TANJUNG – Kegiatan adat Gawe Beleq baru saja selesai digelar di Desa Bayan, Kecamatan Bayan. Tokoh adat setempat, Raden Suryanto menjelaskan bahwa adat gawe beleq adalah salah satu upacara adat yang dilakukan masyarakat Bayan dengan mengumpulkan beberapa anggota keluarga untuk ritual adat khitanan atau nyunatan, yang dirangkai dengan ritual ngalu aiq, ngelokoang biso menik, dan lainnya.
Gawe artinya hajatan dan beleq artinya besar. Jadi, gawe beleq adalah hajatan besar yang dilakukan dalam beberapa tahun sekali sehingga upacara ini dilakukan dengan besar-besaran mengundang seluruh sanak saudara yang tinggal berdekatan maupun berjauhan dari tempat tinggal masyarakat adat Bayan.
Pelaksanaan tidak setiap tahun. Tergantung kemampuan masyarakat. Gawe beleq kali ini dilaksanakan setelah 15 tahun tidak ada. âTerakhir yaitu tahun 2009,” ujarnya kepada Radar Lombok, Minggu (10/2).
Pada gawe beleq tahun ini dilaksanakan sepekan. Dimulai pada Sabtu (3/2). Pertama dilaksanakan menguning atau mewarnai kain dengan bahan pewarna alam seperti kunyit. Kemudian pada Minggu (4/2) dilanjutkan dengan acara tun grantung. “Itu adalah gamelan adat yang disakralkan di tiga kepebengkelan atau tiga gubuk. Yaitu di Bat Orong, Loloan dan Bayan Timur. Ketika gamelan itu dibunyikan maka pertanda gawe beleq dimulai,” bebernya.
Selanjutnya pada Senin (5/2) dilanjutkan dengan gegalut atau pembuatan jajanan tradisional seperti dodol dan wajik. Kemudian ada juga bisok bedak keramas untuk anak-anak yang akan dikhitan di Lokok Mutur. Pada Selasa (6/2) ada memajang atau menghias rumah adat di Bayan dan ngalu aiq atau mengambil air dari mata air. “Ada empat mata air tempat menjemput atau mengambilnya. Yaitu di Aik Bangket Bayan, Aiq Torean, Aiq Majapahit dan Batua,” bebernya.
Pada Rabu (7/2) kegiatannya masih sama yaitu ngalu aiq. Namun kali ini ngalu aiq di tiga mata air. Yaitu Aiq Setinggi Daya, Aiq Mandala, dan Aiq Ongsok.
Selain ngalu aiq ada juga ngelokoang bisok menik atau cuci beras di Sungai Lokok Nine. Yang mencuci adalah para remaja. “Keesokan harinya adalah puncak acara yaitu khitanan. Ada puluhan anak yang dikhitan atau disunat,” bebernya.
Setelah itu ada ngalu aik maling mapakin atau serah sekapur sirih yang dilaksanakan di Perbatasan Desa Karang Bajo dan Desa Bayan. “Baru kemudian dilanjutkan dengan ngelokoang bisok menik dan setelah itu makan bersama di tempat acara,” ujarnya.
Selanjutnya pada Jumat (9/2) dilanjutkan dengan mengkuris atau cukur rambut anak-anak usia 1-12 tahun.
Acara terakhir Sabtu (10/2). Kegiatan yaitu buang au yang diikuti oleh anak-anak yang dikhitan ke Sungai Lokoq Muntur yang diiringi oleh gamelan adat sebagai penanda berakhirnya rangkaian kegiatan. “Pembuangan au adalah pembuangan abu atau darah dari anak-anak yang dikhitan ke sungai. Tujuannya adalah apabila ada hal-hal buruk atau negatif pada diri anak, hilang,” tuturnya. (der)