Bos PT AMG Ditetapkan Jadi Tahanan Kota

Uang Pengganti Kerugian Negara Kacab AMG Diperbanyak

PUTUSAN: Dua terdakwa korupsi pasir besi, Po Suwandi (baju putih) dan Rinus adam Wakum (baju hijau), bangun dari kursi persidangan usai mendengar majelis hakim membacakan putusan. (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram menetapkan Bos PT Anugerah Mitra Graha (AMG), Po Suwandi, terdakwa korupsi tambang pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lotim yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 36,4 miliar, sebagai tahanan kota.

“Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan kota. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” kata Gede Ariawan selaku ketua majelis hakim tingkat banding saat membacakan amar putusan, Selasa (5/3).

Putusan hakim itu dengan menguatkan putusan majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram, tertanggal 5 Januari 2024 dengan perkara nomor: 17/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr. “Menguatkan putusan pengadilan tipikor pada PN Mataram yang dimohonkan banding,” sebutnya.

Putusan hakim pengadilan tipikor pada PN Mataram yang dikuatkan hakim PT Mataram itu, menyatakan terdakwa Po Suwandi terbukti secara dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama primer penuntut umum. Yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hakim tingkat pertama itu diketuai Isrin Surya Kurniasih. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti.

Baca Juga :  Empat Saksi Akui “Surat Sakti” Ditandatangani Zainal Abidin

Isrin juga turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 17,7 miliar subsider 6 tahun kurungan pengganti. Dan dalam putusannya, hakim pengadilan tingkat pertama menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan kota.

Sementara, untuk terdakwa Rinus Adam Wakum selaku kepala cabang (Kacab) PT AMG. Majelis hakim tingkat banding mengubah putusan pengadilan tipikor PN Mataram. “Mengubah putusan pengadilan tipikor pada PN Mataram yang dimintakan banding, mengenai pidana tambahan uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa (Rinus Adam Wakum),” sebut Gede Ariawan yang juga menyidangkan perkara milik Rinus Adam Wakum.

Rinus Adam Wakum dijatuhi pidana penjara selama 14 tahun dan pidana denda sebesar Rp 650 juta. “Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ujarnya.

Majelis hakim turut menjatuhkan pidana tambahan ke terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 18,7 miliar subsider 6 tahun pidana kurungan badan. “Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan dengan pidana yang dijatuhkan,” katanya.

Hakim menjatuhkan hukuman demikian dengan menyatakan terdakwa terbukti secara dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama primer penuntut umum. Yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga :  Gelaran WSBK Merugi dan Akan Dihilangkan, Ini Respon Tegas Gubernur

Majelis hakim tingkat pertama, yang juga diketuai Isrin Surya Kurniasih sebelumnya menjatuhi terdakwa pidana penjara selama 14 tahun dan denda Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti.

Untuk uang pengganti, hakim membebankan terdakwa membayar Rp8,2 miliar subsider 5 tahun kurungan pengganti. Uang pengganti yang dibebankan inilah yang diubah majelis hakim PT Mataram, menjadi Rp 18,7 miliar.

Diketahui, kasus yang menjerat para tersangka itu, terungkap bahwa pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36 miliar. (sid)

Komentar Anda