Tak Diizinkan Diskusi di Kampus, Mahasiswa Unram Kecewa

MATARAM– Mahasiswa Universitas Mataram yang tergabung dalam Law Study Community (LSC) kecewa dengan pihak kampus mereka yang tidak mengizinkan pemanfaatan kampus sebagai lokasi seminar agraria dengan tema “ Kupas tuntas sengketa lahan di NTB”.Karena tidak diizinkan, seminar tetap berlangsung namun di luar kampus, Sabtu (4/6).

LSC adalah komunitas mahasiswa Fakultas Hukum Unram. Menurut ketua LSC, Haerudin MS, pihaknya sebelumnya melayangkan surat ke pihak kampus dalam rangka peminjaman ruangan untuk keperluan seminar. Sayang, permohonan ditolak.“ Pihak kampus beralasan bahwa kami ini organisasi eksternal kampus,” ungkapnya.

Mereka pun kecewa. Ini dianggap tindakan diskriminatif. Sebab faktanya, sering kali ada organisasi mahasiswa eksternal yang justru diizinkan berkegiatan di kampus dan memakai fasilitas kampus.

Baca Juga :  Unram Siapkan Kuota Tes Mandiri 3.466 Mahasiswa Baru

Meski begitu, penolakan tidak membuat semangat para mahasiswa menggelar diskusi surut.Mereka mempermaklumkan ada pemindahan lokasi seminar  dari kampus Unram ke Bale Ite Bappeda NTB di Jalan Majapahit.

Diskusi berlangsung lancar. Selain mahasiswa, hadir juga kalangan NGO, serikat tani dan lain-lain. “ Kami mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang turut berpartisipasi atas terselenggaranya acara ini,” ungkap Heri.

Hadir sebagai pembicara dalam seminar ini akademisi Fakultas Hukum Unram Dr. H. Arba, SH, M. Hum, praktisi hukum LBH Reform, Wahid Jan, SH, dan selaku moderator Zuhairi, SH, MH.Sedianya acara ini dihadiri oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), namun tidak ada yang datang.

Baca Juga :  Universitas Brawijaya dan Unram Kolaborasi Pengabdian Masyarakat di KTH Giri Madia

Acara berakhir dengan penandatanganan petisi. Ada lima rekomendasi penting yang dihasilkan dan ditujukan kepada pihak BPN. Pertama, meminta BPN mengeluarkan kebijakan berdasarkan UU No 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Kedua, BPN bertanggungjawab terhadap adanya sertifikat ganda yang marak terjadi dan rawan konflik. Ketiga, BPN harus memperbaiki sistem dokumen pertanahan. Keempat, mencabut izin HakGuna Usaha perusahaan yang menelantarkan lahan. Kelima, membuat bukti sertifikat terhadap tanah ulayat dan tanah terlantar untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahtraan masyarakat.(dir)

Komentar Anda