Saat Kampanye, Lale Prayatni Harus Lepas Fasilitas Negara

Muhammad Nasir (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Istri Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi NTB, Lalu Gita Ariadi, yakni Hj Lale Prayatni, diketahui maju mencalonkan diri sebagai calon anggota DPRD Provinsi NTB dari Partai Golkar untuk daerah pemilihan (Dapil) Kota Mataram.

Terkait itu, Kepala BKD NTB Muhammad Nasir mengatakan sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) NTB, maka penggunaan fasilitas negara seperti tempat tinggal atau pendopo yang saat ini menjadi hak Lale Prayatni, maka ketika waktu kampanye nanti harus ditinggalkan.

Tidak hanya itu, jika jadwal masa kampanye sudah keluar, maka kendaraan dinas, BBM dan sebagainya, juga tidak boleh digunakan. “Saat kampanye dan agenda sebagai istri Pj Gubernur atau TP PKK, tidak boleh disamakan. Tapi tidak lepas dari status menjadi Ketua TP PKK. Hanya perlu mengatur jadwal kampanyenya. Hanya butuh dia menyesuaikan diri dengan kampanyenya. Kapan waktu kampanye, dia mengambil cuti. Kampanyenya kan masih di 2024 nanti. Kalau tidak ada jadwal kampanye, boleh dia masuk (Pendopo),” kata Nasir kepada Radar Lombok, Rabu (22/11).

Demikian Pj Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi juga disarankan untuk melakukan cuti diluar tanggungan negara. Kalaupun tidak mengajukan cuti, Lalu Gita diminta untuk menjaga diri agar tidak terlibat dalam kampanye apapun untuk mendukung istrinya.

Sebenarnya dilema seperti ini juga pernah terjadi saat Lale Prayatni mencalonkan diri sebagai Bupati Lombok Tengah pada 2018 lalu. Dimana Lalu Gita yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah NTB, juga sempat kebingungan. Apalagi ada desakan dari berbagai pihak yang saat itu meminta dirinya untuk mengambil cuti.

Baca Juga :  Soal Pj Gubernur, Pusat Harus Pertimbangkan Suara Lokal

“Solusi yang saya jelaskan saat itu, posisinya (Lalu Gita) menjalankan tugas sebagai Sekda NTB tetap. Tetapi tidak boleh mengikuti kampanye apapun. Sampai kemudian mereka pisah tempat tinggal dulu. Istrinya di Puyung (Loteng), dan dia (Lalu Gita) disini (Mataram),” jelasnya.

Nasir mencontohkan, saat ini sudah ada pejabat fungsional Pemprov NTB yang melakukan cuti diluar tanggungan negara, dengan alasan mendampingi suaminya untuk berkampanye. Pegawai ini adalah istri dari Lalu Budi Suryata, salah seoarang Calon Legislatif (Caleg) DPR RI PDI Perjuangan Dapil Pulau Sumbawa. Dia meminta cuti sampai dengan akhir masa kampanye.

Disampaikan, baik pejabat struktural maupun fungsional pasti memiliki kemungkinan untuk digantikan. Namun jika formasi yang ditinggalkan masih ada sampai dengan akhir masa cuti, pejabat tersebut dapat saja diangkat kembali. Tetapi jika pemerintah menganggap sudah tidak perlu lagi untuk diangkat, maka akan diberhentikan.

“Kalau dia ada hak pensiun, maka akan diberhentikan dengan hak pensiun. Itu bedanya cuti lain dengan cuti diluar tanggungan negara,” rincinya.

Nasir juga meminta para ASN yang akan ikut melakukan kampanye untuk segera mengajukan permohonan cuti. Karena ini bukan seperti cuti biasa, dan ini persetujuan teknisnya dari BKN. Sehingga dari jauh hari sudah diimbau untuk melakukan cuti.

Baca Juga :  Suhaili dan Gita Dinilai Sulit Dapat Tiket Parpol

Jika Pj Gubernur ingin membantu istrinya, maka wajib hukumnya melakukan cuti diluar tanggungan negara. Boleh diajukan dari sekarang, sebelum jadwal kampanye itu datang. Bersurat ke Kemendagri untuk mendapatkan hak cuti.

“Misalnya kampanye tiga hari, maka dia tidak boleh ada di rumah dinas. Misalnya Februari itu pencoblosan, berarti sebelum itu sudah melakukan cuti kalau mau ikut kampanye,” terangnya.

Regulasi terkait ASN yang mencalonkan diri sebagai Calon Kegislatif (Caleg) harus mengundurkan diri, tidak berlaku pada jabatan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK), yang dalam hal ini Ketuanya adalah Lale Prayatni, istri dari Penjabat (Pj) Gubernur Lalu Gita Ariadi.

“Aturannya adalah Lale Prayatni harus memisahkan waktu kampanye untuk kepentingan dirinya, dengan waktu saat ia menjalankan program sebagai Ketua TP PKK,” kata Nasir.

Jabatan TP PKK adalah jabatan Non PNS, dan itu diatur sesuai dengan ketentuan tersendiri. Jika dikhawatirkan Lale Prayatni melakukan pemanfaatan terhadap fasilitas daerah, maka itu adalah tugas pengawasan bagi seluruh masyarakat, termasuk awak media. “Selebihnya itu diatur oleh ketentuan teknis dari PKK. Itu bukan wewenang saya, karena diluar PNS. Saya hanya mengurus PNS,” pungkas Nasir. (rat)

Komentar Anda