Tak Penuhi Modal Inti Rp6 Miliar, Sejumlah BPR Terancam Dicabut Izinnya

Kepala OJK Provinsi NTB Rico Rinaldy

MATARAM – Kepala Otoritas Jasa Keungan (OJK) Provinsi NTB Rico Rinaldy menyebut terdapat sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di NTB yang berpotensi ‘dikawin paksa’ atau ditutup, jika tidak bisa memenuhi ketentuan modal inti minimal Rp6 miliar pada tahun 2024. Masih adanya BPR di NTB yang memiliki modal inti di bawah Rp6 miliar, terus dipantau, untuk bisa melaksanakan ketentuan modal minimal sesuai Peraturan OJK (POJK) hingga tahun 2024 mendatang.

“Beberapa BPR di NTB yang tidak bisa memenuhi ketentuan minimal modal inti, terus kita berikan pendampingan dan memberikan saran, termasuk solusi sebelum 2024,” kata Rico Rinaldy, Selasa (19/12).

Rico menyebut di NTB sekarang ini terdapat 23 BPR, diantarnya dua BPR Syariah. Jika sebelumnya, pada tahun 2020, jumlah BPR di NTB sebanyak 32, sebanyak 8 BPR merger atau konsolidasi menjadi satu lembaga, yakni 8 BPR NTB menjadi 1 PT BPR NTB, begitu juga dengan BSK merger dengan Bias Bima menjadi BSK, yang efektif berlaku per 1 November 2023.

Baca Juga :  KALEIDOSKOP OJK PROVINSI NTB 2023 : MENGABDI MEMBANGUN NEGERI

Sementara itu, kata Rico, BPR yang memiliki modal inti di bawah Rp6 miliar diarahkan untuk mencari investor baru sehingga memenuhi ketentuan modal inti. Jika tidak ada investor baru, maka beberapa BPR itu sudah semestinya dimerger atau bergabung menjadi satu perusahaan.  Namun jika itu tidak juga dilakukan, maka dengan terpaksa BPR itu CIU atau cabut izin usahanya, alias ditutup.

“Kalau tidak bisa memenuhi ketentuan modal inti itu kita minta dilakukan ‘kawin paksa’ beberapa BPR. Dan jika itupun tidak mau dilakukan, maka bisa sampai pada CIU (cabut izin usaha) alias ditutup,” tegas Rico.

Menurut Rico kebijakan penerapan minimal modal inti Rp6 miliar bagi setiap BPR, sebagai salah satu upaya menguatkan lembaga keuangan BPR, serta juga melindungi nasabah agar dana mereka bisa tetap terjamin. Karena lembaga perbankan itu, merupakan usaha mengandalkan kepercayaan (trust) yang mesti diatur dan dijamin oleh otoritas untuk dilaksanakan oleh lembaga keuangan itu sendiri.

Baca Juga :  OJK NTB Ingatkan Mahasiswa Waspadai Investasi dan Pinjol Ilegal

Sementara itu, untuk kinerja BPR di NTB hingga Oktober 2023, Rico menyebut terjadi perbaikan cukup bagus. Di mana terdapat peningkatan asset dari Rp55 triliuan pada akhir 2022, naik menjadi Rp75 triliun pada posisi Oktober 2023. Begitu juga dengan progres penurunan rasio kredit bermasalah atau non performance loan (NPL) hingga Oktober di angka 9, 4 persen, dari tahun sebelumnya tembus hingga 14 persen. Adapun untuk BPR di NTB yang memiliki aset tertinggi masih dimiliki oleh BPR Syariah Dinar Ashri dengan asset mencapai Rp1,2 triliun dan posisi kedua adalah BPR NTB dengan nilai asset mencapai Rp900 miliar.

“Kinerja BPR di NTB cukup bagus hingga Oktober 2023. Mulai dari Asset yang naik, dan NPL yang turun bagus di bawah dua digiti,” pungkasnya. (luk)

Komentar Anda