BELAJAR DARI KOPI

Salah satu Mega Event dalam Puasa Ramadhan adalah Nuzulul Qur’an. Peristiwa yang mengabarkan kita tentang turunnya Firman Allah kepada Kekasihnya Muhammad Rasulullah wa Habibullah.

Quran adalah pembeda antara baik buruk, salah benar, hak dan bathil. Isinya juga adalah kabar masa lalu dan masa datang, serta metode mengahadapi masa demi masa sesuai zamannya, sehingga selalu mampu menjawab setiap tantangan zaman bagi yang mengerti cara memahaminya.

Melalui Quran, kita bisa tahu bagai mana cara berbeda, cara menghadapi keberagaman dalam melihat sekeliling sosial masyarakat, bisa faham bahwa warna itu tak hanya hitam saja, sehingga tak kaget melihat Pelangi.

Belajar dan mempelajari perbedaaan dapat dilakukan dimana saja. Bahkan Mas Mendikbud dan Ristek, Nadhim Makarim pun punya tagline dalam memajukan pendidikan Indonesia melalui Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka.

Kemerdekaan mempelajari perbedaan ini dicontohkan oleh Abu Bongoh, Krotek dan Guru Dolle, dengan mengunjungi kawasan tanaman kopi di Lombok Utara. Didampingi Ketua Asosiasi Kopi NTB, Dody Adi Wibowo yang juga pemilik “Etnic Coffee Lombok”. Pada salah satu kawasan kebun kopi di Dusun Selelos, Lombok Utara, ia bercerita tentang hulu hilir kopi, mulai dari proses penanaman hingga beberapa varian kopi yang menimbulkan beragam rasa.

Menikmati kopi yang enak dan nikmat itu ada beragam cara. Ada yang dinikmati melalui aroma yang dilakukan dengan mengangkat cangkir kopi, dan mendekatkannya ke hidung. Hmmmmmm…… aromanya begitu menggoda.

Baca Juga :  MENGHUKUM TANGAN

Ada pula dengan mendekatkan cangkir ke bibir, kemudian panasnya kopi diseruput dan menimbulkan suara yang tak bisa dituliskan dengan huruf.

Kita memang dianugerahi beragam nikmat tiada tara, termasuk bagaimana menikmati sesuatu dengan cara menyeruput.

Dalam kaidah Bahasa, seruput adalah tindakan atau aktifitas memindahkan benda cair dari sebuah bejana kedalam perut melalui rongga mulut, yang diawali dengan sentuhan bibir dan menimbulkan suara atau bunyi yang tak bisa dituliskan dengan kumpulan huruf, sehingga kita sepakat bunyi itu dituliskan sebagai seruput.

Hidup inipun juga demikian, dari benda yang satu berproses ke benda lainnya melalui cairan suci yang ditampung dalam bejana suci yang kemudian disepakati bernama rahim, ditampung dalam kurun waktu tertentu untuk kemudian ditiupkan kehidupan oleh-NYA melalui ruh dan nyawa untuk seterusnya menjadi kelahiran manusia.

Memindahkan cairan suci itu berproses dalam sebuah adegan kemesraan yang dilindungi oleh bingkai pernikahan yang melahirkan kenikmatan tak terumuskan dalam kata, bahkan tak sedikit cerita air liurpun mengalir tanpa sadar.

Ketika kesadaran terbangun, air liur itu spontan ditarik oleh tarikan nafas yang kemudian kembali masuk ke rongga mulut melalui bibir dan terdengar suara Syrufutttttt…..

Baca Juga :  Semoga Kalian Tidak

Ngopi merupakan cara menikmati anugerah Tuhan yang sangat nikmat ini melalui kesadaran akan keberagaman dan keberbedaan. Itulah bedanya kopi Lombok khususnya, dan kopi Nusantara pada umumnya.

Menurut Doddy, perbedaan kopi Lombok dengan kopi di beberapa negara lain di dunia, adalah soal tanaman pendukung kopi. Tanaman kopi di beberapa negara lain hanya memiliki satu tanaman pendukung atau tanaman pelindung. Sedangkan di Lombok memiliki banyak tanaman pelindung dan pendukungnya, seperti tanaman gamal, lamtoro, dadap, tanaman lada, dan tentu tanaman lainnya.

“Apa maknanya…?” tanya Bongoh.

“Belajarlah dari pohon kopi itu…?” sahut Guru Dolle.

“Maksudnya…? Tanya Krotek.

“Lihat saja…. Beragam tanaman pendukung membuat tanaman utamanya menghasilkan kelezatan yang tiada tara. Nikmatnya Kopi Nusantara ada pada beragamnya pohon pelindung disekitarnya.

Karena itu, keberagaman dalam melihat perbedaan diantara kita tentu akan menghasilkan kebersamaan, menghargai sesame, sehingga kedamaian bisa dinikmati,” jelas Guru Dolle.

“Belajarlah dari tanaman kopi itu, ternyata kekuatan dan keindahan Indonesia dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” ditopang oleh keberagaman suku bangsa, agama, budaya, serta adat istiadatnya. Itulah sebabnya Indonesia yang diwariskan oleh nenek moyang kita harus dijaga dan terus diperkuat dengan cara saling kenal-mengenal dan menjaga, serta melindungi dan menghargai antar sesame,” tutur Guru Dolle mengakhiri. (*)

Komentar Anda