Nifos Korsel Kerja Sama Penelitian di NTB

KERJA SAMA: Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi menerima kunjungan President National Institute Of Forest Science (Nifos) Korea Selatan, Nam Sung Hyun di ruang kerjanya, Senin kemarin (28/11).

MATARAM – Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi menerima kunjungan President National Institute Of Forest Science (Nifos) Korea Selatan, Nam Sung Hyun di ruang kerjanya, Senin kemarin (28/11).

Nifos sendiri telah melakukan kerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dalam bidang kehutanan lewat kesatuan pengelolaan hutan (KPH) Rinjani Barat yang telah berjalan lima tahun.

Gubernur mengapresiasi kerja sama ini karena memang arah dari pembangunan kehutanan NTB ke depannya berbasis pada penguatan kelembagaan. "Tentu kami butuh asistensi dari pihak yang berpengalaman seperti Nifos agar kekayaan hutan kami bisa termanfaatkan sekaligus terpelihara, serta membawa dampak maksimal bagi masyarakat," katanya, kemarin.

Gubernur  berharap, dengan dikukuhkannya KPH  sebagai badan umum daerah, dapat memaksimalkan seluruh potensi yang ada. Mengingat lahan kritis di NTB saat ini sangat luas, hampir mencakup 500 ribu ha, terdiri dari hutan dan tanah di luar hutan yang kering, termasuk daerah yang curah hujannya sangat sedikit.

Dikatakan, upaya pelestarian agar hutan tidak gundul atau rusak dan bagaimana agar lahan kritis itu dapat termanfaatkan dengan baik merupakan tugas semua pihak. Kerja sama dengan berbagai pihak tentunya sangat dibutuhkan. "Kalau Korea punya best practice untuk menangani lahan kritis, kami akan sangat terbuka untuk bekerja sama," ucapnya.

President Nifos, Nam Sung mengaku bangga bisa bekerja sama dengan salah satu KPH terbaik di Indonesia ini. "Saya bangga bisa berhubungan dan kerja sama dalam proyek penelitian selama 5 tahun dalam bidang kehutanan, sosial ekonomi kebudayan dan kelembagaan masyarakat," ujarnya. 

Penelitian yang dilakukan berbentuk kemitraan dengan cara survei kepada masyarakat setempat. Ia berharap kerja sama ini dapat terus berjalan dan berkelanjutan kedepannya.

Terpisah, pimpinan Pondok Pesantren Putri Nurul Haramain Narmada, TGH Hasanain Juaini mendorong diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang kewajiban menanam pohon di NTB. "Ada sekitar 580 ribu hektar lahan kritis, kalau kita hitung tidak ada yang bisa biayai," ungkapnya.

Ia menilai, Perda wajib tanam pohon merupakan langkah jitu dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan lahan kritis. Menurutnya, satu orang memiliki kewajiban menanam 127 batang pohon hingga 10 tahun ke depan.

Dengan jumlah penduduk NTB sekitar 4,7 juta orang, maka akan ada 5,9 miliar pohon yang ditanam hingga 2026. "Kalau perda wajib tanam ini efektif dan dilaksanakan selama 10 tahun maka persoalan 580 ribu hektar lahan kritis selesai," terangnya.

Untuk implementasinya, dia menyerahkan hal ini kepada pemangku kebijakan di NTB. Namun kewajiban tanam haruslah dilakukan secara bertahap mulai dari jenjang sekolah dasar. Selain aktif memelihara kelestarian lingkungan, kewajiban menanam pohon juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat NTB terhadap lingkungan. (zwr)