MATARAM—Di Indonesia, bahkan di dunia, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah dikenal sebagai daerah penghasil mutiara budidaya air laut yang berkualitas bagus, yang kemudian populer dengan nama “South Sea Pearl”.
Seiring geliat sektor pariwisata yang semakin berkembang di NTB, ditandai arus kunjungan wisatawan ke pulau Lombok dan Sumbawa yang meningkat, maka potensi perhiasan mutiara di NTB juga ikut terangkat.
Bahkan Provinsi NTB sebagai daerah penghasil mutiara berkualitas dunia itu juga mendapat apresiasi dari Presiden RI kalau itu, Susilo Bambang Yudoyono, yang bersama istri, Nyonya Ani Yudoyono, pernah ikut menanam bibit kerang mutiara di salah satu lokasi pembudidayaan di Lombok.
Secara ekonomi, para pelaku usaha mutiara, baik pengusaha, petani, perajin, hingga penjual perhiasan mutiara di pulau Lombok dan Sumbawa juga ikut meningkat penghasilannya. Tak hanya itu, di sentra-sentra kerajinan perhiasan mutiara, ramainya pembeli mutiara yang datang juga memberikan manfaat yang cukup signifikan untuk para pedagang makanan dan minuman yang ada di sekitarnya, termasuk hotel dan rumah penginapan.
Salah satu pengusaha perhiasan mutiara yang sukses ini adalah Mahmud, A.Md, pemilik toko perhiasan mutiara “Abi Pearl” di Jalan Banda Sraya, No.88x, Komplek Pondok Indah, Kelurahan Pagutan, Kota Mataram.
Seperti cerita fiksi, kesuksesan Mahmud tidak di raih begitu saja, tetapi melalui serangkaian perjuangan yang cukup berat. Dimulai dengan bekerja sebagai perajin perhiasan mutiara, kemudian dipercaya oleh salah satu pengusaha perhiasan dari Negara di Timur Tengah untuk mencari mutiara tak hanya di daerah Lombok dan Sumbawa saja, tetapi juga di berbagai pelosok nusantara, khususnya di Indonesia bagian timur.
“Dengan mengarungi lautan memakai perahu kayu seperti nelayan tradisional, saya pernah menjelajahi berbagai daerah kepulauan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua, untuk menyelam dan membeli mutiara alam,” jelas Mahmud, Minggu (10/3/2024).
Mengapa mutiara alam, dan kenapa harus mencari hingga pelosok nusantara, bukankah NTB sendiri adalah daerah penghasil mutiara budidaya air laut yang telah di kenal dunia? “Sebelumnya saya juga bermain di pasaran mutiara budidaya air laut. Tetapi seiring dengan semakin dikenalnya perhiasan mutiara air laut ini, maka iklim persaingan juga ikut merebak, sehingga kalau tidak pandai berinovasi, maka akan ditinggalkan pembeli,” ujar Mahmud.
Berangkat dari pengalaman bekerja kepada pengusaha mutiara asal Dubai, Uni Emirat Arab. Dimana sekitar tahun 2008 ada salah satu costumer yang ingin membeli mutiara alam, bukan mutiara hasil budidaya, tentunya dengan harga yang cukup tinggi, maka Mahmud mulai berpikir untuk beralih bisnis dari mutiara budidaya ke mutiara alam.
“Bagaimana saya tidak tertarik, cukup bekerja selama tiga bulan di bisnis mutiara alam ini, hasilnya sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup selama tiga tahun lebih, saking mahalnya harga jual mutiara alam yang berhasil kita dapatkan,” papar Mahmud tersenyum.
Tercatat selama dua tahun (2008-2009), Mahmud melakukan petualangan menjelajahi ganasnya ombak lautan untuk menyelam dan membeli mutiara alam dari masyarakat di pelosok nusantara.
“Ada salah satu pulau kecil di Sumbawa, mutiara alam yang didapatkan para nelayan setempat secara tak sengaja ketika mereka sedang mencari ikan, justeru dibuang begitu saja. Mutiara-mutiara alam tersebut kemudian saya beli dan kumpulkan, untuk berikutnya setelah terkumpul sebanyak 7 kilogram, saya kirimkan ke kolega saya di Dubai,” jelasnya.
Untuk memudahkan mobilitasnya, Mahmud juga berinisiatif membeli sebuah kapal kayu berukuran 3 X 13 meter di daerah Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang dengan diawaki 6 orang anak buah kapal (ABK), termasuk dirinya, petualangan Mahmud semakin luas ke daerah timur Indonesia.
“Selama petualangan mencari mutiara alam ini, bukannya tanpa masalah. Kami pernah tersesat di tengah lautan tak bertepi selama seminggu lebih, juga pernah di hadang oleh perompak. Namun Alhamdulillah, sampai saat ini kami berhasil selamat,” kata Mahmud mengenang perjuangannya.
“Di tempat-tempat yang pernah kami singgahi, saya juga menjalin hubungan baik dengan masyarakat setempat, sehingga kalau ada nelayan yang berhasil mendapatkan mutiara alam, maka mereka secara otomatis akan segera kontak saya untuk membeli. Kalau mutiara alam yang didapatkan itu kualitasnya biasa saja, kolega, atau perwakilan saya yang akan membeli untuk kemudian mengirimkan ke Mataram. Tetapi kalau mutiara itu kualitasnya super, maka saya sendiri yang akan turun untuk membeli,” jelasnya.
Lantas, berapa harga mutiara alam tersebut, sehingga Mahmud rela berangkat sendiri ke daerah-daerah terpencil untuk membeli? “Dari empat mutiara alam yang berhasil saya jual, hasilnya bisa untuk membeli rumah dan tanah yang saya tempati sekarang ini,” terang Mahmud tersenyum.
Memang luar biasa, rumah berlantai dua yang sekarang didiami Mahmud dan keluarganya tergolong sebagai rumah mewah, yang kalau dihargakan bisa mencapai angka miliaran rupiah. “Lihatlah, ini adalah mutiara alam jenis “Clam Pearl” yang sangat langka, dan berharga sekitar Rp 250 juta,” ucap Mahmud seraya menunjuk mutiara berwarna oranye terang, yang ujungnya berwarna putih mengkilat.
Mutiara alam lainnya yang sangat langka, diantaranya jenis “Spider Conch”, “Pink Clour”, dan lainnya, juga dimiliki Mahmud, dan akan dilepas dengan harga sekitar Rp 100 juta. “Mutiara-mutiara alam langka yang saya miliki rata-rata dibeli dan dikoleksi oleh Museum Al Fardan Jewerly – Dubai,” terang Mahmud seraya menyatakan, saat ini dia juga masih menyimpan sekitar 200 butir mutiara alam yang siap diolah menjadi perhiasan.
“Yang jelas, semua perhiasan mutiara alam koleksi “Abi Pearl” yang berharga mahal ini dalam setiap penjualannya akan dilengkapi dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Gemological Institute of Amerika (GIA), sehingga para pembeli tidak ragu-ragu tentang keaslian produk perhiasan mutiara alam kami,” sambung Mahmud. (gt)