permintaan peserta pemagangan Jepang semakin meningkat. Sedangkan beberapa negara pengirim peserta magang masih belum bisa mengirimkan siswa magang, karena pandemi Covid-19.

“Saat ini krisis tersebut telah diatasi berkat kerjasama berbagai pihak, terutama Provinsi NTB yg secara aktif mengirimkan siswa magang Jepang sejak tahun 2022 lalu,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Sub Koordinator Pemagangan Luar Negeri Direktorat Bina Penyelenggaraan Pelatihan Vokasi dan Pemagangan Kemnaker RI, Sutarno menyampaikan bahwa seleksi Program Pemagangan Kementerian Tenaga Kerja RI bekerja sama dengan IM Japan telah terjalin selama 30 tahun.

Selama kurun waktu tersebut, sebanyak 150 ribu pemuda Indonesia telah mengikuti program pemagangan di Jepang, di mana 39 ribu di antaranya tercatat masih aktif mengikuti pemagangan di Jepang. Program ini telah memberikan dampak penting bagi pengembangan diri peserta magang maupun bagi perekonomian nasional.
“Banyak manfaat yang diperoleh dari program pemagangan. Banyak alumni pemagangan setelah kembali ke Indonesia bekerja di perusahaan Jepang di Indonesia, dan banyak juga alumni pemagangan yang memiliki usaha sendiri,” katanya.

Ia menambahkan, selama ini Alumni pemagangan yang menjadi pengusaha telah membentuk perkumpulan dengan nama Ikatan Pengusaha Kenshusei Indonesia (IKAPEKSI). Hal ini menunjukkan bahwa alumni pemagangan Jepang tidak hanya memiliki bekal ilmu dan insentif, namun juga semangat untuk berwirausaha yang dapat menggerakkan perekonomian nasional.

“Oleh karena itu, kami berharap kerja sama ini terus dilanjutkan dan ditingkatkan kualitasnya agar memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi kedua negara. Kami memberikan apresiasi juga untuk Provinsi NTB yang terus berpartisipasi dalam pengiriman peserta pemagangan Jepang ini,” ujarnya. (rat)

Komentar Anda