Empat Saksi Akui “Surat Sakti” Ditandatangani Zainal Abidin

BERSAKSI: Trisman (kiri) dan Desna (kanan), ketika memberikan kesaksian terkait korupsi tambang pasir besi, dalam persidangan mantan Kepala Dinas ESDM periode 2021-2023, Zainal Abidin, Selasa (24/10). (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Sidang korupsi tambang pasir besi dengan terdakwa Zainal Abidin, mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB periode 2021-2023, dan Syamsul Ma’rif, Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batubara (Minerba) Dinas ESDM NTB periode 2022, berlanjut, Selasa kemarin (24/10).

Jaksa penuntut menghadirkan lima orang saksi dalam sidang lanjutan tersebut. Diantaranya Rendra Fauzi selaku ASN fungsional ESDM, Desna Atmi Ulfa selaku pegawai kontrak ESDM, Nurmi Asriati selaku Sekretaris Pimpinan ESDM, Niken selaku Sekretaris ESDM, dan Trisman selaku Kepala Bidang Minerba ESDM Periode 2023.

Empat dari lima mantan bawahan Zainal Abidin tersebut, mengakui “surat sakti” yang diberikan kepada PT AMG yang dijadikan dasar pengapalan hasil tambang pasir besi, merupakan tanda tangan milik Zainal Abidin. “Iya serupa (tanda tangan Zainal Abidin),” ucap saksi Desna, Rendra, Nurmi Asriati dan Trisman secara bergiliran di ruang sidang Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Mataram.

Yang terakhir mengakui surat sakti yang ditandatangani Zainal Abidin, yang diperuntukkan ke PT Anugerah Mitra Graha (AMG) itu, yakni Trisman. “Iya, ditandatangani (Zainal Abidin),” ujar Trisman.

Surat sakti itu berupa surat keterangan yang digunakan PT AMG untuk pengapalan hasil tambang pasir besi. Sebelum surat keterangan yang terbit 27 April 2022 itu, Trisman menceritakan prosesnya.

Berawal dari Kacab PT AMG, Rinus Adam Wakum datang ke Kantor ESDM NTB di Jalan Majapahit, Kota Mataram, dengan tujuan dibuatkan surat penyataan bahwa rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB)-nya masih dalam proses di Kementerian ESDM.

“Awalnya saya menolak, karena itu bukan wewenang saya sebagai Kabid (Kepala Bidang). Kalau ada arahan dari pimpinan (Zainal Abidin), saya akan buatkan,” katanya.

Setelah mengatakan demikian, Rinus Adam Wakum yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini beranjak ke lantai dua, ke ruangan Zainal Abidin. Tidak lama, Rinus kembali menemui dan meminta dikonsepkan surat keterangan. Namun permintaan Rinus itu tanpa dikonfirmasi ulang ke Zainal Abidin.

“Terus saya memanggil Mukhtar (staf di ESDM) untuk membuat konsep surat, dan kemudian mengajak Rendra (salah satu ASN ESDM),” sebutnya.

Baca Juga :  Pemprov Bantah Program Beasiswa NTB Dihapus

Trisman kemudian mengarahkan Rendra untuk membuatkan PT AMG surat keterangan, berbunyi RKAB-nya masih dalam tahap evaluasi. “Rendra membuat konsep surat dari USB yang diberikan oleh Mukhtar. Rendra tugasnya hanya mengetik dan print (mencetak) saja,” tuturnya.

Usai di print, Rendra menyerahkan surat keterangan tersebut, ke Desna (pegawai kontrak ESDM). Desna kemudian mengantarkan surat itu ke Trisman, yang kemudian di paraf. “Saya baca dan paraf. Tidak ada saya koreksi,” timpalnya.

Setelah di paraf, surat itu kemudian dibawa Desna ke Zainal Abidin. Akan tetapi surat mendapat koreksi dari Zainal Abidin, perihal tembusannya. “Diperbaiki dan di print kembali oleh Desna selembar. Kemudian saya paraf, dan di bawa kembali ke Pak Kadis (Zainal Abidin),” ucapnya.

Dan surat pernyataan itu ditandatangani Zainal Abidin, dan memerintahkan Trisman untuk menyerahkannya ke Rinus. Jadi menurutnya tanda tangan itu miliknya Zainal Abidin, bukan orang lain. “Tahu dari bentuk tanda tangan,” yakinnya.

Dengan adanya surat itu, Trisman mendapatkan upeti dari Rinus Adam sebesar Rp 20 juta. Dimana uang itu diterima sebanyak dua kali, yakni pertama bertempat di Kantor ESDM sebesar Rp 5 juta, kemudian Rp 15 juta di Hotel Lombok Plaza. “Saat saya antarkan surat itu. Saya yang menghubungi dia (Rinus Adam),” kata Trisman.

Sebelumnya, Zainal  Abidin ketika bersaksi untuk terdakwa Rinus Adam, dan Dirut PT AMG, Po Suwandi, membantah kalau dirinya menandatangani surat keterangan yang mengatakan bahwa RKAB PT AMG masih dalam proses. Bahkan Zainal Abidin mencabut keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP) saat bersaksi di persidangan.

Salah satu yang ditolak diakui Zainal Abidin, yaitu mengenai pernah memerintah Trisman untuk menghubungi mitra untuk mensupport gelaran MGXP Sumbawa tahun 2022.

Namun dalam kesaksian Trisman, bahwa dirinya diminta Zainal Abidin untuk menghubungi mitra tersebut, salah satunya PT AMG. Trisman mengungkapkan hal tersebut, menanggapi pertanyaan jaksa penuntut umum. “Iya, kita diminta back-up untuk support tiket penonton. Itu arahan dari pimpinan, beliau (Zainal Abidin) sampaikan itu di ruangan saya,” jawab Trisman.

Baca Juga :  JPN Kejati NTB Panggi PT GTI

Dia pun menyampaikan bahwa terdakwa Zainal Abidin sebagai Kepala Dinas ESDM NTB, meminta dirinya secara khusus untuk menghubungi seluruh mitra, termasuk PT AMG. “Waktu itu saya hubungi Rinus, dan saya sampaikan sesuai arahan pimpinan (Zainal Abidin), mohon bantuan untuk pembelian tiket (MXGP),” ujar Trisman.

Arahan terdakwa, jelas dia, bukan dalam bentuk permintaan uang, melainkan hanya dukungan secara umum dari pihak mitra. Usai menyampaikan kepada Rinus, Trisman mengakui bahwa dirinya mendapatkan dukungan dalam bentuk uang senilai Rp35 juta, dan uang tersebut diberikan melalui transfer ke rekening milik Desna. “Ditransfernya tanggal 20 Juni 2022, dan penarikannya 21 Juni 2022. Itu melalui rekening Desna,” ucap dia.

Setelah mendapatkan kiriman uang, Trisman menghubungi Desna, dan meminta untuk melakukan pembelian tiket nonton MXGP pada Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfotik) NTB, sebesar Rp 15 juta. “Kalau tidak salah itu untuk 100 tiket,” katanya.

Tiket yang dibeli dari Diskominfotik NTB kemudian diberikan Desna kepada Trisman. Ada yang sebagian dibagikan secara gratis kepada masyarakat, dan ada juga ke terdakwa Zainal Abidin. “Ke pimpinan (Zainal Abidin) itu saya berikan dalam amplop, titip lewat Bu Sri (Sekretaris Kadis ESDM NTB),” ujarnya.

Staf UPTD Samsat Sumbawa Barat ini juga mengaku tidak pernah memberikan uang tunai yang bersumber dari PT AMG kepada terdakwa Zainal Abidin. “Tiket (diberikan), bukan uang. Itu tanggal 21 Juni. Yang jelas sebelum berangkat (Zainal Abidin) ke Sumbawa,” kata Trisman.

Diketahui, pengerukan tambang pasir besi yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut, tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Dengan tidak adanya persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36 miliar. (sid)

Komentar Anda