Pansus Tatib Mengundang Kontroversi

pansus
DIBENTUK : DPRD NTB membentuk Pansus Tatib yang urgensinya tidak jelas. (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Menjelang akhir tahun, DPRD NTB terus disibukkan dengan berbagai agenda. Salah satunya pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tata Tertib (Tatib) dewan.

Pembentukan pansus dirangkai dengan penyampaian laporan kinerja DPRD NTB tahun sidang 2016 melalui rapat paripurna yang digelar Rabu kemarin (28/12). “Pansus DPRD telah disepakati untuk dibentuk,” ucap ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedag selaku pimpinan sidang, Rabu kemarin (28/12).

Ditetapkan selaku ketua pansus yaitu Raden Nuna Apriadi dari Fraksi PDI-P dan Wakil Ketua Pansus H Makmun yang merupakan Ketua Fraksi PKB. Sedangkan untuk anggota pansus diambil dari perwakilan semua fraksi  seperti HMNS Kasdiono, Humaidi, Hamja, H Rumaksi dan lain-lain.

Pembentukan pansus dinilai sangat urgen untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum saat ini. Mengingat tatib yang ada sebelumnya memang perlu dilakukan revisi. Pansus akan bekerja selama 4 bulan kedepan.

Pansus yang baru dibentuk itu langsung mengundang kontroversi. Pasalnya, pembentukan pansus terkesan mengada-ada dan dipaksakan. “Tidak ada alasan untuk kita rubah tatib, ini untuk apa terus kita capek-capek buat. Kok lain-lain saja, apalagi pansus terakhir kemarin juga ternyata yang masuk pansus itu dapat honor,” ujar salah satu pansus H Rumaksi saat ditemui di ruang kerjanya.

Rumaksi sendiri masuk sebagai anggota pansus karena namanya didaftarkan oleh fraksi. Namun secara pribadi, pansus sama sekali tidak dibutuhkan saat ini. “Sekarang saya tanya, poin apa-apa saja yang substansial di tatib yang akan dirubah ? Tidak bisa itu, apalagi pedoman hukum kita belum keluar,” ungkapnya.

Dijelaskan Rumaksi, tatib direvisi jika ada perkembangan perubahan hukum. Sementara sampai saat ini, Peraturan Pemerintah (PP) untuk Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah belum keluar.

Begitu juga dengan PP sebagai tindaklanjut UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, atau yang lebih sering disebut UU MD3. “Terus ngapain kita buat pansus sekarang, ini untuk apa?. Maksudnya apa ? Apa terus yang jadi pedoman kita, tidak ada. Jadi pakai saja yang lama,” sarannya.

Atas fakta tersebut, secara kacamata hukum maka Tatib DPRD NTB saat ini masih relevan dengan PP Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Kita itu bekerja sesuai tatib, kalau pedoman buat Tatib gak ada ya mau ngapain terus. Kita terlalu sering buat pansus, terus sekarang mau rubah tatib. Tatib yang lama saja sangat sering kita langgar,” ungkap Rumaksi.

Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah yang dimintai tanggapannya atas penolakan beberapa anggota DPRD, mengaku enggan berdebat. “Pansus kan sudah kita bentuk, kan semua fraksi juga sudah kirimkan wakilnya masuk pansus. Soal penting tidaknya, no coment saja,” jawab Isvie.

Wakil Ketua Pansus, H Makmun juga irit bicara. Ia belum menjabarkan poin-poin penting dalam Tatib yang harus dirubah. “Kalau dibilang PP belum turun, saya kurang tahu. Infonya sih sudah turun PP-nya, tapi kalau memang belum ya kita tunggu saja sampai turun,” katanya. (zwr)