Kepsek Diminta Hindari Kebijakan Pungli

Dewan Pendidikan NTB
BELAJAR - Siswa SMAN 8 Mataram saat mengikuti ujian semester berbasis komputer beberapa waktu lalu.

MATARAM – Ketua Dewan Pendidikan NTB H Rumindah meminta kepada seluruh aparatur pendidikan yang ada di 10 kabupaten/kota di NTB supaya memahami batasan pungutan liar (Pungli). Pasalnya, ada Standar Operasional Prosedur (SOP) dan aturan yang berlaku dan bisa dipelajari, dikaji supaya tidak menyerempet ke perilaku pungli, meskipun atas nama koperasi sekolah.

“Banyak juga sekolah mengatasnamakan koperasi sekolah untuk melakukan pungli kepada siswanya,” kata H Rumindah kepada wartawan, kemarin.

Oleh sebab itu, kata mantan Kepala Dinas Dikbud Lombok Barat ini, jika aparatur pendidikan sudah paham batasan-batasan pungli supaya dihindari dan hal ini tentunya harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di NTB. Dinas Dikbud NTB dan Dikbud kabupaten/kota supaya membuat edaran kepada satuan pendidikan, baik jenjang SMA, SMK, SLB dan naungan di Dinas Dikbud kabupaten/kota jenjang SMP, SD sederajat terkait mana yang boleh dan tidak boleh untuk pungutan dengan nama sumbangan bukan pungli. Selama ini yang rawan di pungli yakni uang bangunan, sarana dan prasarana dan juga pakaian seragam siswa baru.

Bukan hanya itu, semua aspirasi masyarakat terkait pungli, PPDB dalam sistem zonasi  dan lain sebagainya sudah dilaporkan ke Gubernur NTB.

“Kita sudah laporkan semuanya di rapat akhir tahun 2019. Yang paling banyak keluhan masyarakat yakni PPDB dalam sistem zonasi,’ terangnya.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti terkait UNBK jika sekolah tidak ada fasilitas jangan di desak supaya mengikuti UNBK. Kalau tidak bisa UNBK silahkan menggunakan UNKP. Kalau tidak ada fasilitas komputer jangan dinas memaksakan kehendak supaya semua sekolah melaksanakan UNBK, kalau tidak ada masih bisa menggunakan UNKP. Karena memaksa sekolah melaksanakan UNBK dengan fasilitas terbatas, maka bisa berujung pada pungli dilakukan oleh pihak sekolah.

Terpisah Kepala Cabang Dinas (KCD) Mataram-Lombok Barat (Malomba) Abdurrosyidin mengaku sesuai dengan arahan dari Dinas Dikbud NTB untuk mengarahkan seluruh aparatur SMA, SMK di satuan pendidikan untuk memegang aturan yang berlaku.

“Pengelola keuangan sudah ada aturannya, bahkan penggunaan dana BOS juga sangat rinci dan jelas,” ujarnya.

Dijelaskannya, untuk dana sumbangan dari orang tua peserta didik yang disebut dengan BPP itu sudah ada pedoman pelaksanaannya. Selama mereka berpegangan kepada pedoman atau petunjuknya, maka semuanya tidak ada masalah karena mempunyai dasar

‘Kalau misalnya terjadi kasus-kasus tertentu itu tugas kami melakukan pembinaan supaya tidak boleh dilakukan. Misalnya sudah jelas siswa-siswi yang mendapatkan  Kartu Indonesa Pintar (KIP) tidak boleh dilakukan pungutan atas nama BPP,” jelasnya.

Kemudian jika nantinya ada diantara siswa itu secara faktual tidak cocok memegang kartu, tapi secara kasat mata tidak pas artinya mampu, maka selaku kepanjangan tangan dinas, KCD mengarahkan sekolah untuk berkoordinasi dengan masyarakat yang ada disana.

“Kalau kita di dinas sepanjang mendaparkan KIP itu wajib tidak boleh dipungut biaya. Misalnya kalau PKH itu di kemensos dan Dinsos,” jelasnya.

Selain itu, ada kondisi siswa faktanya miskin dan tidak mampu membayar BPP, tapi tidak mendapatkan KIP, maka inilah akan diberikan afirmasi atau keberpihakan dengan cara langsung mengecek ke rumah yang bersangkutan dan untuk hal ini diberikan kewenangan sekolah.

“Mereka yang lebih tahu kondisi siswa tersebut makanya kita berikan kewenangan kepada sekolah,” katanya.  (adi)

Komentar Anda