Sengketa Lahan, ITDC Sarankan Warga Tempuh Jalur Hukum

Yudisthira Setiawan (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Perusahaan BUMN di sektor pariwisata, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), akhirnya buka suara terkait persoalan sengketa lahan warga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah.

Vice President Legal and Risk Management ITDC, Yudhistira Setiawan menegaskan bahwa lahan seluas 24,686 hektare, yang diklaim warga lingkup KEK Mandalika itu sudah dibayar. Untuk itu, pihak ITDC memastikan memiliki bukti-bukti pendukung yang sah secara hukum
atas lahan dimaksud.

“Masalahnya, kita sudah punya HPL (hak pengelollan lahan), kemudian kami diminta untuk
membayar klaim dari masyarakat. Sementara HPL itu sudah bukti pelunasan pembayaran yang sejak tahun kapan itu. Kalau kita bayar lagi klaim mereka, kan kita jadi bayar dua kali. Ini di mata hukum kita salah, dan tidak boleh itu,” ujar Yudhistira, saat ditemui di Kantor Gubernur, kemarin.

Yudhistira juga menjelaskan, bahwa pembebasan lahan warga lingkup Mandalika itu sudah dibayarkan sejak era LTDC (Lombok Tourism Development Corporation). Kemudian pada kisaran waktu 2008-2009, pemerintah menyerahkan lahan tersebut, untuk dikelola oleh ITDC. Dari itu, pihaknya meyakini bahwa sertifikat lahan yang selama ini diserahkan oleh pemerintah kepada ITDC untuk mengelola kawasan Mandalika, adalah dokumen yang sah. Dirinya juga memastikan bahwa sertifikat atau bukti pelunasan terhadap lahan warga itu sudah melalui proses verifikasi. “Sertifikat itu banyak sekali kita dapat dari pemerintah untuk kami mengembangkan area Mandalika,” ucapnya. ITDC kata Yudhistira, tetap berpegangan pada ketentuan yang berlaku. Bahwa segala klaim yang sekarang ditujukan kepada ITDC, sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum.

“Karena saat ini ITDC sudah memiliki sertifikat HPL. Sehingga penyelesaian terbaik masalah klaim tadi, wajib diselesaikan di pengadilan. Karena pengadulan adalah forum yang paling tepat untuk menyelesaikan permasalahan itu (sengketa lahan, red),” katanya.
Selanjutnya terhadap 15 orang warga lingkup Mandalika yang menuntut pembayaran lahan mereka dengan membawa bukti-bukti kepemilikan lahan. Pihaknya ingin meluruskan bahwa klaim lahan warga yang belum dibayarkan itu tidak benar.

Ditegaskan, pihak ITDC sudah membayar lahan-lahan tersebut, namun kemudian diklaim lagi oleh masyarakat. Pihaknya juga meragukan data kepemilikan tanah yang diklaim warga adalah sah secara hukum. “Banyaknya data tidak jaminan bahwa data itu sah secara hukum. Data kepemilikan tanah yang secara hukum adalah sertifikat. Sementara data yang diklaim warga Mandalika adalah data sporadik. Sedangkan data sporadik itu adalah suatu dokumen yang diterbitkan oleh kepala desa setempat, yang hanya menyatakan penguasaan fisik atas lahan tersebut, dan bukan kepemilikan secara hukum,” jelasnya.

Masyarakat lingkup Mandalika lanjut Yudhistira, selalu beralasan bahwa orang tua mereka tidak pernah menjual lahan mereka. Maka sederhana saja, jika benar tidak pernah dijual,
pihaknya menyarankan untuk diselesaikan di pengadilan. “Pembuktiannya dimana kalau saya tanya. Tidak bisa kita hanya negosiasi, kemudian bayar. Sementara ITDC punya sertifikat lahan yang sudah dilepas dulu. Sehingga untuk membuktikan itu seharusnya di pengadilan,” ujarnya.

Baca Juga :  NTB Kambali Masuk Level 3 PPKM 

Yudisthira mengatakan ITDC sudah beberapa kali bertemu demgan masyarakat lingkar Mandalika untuk sanding data terkait kepemilikan lahan. Bahkan mediasi antara kedua belah pihak pun sudah dilakukan. Namun persolan lahan ini tetap saja buntu. “Waktu itu kita sudah menyerahkan data. Tapi kalau data itu dirasa tidak cukup oleh masyarakat, ya silahkan masyarakat membuka jalur gugatan ke pengadilan, pasti kami akan layani,” terangnya.

Yudhistira menenkankan bahwa ITDC bukan pihak yang kebal hukum, dan ITDC juga pernah beberapa kali kalah dalam pengadilan, kemudian diminta membayar tanah warga. Karena data yang dimiliki ITDC tidak kuat di mata hukum. “Dan itu tidak masalah, tetap kita bayar,” ucapnya. Berkaca dari pengalaman itu, warga lingkup Mandalika disarakan untuk menempuh jalur hukum, demi menciptakan kepastian hukum. Karena ada beberapa klaim lahan dari warga yang sebenarnya sudah ada inkrar atau berkekuatan hukum tetap, tetapi masyarakat menyangkal semua bukti tersebut. “Susah juga kita punya perkara yang berkekuatan hukum, tetapi tetap disangkal oleh pengklaim lahan.

Terus kepastian hukummya dimana ? Tidak ada kepastian hukum kalau begitu,” ujarnya. Kalaupun nanti warga lingkup Mandalika mengancam akan menggelar aksi, apabila klaim tidak dibayar sampai MotoGP. Pihaknya mengatakan tidak bisa menghalangi niat warga tersebut, untuk menggelar aksi. Namun dia akan menyerahkan semua permasalahan ini ke aparat hukum yang berwenang untuk menangani masalah itu. “ITDC tidak dalam kapasitas
untuk meminta mereka tidak melakukan aksi, atau menghalangi berkomentar. Biar apparat berwenang saja yang melakukan tugas dan fungsinya,” tegasnya.

Salah satu warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan di kawasan KEK Mandalika, Lalu Syukri mengatakan ada sekitar 77 are tanah miliknya yang belum dibayar oleh ITDC. Lahan itu terletak di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, atau dekat parkir timur Sirkuit Mandalika. Dia pun menantang pihak ITDC untuk sanding data terkait sengketa lahan warga di Kawasan Mandalika. “Saya pemilik lahan korban dari pihak ITDC. Luas tanah kami 77 are dekat parkiran sirkuit. Sampai saat ini belum diselesaikan, dan lahan kami disana dirusak dijadikan untuk kepentingan umum,” ujar Lalu Syukri.

Sebagai pemilik lahan, Syukri merasa dijajah ditanah sendiri oleh pihak ITDC. Pasalnya, ini bukan kali pertama pihak ITDC menjanjikan untuk menyelesaian persoalan lahan warga yang belum terbayar. Dan setiap event akan digelar di Sirkuit Mandalika, warga selalu diberikan janji palsu.“Selalu djanjikan tunggu satu minggu, tunggu satu minggu, tapi sampai saat ini belum dibayar. Sudah ada surat pinjam pakai, lengkap, dan bukan bodong lahan kami. Karena secara fisik lahan itu masih dikuasai oleh warga,” terangnya. Selain Lalu Syukri masih banyak warga pemilik lahan yang belum dibayarkan haknya oleh pihak pengembang. Tercatat ada sekitar 24,6857 hektare lahan warga yang berada di lingkar Sirkuit Mandalika yang belum terbayar oleh pihak ITDC selaku pengembang kawasan tersebut.

Baca Juga :  Tes Pramusim MotoGP Dipastikan tanpa Penonton

Adapun rekapitulasi tanah warga yang belum diselesaikan ganti rugi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh ITDC di lokasi zona 1 atau lokasi Sirkuit Mandalika. Antara lain lahan milik Dr. Limbong seluas 3.650 meter persegi. Lahan ini terletak di landasan Coper yang digunakan untuk pembangunan hellypet. Sudah ada bukti kepemilikan lahan yakni sertifikat hak milik tahun 1987.

Kemudian lahan milik Kamerun Bin Amaq Menar seluas 9.550 meter persegi. Lahan ini terletak di ujung tikungan ke 7 Sirkuit Mandalika. Kamerun juga memiliki bukti kepemilikan
lahan berupa pipil tahun 1980. Lalu ada juga lahan milik Amaq Yasin dengan luas tanah sekitar 13.500 meter persegi. Lahan ini terletak di tikungan 10 dan 11. Bukti kepemilikan
lahannya berupa sporadik tahun 2012 dan SPPT juga masih normal. Selanjutnya lahan milik Kangkung alias Amaq Bengkok seluas 13.500 meter persegi. Lahan ini terletak di tikungan 12 yang digunakan untuk membangun lintasan sirkuit. Sudah ada bukti kepemilikan yakni berupa surat izin menggarap (SIM) tahun 1979. Berikutnya lahan milik Haji Ahmad Bin Nursiwan. Luas tanah sekitar 25.000 meter persegi yang berada di dalam lingkaran sirkuit.

Bukti kepemilikan yakni Pipil tahun 1958 dan SPPT pun masih jalan. Lahan milik Amaq Masip alias Raden Budiono berada seluas 27.000 meter persegi. Lahan ini terletak di kawasan Mandalika. Tepatnya di pingir pantai Serenting, Kuta Kecamatan Pujut, Loteng. Adapun bukti kepemilikan lahan berupa Pipil dan SPPT masih normal. Lalu lahan milik Fathurrahman alias Amaq Timan seluas 41.350 meter persegi. Letaknya di bukit 360 tepatnya di dalam sirkuit villa. Bukti kepemilikan lahan berupa Pipil. Kemudian lahan milik Samiun seluas 2.100 meter persegi. Terletak di dalam sirkuit dengan bukti kepemilikan lahan berupa pipil. Lalu lahan milik Senim seluas 5.000 meter persegi yang berada didalam sirkuit. Bukti kepemilikan lahan adalah pipil. Sementara itu Lahan milik Mariam dan Kerta masing-masing seluas 4.000 meter persegi juga belum dibayar. Lahan ini terletak pada Muara Tambak Serenting.Bukti kepemilikan yakni Pipil.

Sedangkan lahan paling banyak adalah milik Sibawai Bin Amaq Semin seluas 43.000 meter persegi dan 17.500 meter persegi. Lahan ini terletak di tikungan 9 yang digunakan untuk membangun lintasan sirkuit dan tikungan ke 10. Bukti kepemilikan lahanya berupa Pipil. Kemudian lahan milik Mangin seluas 6.500 meter persegi. Terletak di ujung dengan bukti kepemilikan berupa Pipil.

Lalu ada juga lahan milik Gasip Alias Amaq Layar dan Amaq Adin alias Haji Mulatazam seluas 6.000 dan 25.000 meter persegi. “Intinya kita tetap menuntut penyelesaian lahan itu meskipun memang ada upaya, tapi upaya mungkin selesai MotoGP. Kita tetap berharap ini (sengketa lahan, red) bisa selesai sebelum MotoGP. Artinya ada titik temu, karena selama ini masyarakat kan dijanji-jabji terus,” ujar Juru Bicara Aliansi Masyarakat Pemilik Lahan di Mandalika, Syamsul Qomar. (rat)

Komentar Anda