Gubernur Anulir Usulan Nama Pejabat PT BPR

H Muhammad Amin (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Polemik berkepanjangan tentang usulan nama-nama komisaris dan direksi PT  Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NTB  akan segera berakhir.

Gubernur NTB, TGH M Zainul  Majdi selaku pemegang saham pengendali, telah  menginstruksikan agar masalah PT BPR diproses ulang. Wakil Gubernur NTB, H Muhammad Amin mengungkapkan, gubernur telah mengumpulkan semua jajarannya untuk melakukan rapat tentang kisruh PT BPR NTB yang beberapa waktu terakhir terus menjadi sorotan. “Pak Gubernur sudah rapatkan masalah kisruh PT BPR, beliau instruksikan agar semuanya diproses ulang,” terang Wagub kepada Radar Lombok via telepon, Kamis sore (25/5).

Berdasarkan rapat evaluasi tersebut, telah disepakati proses yang saat ini ada di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tidak dilanjutkan. Mengingat, semuanya akan ditata ulang dari awal untuk menyesuaikan dengan berbagai aturan yang ada.

Ditegaskan Amin, atas intruksi gubernur tersebut, maka nama-nama calon komisaris dan direksi   terkena perubahan juga. “Nama-nama yang sudah diusulkan akan dirubah, kita ulang lagi dari nol. Yang penting Pak Gubernur minta tidak ada aturan yang dilanggar,” kata Amin.

Kepada  anggota DPRD, akademisi dan juga pers, Amin menyampaikan terima kasih atas kontrol yang dilakukan selama ini. “Kalau kami memang dinilai ada kekeliruan, silahkan saja ditegur. Kita kawal bersama NTB ini, memang sih awalnya ada perbedaan interpretasi. Tapi kan sekarang Pak Gubernur sudah tegas intruksikan agar disusun ulang dari nol,” ucap Amin.

Seperti diberitakan Radar Lombok sebelumnya, usulan nama-nama komisaris dan direksi PT BPR diduga melanggar perda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penggabungan Dan Perubahan PD BPR NTB Menjadi PT BPR NTB.

Salah satu nama yang diusulkan menjadi komisaris yaitu Yoyok Antoni. Yoyok merupakan ipar Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB H Rosiady Sayuti. Rekam jejak Yoyok sendiri pernah menjadi anggota dewan pengawas PD BPR Lombok Barat tahun 2012 hingga 2014. Namun pada tahun 2015 tidak lolos tes karena tidak memenuhi syarat untuk jabatan yang sama periode 2015-2020.

Baca Juga :  Genangan di Jalan Protokol Kota Mataram Disebabkan Drainase Buruk

Yoyok juga pernah bekerja di PT Gerbang NTB Emas (GNE) sebagai direktur keuangan. Namun karena mengecewakan, kemudian dia dijadikan staf biasa. Sementara, dalam perda sudah sangat jelas syarat menjadi komisaris seperti berintegritas, memiliki kemampuan dan rekam jejak yang baik.

Selain Yoyok,  diusulkannya nama Jamratul Rahili sebagai direktur pemasaran PT BPR NTB. Pada pasal 23 dalam Perda disebutkan bahwa, calon anggota direksi berasal dari internal BPR NTB. Sementara, nama Jamratul Rahili, bukanlah pegawai BPR. Namun Jamratul selama ini sudah dikenal orang yang dekat dengan penguasa NTB.

Ada juga nama Iwan yang diusulkan menjadi direksi, padahal statusnya saat ini merupakan tersangka. Sementara dalam perda maupun aturan lainnya, rekam jejak dan integritas menjadi syarat penting untuk mendapatkan posisi komisaris maupun direksi.

Anggota DPRD NTB  menyambut baik jika eksekutif mau taat dan patuh terhadap perda. Mengingat, perda merupakan salah satu bentuk perundang-undangan yang diproduksi oleh lembaga resmi DPRD NTB. “Bagus sih kalau gubernur mau taat aturan, kita  kan hanya mengingatkan saja. Komisi III juga  tidak akan menyetujui penyertaan modal pada pihak yang melanggar perda,” kata Ketua Komisi III DPRD NTB, Johan Rosihan kepada Radar Lombok, Kamis kemarin (25/5).

 Selama ini, Perusahaan Daerah (PD) BPR NTB tetap mendapat penyertaan modal. Untuk merubah badan hukum dari PD menjadi PT, maka jumlah modal daerah yang harus disertakan juga tentunya lebih besar.

Konsekuensi dari ancaman tidak akan disetujui penyertaan modal tersebut, dipastikan berdampak sistemik kepada nasib PT BPR kedepan. “Silahkan saja kalau eksekutif tetap ngotot mau langgar perda, kita juga bisa kok ngotot,” ujar mantan ketua panitia khusus  (Pansus) Raperda tentang PT BPR.

Baca Juga :  Dewan Sebut Hutan Kota tak Sesuai Perencanaan

 Ditambahkan, selama ini daerah tetap memberikan penyertaan modal sekitar Rp 27 miliar kepada PD BPR NTB. “Besok tentu akan lebih besar karena sudah menjadi PT, tapi kita tidak akan menyetujuinya. Bisa kena masalah juga kita kalau menyetujui sesuatu yang melanggar aturan,” katanya.

Senada dengan itu, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi NTB, Ruslan Turmuzi juga akan pasang badan menolak pemberian penyertaan modal pada PT BPR NTB. “Katanya mau diselesaikan secara baik-baik, ya ini kita sarankan dengan cara baik-baik agar jangan langgar perda. Kalau tetap ngotot dan tidak mau berubah, hak angket juga kita siapkan. Syukur dah kalau gubernur sudah minta dirubah ulang,” ucap Ruslan.

 Ditegaskan Ruslan, kepala daerah baik bupati, wali kota maupun gubernur yang melawan undang-undang (UU) bisa dikatakan telah melanggar sumpah/janji jabatan. Konsekuensi dari semua itu kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya melalui mekanisme hak angket.

Dalam kisruh PT BPR, gubernur paling bertanggungjawab atas kewenangannya menunjuk komisaris dan direksi. Namun, apabila gubernur melanggar perundang-undangan dengan sengaja, hal itu merupakan kejahatan terhadap Negara. “Sekarang saya tanya, perda itu apakah perundang-undangan atau tidak?,” ujar politisi PDI-P ini.

Dijelaskan Ruslan, bunyi sumpah jabatan seorang kepala daerah, yaitu akan memenuhi kewajiban sebagai gubernur/bupati/wali kota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.

Sikap eksekutif yang berani melanggar perda karena tidak ketidaktahuannya, maka harus diberitahu dan diingatkan. Apabila setelah diberitahu sikapnya tidak berubah, tentu sudah bisa disebut sengaja melanggar UU. “Berarti sekarang masalah PT BPR selesai, kita ini kan bukan permasalahkan yang mereka usulkan itu keluarganya. Tapi pelanggaran perda ini yang berat,” katanya. (zwr)

Komentar Anda