Pansus DPRD Panggil Pejabat Pemda Terkait Aset Hotel Tastura

Legewarman (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYAPanitia Khusus Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Aset DPRD Lombok Tengah mulai mendalami berbagai aset di daerah tersebut. Salah satunya aset milik pemda yakni Hotel Tastura Desa Kuta Kecamatan Pujut, yang ternyata kini sudah berubah menjadi Raja Hotel.

Untuk mendalami aset pada Hotel Tastura, pansus sudah memanggil sejumlah pejabat penting di pemda untuk memperjelas aset yang dibangun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 4 miliar rupiah waktu itu.  Mengingat keberadaan Hotel Tastura sedang banyak dipertanyakan aset maupun penghasilannya.

Para pejabat penting yang dipanggil seperti dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Badan Pengelolaan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Asisten III Setda Lombok Tengah. Ternyata  Hotel Tastura yang kini menjadi Raja Hotel sudah mampu memberikan PAD walupun dengan angka masih kurang dari target. Pada tahun pertama, Raja Hotel hanya mampu menyetor PAD Rp 700,000,000 saja. Dengan alasan kondisi ekonomi yang lesu akibat pandemi.

Anggota DPRD Lombok Tengah, Legewarman menyampaikan, pemanggilan beberapa pejabat lingkup pemkab dilakukan untuk mengetahui dan mendapat kejelasan kontribusi keberadaan Raja Hotel. Karena sebelumnya, mereka menganggap aset tersebut masih abu-abu. Setelah dilakukan pertemuan, terungkap sebelumnya pemda pernah menandatangani perjanjian kontrak dengan salah satu perusahaan swasta dengan nilai kontrak Rp 2,5 miliar selama lima tahun. “Akan tetapi ternyata dengan kontrak itu pada tahun pertama terdapat sejumlah permasalahan. Perusahaan itu tidak mampu membayar sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dulu perusahaan itu mengajukan revisi terkait kontrak yang sudah ada. Tetapi pemda tidak menanggapi dan mengajukan agar melalui prosudur ke pengadilan. Cukup dengan perusahaan mengajukan sedang pailit di pengadilan sebagai dasar untuk bisa ditanggapi pemda,” ungkap Legewarman, Selasa (22/2).

Baca Juga :  Dua Begal di Loteng Ditangkap

Setelah diklarifikasi dan ditelusuri kontrak yang dibangun pada saat itu, ternyata tidak ditemukan sampai sekarang. Pihaknya menilai begitu amburadurnya tata kelola aset pada saat itu. “Untuk Rp 2,5 miliar itu ternyata tidak ada penyelesaiannya. Tetapi pada saat itu, pengakuan dari Kabag Aset, pernah dibentuk tim penyelesaian yang dibuat bupati. Ternyata perusahaan sebelumnya tetap tidak mampu untuk membayar,’’ terangnya.

Setelah perusahaan sebelumnya ini dinyatakan tidak mampu membayar pada saat itu. Maka tim penyelsaian mendata sejumlah aset yang dimiliki perusahaan tersebut pada bangunan Hotel Tastura sehingga tercatat Rp 1,9 miliar yang diambil oleh pemda. “Setelah dikurangi dengan aset itu, perusahaan sebelumnya masih memiliki utang Rp 140.000.000. Itu yang dari hitungan tim pada saat itu,” tambahnya.

Legewarman menyimpulkan, pola pengelolaan aset pada saat itu sangat memperihatinkan. Di mana pemda menggelontorkan dana dari APBD sangat besar. Namun tidak ada yang dapat dirasakan hasilnya oleh daerah. “Apalagi setelah lima tahun tidak ada kontrak dengan pihak ketiga, maka dikelola oleh pemda. Pengakuan dari pemda saat itu, pemda hanya mampu memberikan kontribusi terhadap kas daerah hanya Rp 8 sampai  Rp 10 juta per tahun. Ini sangat kita prihatin,” tambahnya.

Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) ini berharap pengalaman semacam ini supaya tidak terulang kembali. Memang, hal semacam itu bukan pengalaman pertama yang dialami pemda. Karena hal seperti itu juga pernah dirasakan pada bangunan megah Hotel Aerotel, maka besar harapanya kedepan tidak ada lagi tata kelola yang serupa. Kemudian terkait keberadaan Hotel Tastura yang sudah berubah menjadi Radja Hotel. Ia menilai pola kerja sama pemda dan managment hotel sudah sangat bagus untuk diteruskan ke depan. Terlebih sistem perjanjian saat ini hanya bangun guna serah (BGS) saja. “Adapun kelebihan yang ditemukan pada pola perjanjian kerja sama saat ini, pemda tidak lagi harus menggelontorkan dana dari APBD untuk membangun. Untungnya lagi, pihak Raja Hotel ini mau untung ataupun rugi tetap akan mendapatkan kontribusi,” terangnya.

Baca Juga :  Belum Serahkan LHKPN, 46 Pejabat di Loteng Terancam Sanksi

Walaupuan awal, pihak Raja Hotel hanya mampu membayar Rp 700.000.000. Kemudian pada tahun 2022 ini diwajibkan menyetor Rp 100.000.000 per tahunnya. Itupun masih bisa dievaluasi selam lima tahun. “Selain dari kontribusi itu, pihak pengelola hotel juga berkewajiban untuk membayar 5 persen dari laba per tahunnya. Sistem BGS ini selama 30 tahun dan setelah 30 tahun akan kembali menjadi aset daerah sepenuhnya,” tambahnya.

Sekda Lombok Tengah, Lalu Firman Wijaya mengatakan, saat ini mereka sedang menertibkan sejumlah asset yang dimiliki. Untuk aset yang belum disertifikatkan akan segera disertifikatkan. Kemudian bagi aset yang berada di wilayah yang strategis, pemda juga sedang mendorong supaya dapat dimanfaatkan oleh pihak ketiga melalui sistem BGS. “Para dewan kita yang masuk dalam pansus ini memiliki maksud yang luar biasa, semata-mata bagaiman agar pemda dapat mengelola aset dengan baik. Kami juga siap untuk memberikan keterangan seutuhnya kepada pansus ini. Karena saya yakin bahwa seluruh proses dari BGS Hotel Raja ini, kita sudah lakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan,” tegasnya. (met)

Komentar Anda