MATARAM- Ibadah Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Kota Mataram berlangsung lancar. Selama 24 jam, wilayah Cakranegara seperti kota mati karena tidak ada aktivitas warganya. Toko-toko tutup. Sehari sebelum Nyepi, pawai Ogoh-ogoh digelar di Jalan Pejanggik. Pawai Ogoh-ogoh tahun ini punya lebih banyak peserta dibanding tahun lalu. Sebab pesertanya tidak hanya dari Mataram, melainkan juga dari Lombok Barat dan Lombok Tengah. Mereka menampilkan Ogoh-ogoh (raksasa) berbagai ukuran. Ogoh-ogoh menyimbolkan keburukan.
[postingan number=4 tag=”nyepi”]
Wali Kota Mataram H. Ahyar Abduh menyatakan rasa syukurnya bisa kembali hadir membuka pawai Ogoh-ogoh. Sebelumnya, saat berlangsung Upacata Melasti di Pantai Loang Baloq, Ahyar Hadir. Ia mendapat gelar “Guru Wisesa” oleh masyarakat Hindu.
Bagi Ahyar, Pawai Ogoh-ogoh dan Nyepi adalah momentum yang sangat tepat untuk memupuk kembali semangat kebersamaan dan toleransi antar umat beragama di Mataram. “ Ayo jaga terus semangat kebersamaan dan toleransi. Inilah yang harus terus dipelihara, ditingkatkan, dan ditularkan ke daerah lain. Inilah Kota Mataram yang harus terus kita bangun menjadi kota yang maju, religius, dan berbudaya”, ungkapnya.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB Drs Gede Mandra menyatakan kualitas dan kuantitas Ogoh ogih setiap tahun terus meningkat.
Masing-masing Ogoh-ogoh punya nama dan tema, sebagaimana yang ditampilkan Gerakan Pemuda Pagesangan (GEMPA) yang membuat replika Prabu Sutasoma. Pembuatan Ogoh-ogoh ini menghabiskan dana sekitar Rp 14 juta dengan waktu pengerjaan sekitar 1 setengah bulan.” Ogoh-ogoh ini kami buat kurang lebih satu bulan lebih sejak bulan Februari dengan biaya 14 juta,” ungkap Wayan Ardana, ketua pembuatan Ogoh-ogoh Lingkungan Pagesangan.(dir/ami)