SMPN 2 Gunung Sari akan Dieksekusi, Pemda “Menyerah”

Dewan Sayangkan Sikap Pemda

SMPN 2 GUNUNG SARI
SMPN 2 GUNUNG SARI

GIRI MENANG — Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) menemui jalan buntu, atau sudah menyerah pada proses negosiasi terhadap keberadaan bangunan SMPN 2 Gunung Sari, yang rencananya akan dieksekusi dalam waktu dekat ini oleh pihak ahli waris yang telah memenangkan gugatannya ke Mahkamah Agung (MA), dalam sidang gugatan tahun 2018 lalu.

Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Barat, H.M Taufiq menjelaskan sampai saat ini Pemda Lobar memang belum punya anggaran untuk pembelian atau ganti rugi atas keberadaan lahan SMPN 2 Gunung Sari. “Mau bagiamana lagi, kita memang tidak ada anggaran untuk membeli. Kita terima saja kalau di eksekusi,” kata Sekda, Selasa kemarin (15/1).

Andai nantinya dilakukan eksekusi, Pemda Lobar akan berusaha mencarikan tempat, untuk merelokasi sejumlah siswa dan peralatan belajar mengajar yang dimliki SMPN 2 Gunung Sari. “Kalau dieksekusi, nanti kita carikan tempat relokasi siswa,” katanya.

BACA JUGA: PGRI NTB Desak Gubernur Keluarkan SK Guru Non PNS

Disampaikan, ganti rugi yang diminta oleh ahli waris memang cukup tinggi. Sehingga pihak Pemda Lobar tidak menganggarkan untuk ganti rugi dalam APBD murni. Di satu sisi, Pemda Lobar juga sudah berusaha  melakukan komunikasi dengan pengadilan, agar bisa diberikan waktu lagi untuk pelaksanaan eksekusi.

Komunikasi dilakukan dengan Sekda, yang datang langsung meminta kepada pihak pengadilan, agar memberikan waktu kepada Pemda Lobar untuk mencari tempat relokasi sekolah. “Saya datang langsung ke pengadilan minta agar diberikan waktu,” jelasnya seraya menyampaikan, pihak Dikbud Lobar juga sudah dipanggil untuk mencarikan solusi kepada para siswa sekolah tersebut. Apakah nantinya akan digabung dengan sekolah terdekat, atau bagaimana.

Baca Juga :  Sekolah Digembok, Siswa SMPN 2 Gunung Sari Diliburkan

Ia menambahkan, keberadaan kasus sengketa lahan ini memang kasus lama. Dimana pihak Pemda Lobar memang tidak memiliki bukti kuat untuk mempertahankan lahan yang kini dibangun SMP 2 Gunung Sari, sebagai milik Pemda Lobar.

Secara logika lanjutnya, kalau memang dahulu lahan itu bukan milik Pemda, jelas tidak mungkin pemerintah membangun dilahan ini. Karena pasti sejak awal akan ada protes, atau melarang pembangunan. Namun ternyata, sehak dahulu tidak ada yang protes, dan baru muncul masalah beberapa tahun terakhir ini.

Kebijakan Pemda Lobar yang melepaskan lahan SMPN 2 Gunung Sari ini, sangat disayangkan oleh anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat. Anggota Komisi II DPRD Lobar, Hj Nurhidayah mengatakan Pemda Lobar seharusnya bisa melakukan negosiasi dengan pihak ahli waris, agar pembayaran ganti rugi dapat dilakukan secara bertahap, dan nilai ganti rugi bisa diturunkan lagi. “Saya sayangkan kalau sampai sekolah SMP 2 Gunung Sari itu dieksekusi,” ujarnya.

Baca Juga :  Hari Ini SMPN 2 Gunung Sari Dieksekusi

Kalau sudah ada negosiasi kan bisa saja pembayaran ganti rugi dilakukan bertahap. Nanti dari dewan bersama eksekutif juga akan menganggarkan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. “Saya yakin pasti mau ahli warisnya kalau dibayarkan secara bertahap, tergantung komunikasi Pemda saja,” ujarnya.

BACA JUGA: Sekolah di KLU UN Secara Manual

Pihak DPRD sendiri pasti akan mendukung penganggaran untuk pembayaran ganti rugi ini, karena untuk masyarakat luas, terutama untuk anak-anak Lombok Barat. “Kalau sampai dieksekusi, bagaimana nasib anak-anak yang sekolah? Ratusan siswa akan terlantar. Kalaupun Pemda akan membangun sekolah, selama proses pembangunan, siswa mau belajar dimana? Kondisi psikis anak-anak ini seharusnya dipertimbangkan oleh Pemda Lobar,” ujar Hajah Dayah, sapaan akrabnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh H. Ruslan, anggota DPRD Lobar yang juga Ketua Badan Kehormatan DPRD Lobar. Menurutnya, Pemda Lobar seharusnya mengambil sikap, tidak melepas begitu saja sekolah tersebut. Karena sangat banyak anak-anak yang akan dirugikan.

“Kalau jadi dieksekusi, dimana mau disimpan semua material seperti alat laboratorium, buku, dan peralatan sekolah lainnya? Tidak kalah penting, bagaimana nasib anak-anak tersebut. Seharunya ada upaya kesepakatan agar ganti rugi bisa dibayar secara bertahap,” tegas Ruslan. (ami)

Komentar Anda