Zul-Rohmi di Ujung Kekuasaan, Capaian IPM Jadi Sorotan

ZUL-ROHMI (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Masa pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Dr Zulkiflimansyah-Sitti Rohmi Djallilah (Zul-Rohmi), tinggal menghitung hari. Tepatnya akan berakhir pada tanggal 19 September 2023 mendatang. Seperti apa kinerja Zul-Rohmi selama lima tahun memimpin Provinsi NTB. Berikut adalah pandangan beberapa Anggota DPRD NTB, terhadap capaian kinerja Zul-Rohmi.

Salah satu kinerja Zul-Rohmi yang menjadi sorotan, adalah posisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTB pada tahun 2022 yang mencapai angka 69,46. Dimana angka ini lebih rendah dari standar IPM nasional yang mencapai 72.29.

Awal pasangan Zul-Rohmi memimpin NTB pada tahun 2018 lalu, sebagaimana data BPS, IPM Provinsi NTB sebesar 67,30. Peringkat tahun 2018 itu, NTB berada di posisi 29 dari 34 provinsi di Indonesia.

Hanya saja, meski angka IPM NTB naik pada tahun 2022, namun peringkat IPM NTB justru masuk kategori lima besar terbawah se-Indonesia, yang saat itu masih 34 provinsi. Dan sekarang sudah ada 38 provinsi di Indonesia. Sementara tingkat IPM NTB di tahun 2023 belum dirilis, karena masih tahun berjalan.

Ada tiga indikator yang menjad penilaian dari IPM tersebut, yakni Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan. Dari sisi ekonomi, kemiskinan di NTB cukup memprihatinkan. Tingkat kemiskinan di NTB dua kali lipat dari persentase rata-rata nasional.

Mengutip data BPS, persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 13,85 persen, atau meningkat 0,03 persen poin terhadap September 2022, dan meningkat sebesar 0,17 persen terhadap Maret 2022.

Artinya, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 751,23 ribu orang, atau bertambah 6,54 ribu orang terhadap September 2022 dan bertambah 19,29 ribu orang terhadap Maret 2022. “Dengan angka kemiskinan yang relatif masih tinggi itu, menandakan tidak terlihat upaya serius dari Zul-Rohmi dalam memberantas kemiskinan di daerah,” kritik Wakil Ketua Komisi V Bidang Kesejahteraan Sosial, Muhammad Akri, Rabu (6/9).

Masih tingginya angka pengangguran di NTB juga menjadi sorotan. Angka Pengangguran pada tahun 2022 mencapai 80.830 jiwa, dimana sebanyak 1,37 persen atau sekitar 54.080 orang adalah penduduk usia kerja yang menganggur (Data BPS). Dengan relatif masih tingginya angka pengangguran, dipastikan berimbas kepada pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kemiskinan.

Baca Juga :  Dari 3.617 Pelamar PPPK, 37 Pendaftar Dinyatakan TMS

Selanjutnya pendidikan, angka rata-rata sekolah di NTB masih jauh dari yang diharapkan, yakni di bawah 7 tahun. Artinya, rata-rata pendidikan sekolah di NTB hanya tamat sekolah dasar (SD). Ada pun untuk harapan lama sekolah sudah cukup bagus, yakni 13 tahun atau sudah mulai kuliah.

Berbagai program beasiswa pun banyak disiapkan oleh Pemprov NTB. Seperti program beasiswa keluar negeri untuk mencetak 1000 cendekiawan di NTB. “Untuk program beasiswa, kita apresiasi,” kata politisi PPP ini.

Kemudian angka stunting di NTB jauh diatas stunting nasional, yakni 32,7 persen dari angka stunting nasional yang sebanyak 21,6 persen. Jika mengacu kepada data kependudukan Kemendagri, maka total anak usia di bawah 10 tahun di NTB sampai 31 Desember 2022 sebesar 874.414.

Rinciannya; 529.132 anak rentang usia 5-9 tahun, dan 345.262 anak rentang usia 0-4 tahun. Jika 32,7 persen di antaranya masuk kategori stunting, maka di NTB setidaknya ada 285.933 anak yang bermasalah dalam hal pertumbuhannya.

Dengan kondisi yang ada, masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh pemerintahan ke depan. Sehingga pihaknya tidak bisa terlalu berharap dengan Pj Gubernur NTB yang hanya menjabat selama satu tahun ke depan. “Ini jadi PR yang harus diselesaikan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur hasil Pilkada 2024,” terangnya.

Pemerintahan Zul-Rohmi yang juga banyak menjadi sorotan adalah soal kebijakan tata kelola keuangan daerah. Banyak pihak menilai tata kelola keuangan daerah di era Zul-Rohmi menjadi yang terburuk dalam pemerintahan NTB 10 tahun terakhir.

Relatif dalam beberapa tahun terakhir ini, target realisasi pendapatan daerah tidak tercapai. Parahnya lagi, banyak program yang sudah terlaksana tidak bisa terbayarkan. Akibatkan Pemprov memiliki utang ratusan miliar kepada pihak ke tiga atau kontraktor.

Baca Juga :  Dihantam Gelombang, Perahu Pemancing Terbalik

Bahkan puncak kekesalan para kontraktor yang pekerjaannya belum dibayarkan, melakukan aksi hendak menggembosi ban mobil dinas Gubernur di Pendopo. Aksi itu sempat viral beberapa waktu.

Sementara Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Ruslan Turmuzi mengakui, pemerintahan Zul-Rohmi mengakhiri masa jabatan dengan meninggalkan beban utang. Dia menyebut sejauh ini Pemprov masih memiliki beban utang yang berasal dari program di APBD-Perubahan 2022, mencapai sekitar Rp 77 miliar lebih. “Dipastikan Zul-Rohmi berakhir dengan meninggalkan utang,” terangnya.

Menurutnya, dengan tidak tercapainya target pendapatan yang sudah dicanangkan, karena minim inovasi dan terobosan yang dilakukan oleh Pemprov NTB dalam menggali berbagai potensi pendapatan.

Tingginya keinginan melaksanakan berbagai program, tidak sebanding dengan realisasi pendapatan yang ada. Dampaknya, program yang sudah terlaksana tidak terbayarkan.

Defisit anggaran yang sudah melebihi rata-rata nasional, menjadikan APBD NTB dalam beberapa tahun terakhir dalam kondisi tidak sehat. Sehingga perlu langkah serius dan cepat dalam melalukan upaya pemulihan kondisi APBD.

Diharapkan persoalan serupa tidak boleh terulang lagi ke depan. “Hal seperti ini tidak boleh terulang lagi,” tandasnya.

Menurut Ruslan, tidak maksimalnya kinerja OPD dalam melaksanakan berbagai program kerja, juga akibat terlalu sering mutasi yang dilakukan oleh Zul-Rohmi. Bahkan Zul-Rohmi menjadi pemerintahan di NTB yang paling sering melakukan mutasi. “Siapapun pejabat OPD yang ditunjuk, tidak mampu bekerja maksimal, jika hanya bekerja tiga bulan, dimutasi lagi,” kritik Ruslan.

Mutasi yang terlalu sering, juga mengakibatkan banyak realisasi program yang terhambat. Ada pergantian Kepala OPD, membuat ada perubahan dokumen realisasi program. Sehingga itu berdampak terhadap realisasi program yang ada. “Tidak terlihat adanya tolok ukur yang jelas dalam melakukan mutasi,” tambah Anggota Komisi I Bidang Pemerintahan DPRD NTB, Raihan Anwar. (yan)

Komentar Anda