Terdakwa Korupsi Marching Band Divonis 5 Tahun 6 Bulan

DIVONIS: Terdakwa Lalu Buntaran (baju hitam) dan Muhammad Irwin (baju putih) hendak keluar dari ruang sidang pengadilan tipikor pada PN Mataram, usai mendengarkan hakim membacakan putusan.(ROSYID/RADAR LOMBOK )

MATARAM-Sidang pembacaan putusan korupsi pengadaan alat kesenian atau marching band pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB 2017 dengan terdakwa Lalu Buntaran alias Ading dan Muhammad Irwin digelar, Rabu sore (28/2).

Hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) pada Pengadilan Negeri Mataram menyatakan keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Jarot Widiyatmono selaku ketua hakim terlebih dahulu membacakan putusan milik terdakwa Lalu Buntaran alias Ading. “Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 5 tahun dan 6 bulan,” vonis Jarot dalam ruang sidang, kemarin.

Hakim juga membebankan terdakwa dengan pidana denda Rp 200 juta. “Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” sebutnya.

Tidak hanya itu, terdakwa turut dihukum pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 612 juta. Jika tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun,” katanya.

Sedangkan terdakwa Muhammad Irwin, Jarot menghukumnya dengan pidana penjara selama 5 tahun. Juga dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta. “Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujarnya.

Hakim tidak membebankan Muhammad Irwin pidana tambahan berupa mengganti kerugian negara. Hal itu lantaran terdakwa tidak terbukti menikmati uang korupsi yang dilakukan. “Terdakwa tidak dibebankan membayar uang pengganti sehingga uang pengganti kerugian negara dibebankan ke terdakwa Lalu Buntaran,” bebernya.

Baca Juga :  Dua ABK Kapal Pengangkut BBM Terbakar Ditemukan Meninggal

Dalam amar putusan lainnya, hakim menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. “Dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa,” katanya.
Kedua terdakwa divonis demikian dengan menyatakan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1.

“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dalam dakwaan primer jaksa penuntut,” ungkapnya.

Sebelumnya, terdakwa Muhammad Irwin selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalan pengadaan itu dituntut pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan oleh jaksa penuntut. Terdakwa juga dituntut pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.

Sedangkan terdakwa Lalu Buntaran selaku kontraktor dari perusahaan CV Embun Emas, dituntut dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan.
Terdakwa turut dituntut untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 546 juta subsider 3 tahun dan 3 bulan. Diketahui, jaksa dalam dakwaan menyebutkan kedua terdakwa kongkalikong dalam pengadaan alat kesenian tahun 2017 tersebut. Persekongkolan itu terjadi sejak penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).

Tak hanya itu, persekongkolan itu juga terjadi saat penentuan spesifikasi peralatan marching band yang nantinya diperuntukkan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah menengah atas.
Untuk pengadaan alat marching band itu, dianggarkan dalam dalam dua paket pengadaan. Paket pertama, PPK menyusun HPS senilai Rp1,69 miliar untuk 8 unit pengadaan alat marching band. Sementara paket kedua, HPS senilai Rp1,06 miliar untuk 5 unit pengadaan alat marching band.

Baca Juga :  Pemprov Diminta Atensi Angka Pengangguran

Kedua paket itu dimenangkan CV Embun Emas dengan nilai penawaran berbeda. Paket pertama dengan nilai penawaran Rp 1,57 miliar, sedangkan paket kedua sebesar Rp 982 juta. Muhammad Irwin, selaku PPK pertama kali menentukan nilai HPS dengan meminta anak buahnya Sabarudin untuk melakukan survei pasar. Melalui internet, Sabarudin mendapatkan sebanyak 17 rekomendasi alat marching band. Itu didapatkan dari Julang Marching Band yang ada Sleman, Yogyakarta.

Kemudian diserahkan ke terdakwa Muhammad Irwin. Selanjutnya, Muhammad Irwin menyerahkannya ke terdakwa lalu Buntaran dan saksi Sapoan. Dengan daftar yang diterima dari terdakwa Muhammad Irwin, terdakwa Lalu Buntaran menghubungi Julang Marching Band dan meminta daftar harga untuk satu unit alat marching band tersebut. Usai mendapatkan daftar harga, Lalu Buntaran menyerahkannya ke Muhammad Irwin.

Penyerahan daftar harga di Kantor Dikbud NTB. Lalu, daftar harga itu dipergunakan untuk menyusun HPS untuk satu unit kelengkapan alat marching band. Nilainya sebesar Rp 212 juta. Terungkap di dalam dakwaan, CV Embun Emas yang keluar sebagai pemenang bukan miliknya terdakwa Lalu Buntaran, melainkan milik adiknya.

Dan jaksa dalam dakwaan, menyebutkan Lalu Buntaran melakukan monopoli. Hal itu dikarenakan dari belasan perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, hanya CV Embun Emas yang melampirkan harga penawaran. Juga tidak menyalurkan barang sesuai spesifikasi perencanaan.
Atas tindakannya, kedua terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 702 juta berdasarkan hasil audit BPKP NTB. (sid)

Komentar Anda