Gagal Bertemu Gubernur, Aksi Mahasiswa Ricuh

Aksi Mahasiswa Ricuh
RICUH : Aksi unjuk rasa puluhan aktivis PMII NTB ricuh di gerbang kantor Gubernur NTB karena tidak bertemu dengan Gubernur maupun Wagub, Kamis (19/9).( AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Puluhan aktivis dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) NTB menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur, Kamis kemarin (19/9). Aksi tersebut menyoal setahun kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Dr Zulkieflimansyah dan Dr Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi). 

Aksi yang awalnya berjalan tertib, mulai memanas setelah sekian lama berorasi tidak ditemui gubernur atau wagub. Jalan Pejanggik depan kantor gubernur bahkan sempat diblokir karena pengunjuk rasa kecewa. Tindakan itu membuat lalu lintas menjadi terganggu. 

Hingga menjelang azan Duhur, pengunjuk rasa tidak juga ditemui gubernur atau wagub. Puncaknya, pengunjuk rasa yang ingin masuk langsung ke dalam kantor gubernur menemui gubernur dan wagub. 

Aksi dorong-dorongan tidak terhindarkan. Aparat kepolisian dan Pol PP yang berjaga berupaya memukul mundur pengunjuk rasa. Baku hantam antara pengunjuk rasa dengan aparat pun terjadi. 

Seorang mahasiswa sempat diamankan aparat saat baku hantam terjadi. Mahasiswa tersebut diamankan ke dalam halaman kantor Gubernur. Namun setelah didesak dan mendapat kecaman pengunjuk rasa lainnya, mahasiswa tersebut dilepas. “Jangan suka main pukul. Kami datang ke sini untuk menemui pemimpin kami. Jika ada di antara kami yang cacat, kepolisian harus bertanggung jawab. PMII se-Indonesia menyatakan perang terhadap institusi kepolisian,” ujar kordum aksi, Aziz Muslim usai suasana mereda. 

Beberapa kali situasi memanas terus terjadi. Namun tidak ada yang sampai mengalami cedera. Hingga akhirnya, Asisten III Pemerintah Provinsi NTB Hj Hartina keluar menemui pengunjuk rasa. Namun kedatangannya ditolak mentah. “Kami hanya ingin bertemu gubernur atau wagub. Kami tidak kenal pejabat lain,” kata Aziz yang akrab disapa Bagong.

Alasan tidak diterimanya perwakilan pemprov, karena masalah yang dibawa PMII cukup kompleks. Dibutuhkan orang yang bisa mengambil kebijakan langsung seperti gubernur atau wagub. 

Para pengunjuk rasa menganggap Zul-Rohmi gagal memimpin NTB. Jargon NTB Gemilang yang didengungkan, dinilai justru membuat NTB hilang. “Pada zaman TGB, ketika kami demo ditemui langsung di sini. Tapi kenapa sekarang seorang gubernur yang katanya aktivis tidak berani keluar menemui PMII,” sesal Bagong. 

Aksi yang dilakukan kali ini, menurutnya adalah jihad yang tidak akan berhenti hingga bertemu Zul-Rohmi untuk mendapatkan solusi. Direncanakan, aksi lebih besar akan kembali digelar dengan jumlah massa lebih banyak dari PMII di kabupaten/kota. 

Terdapat 6 tuntutan aksi PMII dalam momentum setahun kepemimpinan Zul-Rohmi. Di antaranya percepatan pembangunan rumah tahan gempa (RTG) di NTB, evaluasi program beasiswa luar negeri yang telah menelantarkan warga NTB. Berikutnya, PMII juga menyuarakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaudit tunjangan perumahan DPRD NTB. Pasalnya, rumah dinas yang disediakan tidak digunakan. “Selanjutnya, berikan solusi terbaik kepada masyarakat atas ditutupnya tambang emas Prabu. Dan terakhir, pembangunan sirkuit MotoGP harus melibatkan tenaga kerja lokal,” tegas Aziz Muslim alias Bagonk. 

Aksi PMII tersebut tidak ditemui gubernur maupun Wagub, karena keduanya sedang melakukan kegiatan di tempat lain. Sementara perwakilan dari pejabat pemprov, semuanya ditolak oleh PMII. 

Koordinator lapangan (Korlap) aksi, Muhammad Solihin dalam orasinya, mengkritisi program zero waste. Program penanganan dan pengelolahan sampah yang digembar gemborkan oleh pemprov pada realitasnya tidak maksimal. “Itu program bagus, tapi pada implementasi alias praktik di lapangan benar-benar zonk,” ujar Solihin. 

Dikatakan, anggaran untuk mendukung program zero waste cukup besar. Pemprov menghabiskan Rp 4 miliar. Pada 2018 mencapai Rp 1,5 miliar, sedangkan 2019 senilai Rp 2,5 miliar. Proyek tersebut dikelola Bank Sampah Bintang Sejahtera sebagai pihak ketiga pengelola zero waste. 

Dalam Rancangan Anggaran Belanja (RAB), masing-masing kelompok menerima bantuan Rp 30 juta. Terbagi untuk peralatan dan pembinaan. Nilai peralatan Rp 20 juta per kelompok, untuk pembinaannya Rp 10 juta. Selain kekurangan spesifikasi, indikasi fiktif bantuan ditemukan pada sejumlah kelompok, karena tidak sepeser pun menerima. Misalnya di Lombok Utara, ada enam kelompok dengan nama yang sama, Bank Sampah 7,0 SR. “Taksiran indikasi kekurangan volume mencapai Rp 800 juta,” ucapnya. 

Keberadaan staf khusus gubernur juga mendapat sorotan. “Bayangkan saja, jumlahnya 41 orang. Rata-rata mereka mendapat honor Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per bulan. Jika setahun, honor staf khusus gubernur menghabiskan Rp 2,19 miliar. Itu adalah pemborosan,” katanya. 

Anggaran dari APBN dan APBD untuk korban gempa juga tidak dikelola dengan transparan. “Bantuan dari provinsi di luar NTB juga ada, swasta banyak. Itu dikemanakan saja yang bernilai triliunan rupiah. Jangan sampai ditilap dan masuk ke rekening pribadi. Jika tidak terbuka sepenuhnya kepada masyarakat, maka patut kami duga ada indikasi KKN pada anggaran gempa tersebut, dan KPK RI segera panggil Gubernur dan Wagub NTB untuk dimintai keterangan,” ucapnya. 

Orator lainnya menyinggung soal pengiriman mahasiswa ke luar negeri. Padahal banyak kampus di negara sendiri memiliki kualitas yang jauh lebih baik. Belum lagi soal sumber anggaran yang dinilai masih misterius. (zwr) 

Komentar Anda