Ahmad Dani Cs Ditetapkan Tersangka

DITAHAN: Rachmawati Soekarnoputri bersama Sembilan tokoh lainnya ditetapkan sebagai tersangka maker dan pelanggaran UU ITE. Nampak Rachmawati Soekarnoputri menjalani pemeriksaan kesehatan di Mako Brimob Kelapa Dua, Jumat kemarin (2/12).

JAKARTA— Polri menangkap sepuluh orang aktivis terkait dugaan makar dan menyebarkan berita bohong kemarin.

Sepuluh orang itu juga secara resmi ditetapkan menjadi tersangka. Bagaimana bentuk upaya makar itu belum dijelaskan kepolisian, namun kemungkinan besar berhubungan dengan surat yang dibuat sejumlah aktivis itu ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).             Sepuluh orang yang ditangkap itu adalah Ahmad Dhani, Kivlan Zein, Adityawarman, Eko, Firza Huzein, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Jamran dan Rizal Kobar.

Kabagpenum Divhumas Mabes Polri Martinus Sitompul membenarkan bahwa sepuluh orang tersebut memang ditangkap di sejumlah tempat yang berbeda. Pemeriksaan dilakukan pada sepuluh orang itu di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. ”Benar itu,” jelasnya.

Penangkapan itu memang dikarenakan dugaan makar yang akan dilakukan beberapa orang tersebut. Menurutnya, penangkapan yang dilakukan hampir bersamaan itu kemungkinan terkait satu sama lain. ”Namun, semua masih diperiksa lagi. Sebenarnya, mereka juga pernah beberapa kali dipanggil untuk kasus ini, tapi absen,” paparnya.

Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Mabes Polri Kombespol Rikwanto menuturkan, untuk dugaan makar dengan pasal 107 dan pemufakatan jahat pasal 110  KUHP dikenakan pada delapan orang. Lalu, untuk dua orang itu dikenakan pasal 28 undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). ”Yang UU ITE itu untuk inisial JA dan RK, delapan sisanya pasal makar,” terangnya.

Kemungkinan besar dugaan makar itu disulut dengan adanya surat yang ditujukan pada MPR. Isi surat tersebut meminta pada MPR untuk menggelar sidang istimewa yang memutuskan sejumlah hal krusial. Diantaranya, menyatakan berlakunya undang-undang 1945 asli, mencabut mandat presiden dan wakil presiden, serta mengangkat presiden yang baru.

Menanggapi soal surat tersebut, Rikwanto menuturkan bahwa saat ini pendalaman masih dilakukan. Namun, yang pasti surat itu sudah lama beredar di media sosial. ”Nanti, kalau detilnya Kapolri akan umumkan Sabtu,” ujarnya.

Ahmad Dhani menjadi satu dari sepuluh orang yang dijemput pihak berwenang kemarin pagi. Pentolan grup band Dewa itu ditangkap di Hotel Sari San Pasific, Menteng, Jakarta Pusat dan diperiksa di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Didampingi Habiburokhman, Dhani menjalani proses pemeriksaan dengan santai.

Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) itu mengatakan Dhani tidak hanya santai saat diperiksa. Saat ini Dhani juga masih dalam keadaan sehat. "Semua pemeriksaan sudah selesai," katanya saat dihubungi melalui pesan singkat whatsapp kemarin (2/12). Untuk Ahmad Dhani sendiri, politikus Partai Gerindra itu mengatakan dirinya dikenakan pasal 207 KUHP, yang merupakan delik penghinaan terhadap penguasa. "Yang berkaitan dengan demo 4 November kemarin," imbuh dia.

Sementara itu, Razman Arif Nasution, ditunjuk sebagai kuasa hukum Sri Bintang Pamungkas. Saat dijumpai di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pihaknya mengatakan Sri Bintang disangkakan pasal 107 jo 110 kuhp jo 87 KUHP pidana terkait tindakan makar."Pak Bintang bilang, belum di-BAP. Tetapi di situ ditulis sudah di-BAP. Dan beliau merasa tidak melakukan tindakan makar," katanya di Mako Brimob.

Dia melanjutkan, aktivis yang melambung namanya saat era pemerintahan Soeharto itu dijemput setelah salat subuh di kediamannya Cibubur. Akan tetapi, Bintang mengaku tidak melakukan pertemuan. "Katanya karena youtube di bawah jembatan Kalijodo. Itu seharusnya dicek ke-orisinalitas-nya," tegas Razman.

Saat dijemput sekitar pukul 06.00, petugas tidak mau memberikan surat penangkapannya. Melainkan menunjukkan adanya bukti dari youtube atas laporan Ridwan Hanafi. "Saya juga tidak tahu siapa itu. Itu juga yang dialami Pak Kivlan Zein," lanjutnya.

Razman berharap, Polri benar-benar melakukan sesuai prosedur. Karena semua sudah ditetapkan sebagai tersangka, Razman mempertanyakan apakah Polri sudah memiliki dua alat bukti."Coba bayangkan, kapan diperiksa sebagai saksi. Kalau ada surat laporan dari saudara Ridwan Hanafi, harusnya ada surat panggilan dulu dong. Harus clear supaya rakyat tahu. Jangan nanti ada dugaan ada apa dengan delapan orang ini. Kami akan koordinasi. Ingin ada tim yang kuat, bahwa kami tidak melakukan tindakan," katanya.

Supaya alat bukti youtube yang mengkritisi pemerintahan Jokowi yang dimaksud tidak menjadi bumerang, sebagai kuasa hukum dia ingin memeriksa kembali. Terlebih delapan orang dari catatan yang sudah tersebar menyebut bahwa semua berkaitan dengan makar. Yang dilaporkan oleh Ridwan Hanafi

Sejumlah kerabat sepuluh orang yang ditangkap tidak percaya dengan penangkapan tersebut.  Misalnya, Yusril Ihza Mahendra. Dia datang ke Markas Korps Brimob Polisi tepat pukul 11.00 WIB “Saya sudah komunikasi dengan Bu Ratna Sarurampaet. Saya datang kemari untuk membela dia,” ujarnya. 

Pria kelahiran Kepulauan Bangka Belitung itu menyebutkan bahwa Ratna tidak bersalah. Dan dia meyakini itu. Menurutnya, penangkapan terhadap Ratna dinilai tidak masuk akal. "Tidak ada bukti kalau Bu Ratna ikut makar," terangnya. 

Dia mengaku tidak mengetahui apa yang ada dalam isi otak para penyidik. "Saya kurang tahu pasti apa yang ada dalam pemikiran para penyidik. Nangkap orang kok seenaknya," tuturnya. Dirinya telah memastikan bila Ratna tidak terlibat dalam upaya makar. 

Isu awal, kata dia, Ratna diduga ikut pertemuan di Hotel San Pasific, Menteng Jakarta Pusat pada 1 Desember lalu. Yusril mengaku tidak tahu menahu tentang pertemuan itu. "Denger-denger diskusi biasa. Lah, saya sudah pastikan ke Bu Ratna apakah dirinya (Ratna, Red) ikut diskusi? Ternyata tidak," paparnya. 

 Yusril menuturkan pada saat itu Ratna sedang berada di rumah. Tidak ikut dalam pertemuan pada 1 Desember tersebut. Kemudian saat ditanya bagaimana kondisi Ratna, Yusril mengklaim dalam keadaan baik. "Ada tiga dokter yang telah memeriksa kondisi kesehatan Bu Ratna. Mulai tinggi, suhu, sampai tekanan darah dalam tubuh dan semua baik-baik saja," tegasnya. 

Sementara, Wakil Presiden Jusuf Kalla menaruh atensi pada penangkapan delapan orang yang diduga akan melakukan aksi makar oleh polisi. Dia menuturkan bahwa semua orang tentu harus menghormati hukum yang sedang dilakukan polisi itu. ”Baru saja mendengar (penangkapan, red). Nanti proses hukum lah,” ujar JK.

Dia mengungkapkan bahwa masyarakat tidak perlu berspekulasi terlebih dahulu terkait dengan penangkapan tersebut. Proses hukum yang akan membuktikan orang-orang yang dibekuk itu bersalah atau tidak. ”Kalau dia tidak salah memang pasti tidak apa-apa (dibebaskan, red),” tambahnya.

Saat ditanya lebih lanjut potensi makar atau penggulingan pemerintah yang mengiringi aksi damai bela Islam kemarin, JK enggan berkomentar lagi. Dia pun memilih untuk menunggu hasil pemeriksaan penyelidik. ”Biar nanti pemeriksaan polisi lah,” tegas dia.

 Penangkapan sejumlah tokoh yang diduga merencanakan aksi makar ditanggapi ragu-ragu oleh sejumlah pihak. Salah satunya, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto yang mengaku tidak yakin sejumlah tokoh itu melakukan makar, dan mendorong agar mereka dilepas."Kalau saya sih dilepas saja, saya yakin mereka nggak berbahaya," ujar Prabowo kepada wartawan di kantor DPP Partai Gerindra.

Menurut Prabowo, dirinya secara pribadi mengenal sebagian tokoh yang ditangkap. Secara personal, Prabowo memandang mereka sebagai orang-orang yang idealis, patriotik, nasionalis, bahkan romantis. Karena itu, Prabowo tidak yakin jika mereka betul-betul berniat melakukan makar."Kalau saya belum yakin. Mungkin mereka ingin perubahan cepat. Saya berkali-kali mengajak mereka berjuang dalam sistem," ujarnya.

Layaknya proses hukum, para tokoh terduga makar layak mendapatkan pembelaan hukum. Jika nantinya mereka tidak terbukti melakukan makar, sebaiknya para tokoh itu segera dilepas. "Saya jamin beliau beliau ini cinta tanah air," tandasnya.

Sementara Ketua MPR Zulkifli Hasan termasuk yang prihatin dengan langkah polri menangkap sejumlah tokoh atas dugaan tindakan makar. Dia berharap polri segera bisa menjelaskan secara terang benderang pelanggaran hukum yang telah dilakukan. 

”Mudah-mudahan nanti bisa dijelaskan dengan baik apa yang sebetulnya terjadi, apa masalah yang dihadapi kawan-kawan itu,” kata Zulkifli, di Komplek Parlemen, Jakarta, kemarin. 

Dia membeber Rachmawati dkk. yang akhirnya ditangkap memang sempat menyampaikan rencana datang ke gedung MPR/DPR, kemarin. Namun, rencana tersebut telah ditolak. ”Saya bilang kalau hari ini (kemarin, Red) nggak bisa dulu,” tuturnya. 

Alasanya, ungkap ketua umum PAN tersebut, telah ada kesepakatan lebih dulu kalau aksi 2 Desember dilaksanakan di Monas. ”Kalau ada agenda lain nanti bisa disalahpahami, bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu. Jadi, saya juga belum dapat laporan lengkapnya, kenapa ditangkap,” tandasnya. 

Terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga hanya bisa berharap agar polisi menahan diri. ”Jangan membuat interpretasi baru terhadap hukum untuk kepentingan sesaat,” ujarnya, saat dihubungi dalam perjalanan menuju Uzbekistan. 

Berbeda dengan aksi 4 November lalu, kali ini, Fahri absen turun dalam kegiatan aksi. Di negara Asia Tengah itu, yang bersangkutan diundang pemerintah setempat menghadiri pemilu presiden di sana. ”Sebaiknya, polisi berkonsultasi kepada ahli,” sarannya, kemudian. 

Sementara Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri segera mencopot Kapolda Metro Jaya karena telah melakukan penangkapan terhadap delapan tokoh masyarakat menjelang berlangsungnya aksi damai 212. IPW berpendapat bahwa aksi penangkapan tersebut adalah wujud arogansi dan kesewenang wenangan Kapolda Metro Jaya. Hal itu, lanjutnya, sangat bertolak belakang dengan sikap Kapolri yang itens melakukan pendekatan dan dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat menjelang aksi damai 212.

Ketua Presidium IPW Neta S. Pane menyatakan bahwa Kapolda Metro Jaya tidak punya dasar hukum yang jelas dalam menangkap kedelapan tokoh itu. "Apalagi jika Polda Metro Jaya menangkap mereka dengan alasan telah melakukan upaya makar, yang tolok ukurnya tidak jelas secara hukum," kata Pane.

Dia mengatakan bahwa aksi penangkapan tersebut juga menjadi tindakan berlebihan dari Kapolda Metro Jaya. Seharusnya, kata dia lagi, Kapolda Metro Jaya segera menangkap Ahok sebagai sumber masalah dan bukan menangkap kedelapan tokoh. Karena secara nyata Ahok sudah melakukan penistaan agama hingga dinyatakan sebagai tersangka. "Tapi kenapa Ahok sebagai sumber masalah tidak ditangkap.  Kenapa yang ditangkap justru kedelapan tokoh. Tindakan Kapolda MetroJaya initerlalu mengada ada danbisa menimbulkan kegaduhan politik," tandasnya.

Karena itu Pane menuturkan bahwa pihaknya mendesak Kapolri segera mencopot Kapolda Metro Jaya dan segera membebaskan kedelapan tokoh. "Agar situasi politik ibukota tidak semakin panas," imbuhnya.

Sebab, menurut dia, pasal-pasal makar sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Khususnya, pasal tentang makar yang hanya menyangkut perbedaan pendapat. ”Sebaiknya mari kita jaga situasi damai ini, sebab mahal sekali ini bagi kita,” imbuhnya. (idr/glo/sam/dyn/dod/bay/jun)