BPPD NTB Tolak Revisi RKUHP

Dinilai Bakal Ganggu Pariwisata NTB

MATARAM– Rencana pemerintah yang mengajukan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai akan berdampak pada industry pariwisata. Lantaran ada sejumlah pasal yang dianggap sangat berpotensi mengganggu pariwisata NTB.

“Jelas, hal ini akan berdampak pada pariwisata di Indonesia, termasuk NTB meskipun baru polemik dan belum ditetapkan,” kata Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB, Anita Ahmad, Rabu kemarin (25/9).

Anita memastikan BPPD NTB ikut menolak dengan adanya revisi RKUHP tersebut. Pasalnya, merugikan seluruh pariwisata yang ada di Indonesia. Dimana beberapa pasal yang dinilai dapat berdampak negatif kepada industry pariwisata.

Menurutnya, ada beberapa pasal yang ditakutkan para turis asing, seperti Pasal 417 dan Pasal 419 dalam RKUHP. Dalam Pasal 417, terdapat aturan melarang persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri. Dengan sanksi penjara paling lama satu tahun atau denda kategori II. Adapun Pasal 419 mengatur pasangan belum menikah yang hidup bersama dapat dipenjara paling lama enam bulan atau denda kategori II dengan denda sekitar Rp 50 juta.

“Hal ini tentunya akan membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Karena, bila RKUHP berlaku, tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat saja akan menjadi ancaman bagi mereka,” tuturnya.

Dikatakannya, dampak dari penolakan RKUHP bagi pariwisata sudah mulai terlihat. Salah satunya, bagi pariwisata di Bali. Sejumlah negara diketahui melakukan warning untuk melakukan kunjungan atau pemberhentian sementara untuk liburan panjang ke sejumlah destinasi wisata.

“Pariwisata di NTB, sekarang ini kan sedang mencoba bangkit. Kalau seperti ini terus, kapan bisa bangkitnya,” terangnya.

Anita yang juga Owner Hotel Grand Legi tersebut menilai, RKUHP kali ini cukuplah berat. Apalagi, setelah travel advice yang dikeluarkan pemerintah Australia di Smartaveller.gov.au. Pada aturan travel advice tersebut, tertulis bahwa kemungkinan turis Australia terkena risiko penjara atau denda saat berwisata di Indonesia. Meskipun tetap dituliskan aturan-aturan undang-undang baru berlaku dua tahun setelah disahkan.

Beberapa detail yang difokuskan pemerintah Australia bagi warganya yang ingin berwisata ke Indonesia terkait RKUHP cukup beragam. Antara lain seks di luar nikah, termasuk bagi hubungan sesama jenis, tinggal bersama sesama jenis, dan tinggal bersama di luar status nikah. Kemudian tindakan tidak senonoh di tempat umum, menghina presiden, wakil presiden, agama, simbol negara dan institusi, hingga mengganggu ideologi.

“Kalau ini berlaku, otomatis wisatawan asing akan was-was. Sekarang saja Australia sudah mengeluarkan warning mereka, tidak menutup kemungkinan negara-negara lain akan ikut,” katanya.

Menurut dia, RKUHP ini bisa mengganggu pariwisata NTB yang tengah bangkit. Apalagi, beberapa provinsi, seperti NTB, Bali dan NTT menjadi salah satu wilayah yang kerap di sambangi wisatawan asing, khususnya, ketika liburan panjang dimulai.

“Selain Australia, pangsa pasar Eropa juga terindikasi akan mengeluarkan warning. Dan ini masalah besar bagi pariwisata,” cetusnya

Senada dengan Anita, Ketua BPPD Lombok Timur Ahmad Roji mengatakan menolak RKUHP, khususnya, pada polemik pariwisata di kalangan wisatawan asing.

“Di satu sisi kami mau memajukan pariwisata. Tapi begitu banyak aturan soal pariwisata saat ini,” katanya.

Menurut Ahmad, pasal-pasal yang ditakutkan wisatawan asing tersebut merupakan ranah privasi. Ia menilai, Pasal 417 dan Pasal 419 yang terkandung di dalam RKUHP tidak bisa diterapkan di Indonesia.

“Kalau seperti ini terus pariwisata kita akan terganggu. Masih rancangan saja sudah berpolemik, bagaimana kalau ditetapkan,” katanya. (dev)

Komentar Anda