Keputusan DPRD Harus Melalui Paripurna

MATARAM – Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB, Busrah Hasan mengatakan keputusan DPRD adalah sebuah keputusan yang ditetapkan atau diambil melalui rapat paripurna.

Itu artinya, keputusan DPRD NTB terkait persetujuan penjualan 6 persen  PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang dimiliki PT Daerah Maju Bersaing (DMB) bisa dikatakan cacat hukum atau melanggar aturan, karena tidak pernah dibawa ke paripurna.

Menurut Busrah, banyak istilah yang harus dipahami di DPRD. Misalnya ada yang namanya Peraraturan DPRD dan ada yang juga yang disebut keputusan DPRD. Yang dinamakan peraturan DPRD seperti penetapan alat kelengkapan dewan dan lain sebagainya. "Nah kalau yang namanya keputusan DPRD itu harus melalui paripurna," tegasnya kepada Radar Lombok Kamis kemarin (23/6).

Apabila sebuah keputusan tidak diambil melalui rapat paripurna, politisi Partai Golkar ini menyebut hal itu tidak bisa disebut keputusan DPRD. Tetapi ada istilah lain misalnya seperti keputusan pimpinan dewan dan lain-lain.

Disinggung soal proses penjualan saham, dimana keputusan DPRD menyetujui penjualan saham, maka tentunya akan diambil melalui rapat paripurna. "Kalau bukan melalui rapat paripurna namanya bukan keputusan pak, soal penjualan saham kan masih pada tahap tingkat komisi dan fraksi, nanti pasti dibawa ke paripurna," ujarnya.

Baca Juga :  Daeng Ihsan Resmi Jabat Wakil DPRD

Untuk diketahui, keputusan DPRD yang menyetujui penjualan saham, sudah diserahkan ke Pemerintah Provinsi NTB. Keputusan DPRD tersebut tidak melalui mekanisme paripurna, namun hanya sebatas satu kali pertemuan dalam rapat pimpinan saja tanpa dibawa ke sidang paripurna.

Sekretaris Fraksi PDI-P DPRD NTB, Made Slamet menjadi semakin geram. Dirinya sangat menyayangkan sikap pimpinan DPRD yang tidak membawa persoalan penjualan saham ke rapat paripurna. "Aturannya jelas, mau pakai aturan mana saja yang namanya keputusan DPRD itu memang melalui paripurna," ucapnya.

Atas fakta saat ini, Made menjadi semakin yakin bahwa rencana penjualan saham telah cacat hukum apabila dilanjutkan. Dirinya bersama fraksi PDI-P tidak akan pernah diam melihat pelanggaran hukum terjadi di depan mata. "Saya akan gugat kalau saham jadi dijual, ini cacat hukum. Jangan mereka rela melakukan apa saja untuk muluskan program penghapus dosa itu, dan fraksi PDI-P tidak bertanggungjawab ketika masalah ini masuk ke ranah hukum. Pokoknya kami akan gugat," ancam Made.

Baca Juga :  Dewan Tuntut Kenaikan Tunjangan Perumahan

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD NTB dari Partai Demokrat, TGH Mahalli Fikri berpandangan berbeda. Menurutnya, keputusan DPRD tidak harus melalui rapat paripurna, tetapi bisa juga hanya dengan rapat pimpinan saja.

Keputusan DPRD yang menyetujui penjualan saham lanjutnya, telah diserahkan ke Pemprov NTB. Tidak ada mekanisme pelanggaran hukum yang dilakukan meski tanpa melalui rapat paripurna. "Tidak perlu kita bawa ke paripurna, itu cukup persetujuan pimpinan saja. Ada pimpinan dewan, pimpinan komisi dan pimpinan fraksi," terang Mahalli.

Bagi siapa saja dan pihak mana yang menganggap harus keputusan DPRD harus melalui paripurna, maka Mahalli menyarankan agar orang tersebut membuka Tata Tertib (Tatib) DPRD NTB. Dalam Tatib, sudah sangat jelas tercantum bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut hal-hal strategis dapat diputuskan melalui rapat pimpinan. "Saya minta yang ngomong itu baca tatib, gak semua keputusan DPRD harus melalui paripurna. Silahkan buka Tatib makanya," tutup Mahalli. (zwr)

Komentar Anda