Jaksa Tuntut PPK Proyek Marching Band Dikbud NTB 5,5 Tahun dan Kontraktor 6 Tahun

KELUAR: Terdakwa Muhammad Irwin (baju putih) dan Lalu Buntaran (baju hitam) hendak keluar dari ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Mataram, usai mendengarkan jaksa penuntut membacakan tuntutan. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pejabat pembuat komitmen (PPK) Muhammad Irwin dan kontraktor dari perusahaan CV Embun Emas Lalu Buntaran dituntut pidana penjara berbeda.

Jaksa penuntut meyakini perbuatan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesenian atau marching band pada Dinas Kebudayaan (Dikbud) NTB tahun 2017.
“Menuntut, meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muhammad Irwin dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan,” pinta Dian Purnama selaku perwakilan jaksa penuntut, saat membacakan isi tuntutan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa (6/2).

Jaksa juga menuntut mantan Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dinas Dikbud Provinsi NTB itu dengan pidana denda Rp 200 juta. “Dengan ketentuan, apabila terdakwa tidak membayar pidana denda maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” katanya.
Tuntutan lainnya, meminta majelis hakim agar Muhammad Irwin tetap berada dalam tahanan. “Dikurangkan dari massa penahanan yang telah dijalani terdakwa,” sebutnya.
Tuntutan jaksa ke Muhammad Irwin lebih ringan dari tuntutan terdakwa Lalu Buntaran. Lalu Buntaran alias Ading dituntut dengan pidana penjara selama 6 tahun.

“Menuntut, meminta kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menjatuhkan hukuman pidana penjara ke terdakwa selama 6 tahun,” sebut Emma Muliawati, jaksa penuntut lainnya.
Untuk pidana denda yang dijatuhi sama, yaitu Rp 200 juta. Begitu juga jika terdakwa Lalu Buntaran tidak membayar pidana denda tersebut, maka diganti dengan pidana kurungan badan selama 3 bulan.

Dalam tuntutan jaksa, terdakwa Lalu Buntaran turut dihukum untuk membayar uang pengganti kerugian negara Rp 546 juta. Jika terdakwa tidak mengganti kerugian negara maka harta bendanya disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
“Jika harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 3 bulan,” ucap dia.

Tuntutan yang lebih berat ke Lalu Buntaran ini, lantaran terdakwa saat ini masih menjalani masa pidana atas kasus tindak pidana penipuan. “Terdakwa pernah dihukum dalam perkara penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan terdakwa tidak berterus terang pada proses persidangan,” katanya.

Terhadap kedua terdakwa, dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1.
“Menyatakan, perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.

Diketahui, jaksa dalam dakwaan menyebutkan kedua terdakwa kongkalikong dalam pengadaan alat kesenian tahun 2017 tersebut. Persekongkolan itu terjadi sejak penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).

Tak hanya itu, persekongkolan itu juga terjadi saat penentuan spesifikasi peralatan marching band yang nantinya diperuntukkan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah menengah atas. Untuk pengadaan alat marching band itu, dianggarkan dalam dua paket pengadaan.

Paket pertama, PPK menyusun HPS senilai Rp1,69 miliar untuk 8 unit pengadaan alat marching band. Sementara paket kedua, HPS senilai Rp1,06 miliar untuk 5 unit pengadaan alat marching band.

Kedua paket itu dimenangkan CV Embun Emas dengan nilai penawaran berbeda. Paket pertama dengan nilai penawaran Rp 1,57 miliar, sedangkan paket kedua Rp 982 juta.
Muhammad Irwin, selaku PPK pertama kali menentukan nilai HPS dengan meminta anak buahnya Sabarudin untuk melakukan survei pasar.

Melalui internet, Sabarudin mendapatkan sebanyak 17 rekomendasi alat marching band. Itu didapatkan dari Julang Marching Band yang ada Sleman, Yogyakarta. Kemudian diserahkan ke terdakwa Muhammad Irwin. Selanjutnya, Muhammad Irwin menyerahkannya ke terdakwa lalu Buntaran dan saksi Sapoan.

Dengan daftar yang diterima dari terdakwa Muhammad Irwin, terdakwa Lalu Buntaran menghubungi Julang Marching Band dan meminta daftar harga untuk satu unit alat marching band tersebut. Usai mendapatkan daftar harga, Lalu Buntaran menyerahkannya ke Muhammad Irwin.
Penyerahan daftar harga diserahkan di Kantor Dinas Dikbud NTB. Lalu, daftar harga itu dipergunakan untuk menyusun HPS untuk satu unit kelengkapan alat marching band.

Nilainya sebesar Rp 212 juta.
Terungkap di dalam dakwaan, CV Embun Emas yang keluar sebagai pemenang bukan miliknya terdakwa Lalu Buntaran, melainkan milik adiknya. Dan jaksa dalam dakwaan, menyebutkan Lalu Buntaran melakukan monopoli.

Hal itu dikarenakan dari belasan perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, hanya CV Embun Emas yang melampirkan harga penawaran. Juga tidak menyalurkan barang sesuai spesifikasi perencanaan. Atas tindakannya, kedua terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 702 juta berdasarkan hasil audit BPKP NTB. (sid)

Komentar Anda