Bupati Anggap Teguran Pemprov Wajar

H. Najmul Akhyar

TANJUNG – Evaluasi APBD Kabupaten Lombok Utara tahun anggaran 2017 yang dinilai inkonsisten dari hasil evaluasi Pemprov NTB, bukanlah menjadi sebuah ancaman bagi pemerintah daerah. Sebab apa yang menjadi bahan evaluasi pemprov merupakan hal wajar sesuai mekanisme atau sistem pemerintahan yang berjenjang. “Bila ada perbaikan-perbaikan, itulah fungsi APBD kita dievaluasi pemprov, sebab pemerintah sudah menyiapkan sistem yang berjenjang bahwa apa yang dianggarkan itu benar sesuai peraturan dan kebutuhan masyarakat. Saya pikir itu wajar karena mekanismenya seperti itu,” kata Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar di ruang kerjanya, Selasa (18/4).

Ia menerangkan, apa yang ada di APBD merupakan aspirasi masyarakat yang tertapung, kemudian dari aspirasi itu mungkin ada batasan-batasan dalam penyusunan dilalaikan oleh pihaknya. “Kalau ada evaluasi dari provinsi, maka itu tentu menjadi indikator-indikator untuk melakukan perbaikan-perbaikan,” tandasnya.

Terkait hampir setiap tahun APBD seperti ini berulang kali, menurut Najmul diakui setiap tahun pasti diperiksa, kesalahan yang sekarang bisa jadi kemungkinan ada kesalahan lainnya pada tahun berikutnya. “Artinya setiap tahun itu ada temuan dari provinsi, dan saya piker itu wajar,” tegasnya.

Jika pun evaluasi APBD berjalan mulus atau tidak pernah ditegur, tentu hal itu akan menjadi bahan persoalan. Jangan sampai pemerintah daerah kelolosan melakukan kesalahan tanpa mekanisme untuk melakukan perbaikan. “Kita harus berpikir positif thingking, bahwa maksud provinsi itu baik dalam rangka meluruskan arah kebijakan dari segi aturan dan realitas dilapangan,” pintanya.

Baca Juga :  TPID Pantau Lonjakan Harga Sembako

Meskipun demikian, ia akan segera memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengumpulkan SKPD guna memberitahukan dimana letak evaluasi yang dinilai inkonsisten tersebut. “Ini adalah mekanisme biasa di dalam proses penyusunan APBD,” jelasnya.

Dikatakan, ia selalu menekankan dalam setiap pertemuan tertentu, bagaimana formulasi penganggaran adalah belanja pembangunan itu harus lebih besar daripada belanja pegawai. Namun, perlu diketahui bahwa Lombok Utara saat ini telah memiliki 29 SKPD sehingga adanya formulasi APBD berkembang.

Adanya peningkatan tapi formulasi tidak melebihi. Jadi, dulu pemerintah daerah membiayai 13 dinas dan sekarang membiayai 29 dinas maka wajar mengalami peningkatan. “Kalau belanja langsung lebih kecil akan menjadi pertanyaan karena jumlah SKPD bertambah, tetap sedapat mungkin menekan jangan sampai lebih besar daripada belanja pembangunan,” paparnya.

Sebagaimana surat resmi Pemprov NTB, poin-poin yang ditekankan menjadi bahan evaluasi. Di antaranya pada evaluasi diharapkan adanya peningkatan belanja langsung, akan tetapi justru terjadi penurunan belanja langsung mencapai Rp 4.943.194.794. Kemudian dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten, masih terdapat urusan wajib yang rendah alokasi anggarannya dan perlu mendapat prioritas. Di antaranya urusan wajib penanaman modal, urusan wajib statistic dan urusan wajib kearsiapan.

Selanjutnya, terbatasnya pengalokasian anggaran belanja pada program unggulan/strategis/terobosan sesuai dengan prioritas dalam KUA-PPAS sementara beberapa OPD mendapatkan alokasi anggaran yang cukup besar seperti Sekretariat DPRD sebesar Rp 22.739.441.785, Sekretariat Daerah sebesar Rp 29.737.683.200, dan Badan Perencanaan Pembangunan Rp 9.946.902.213,55.

Baca Juga :  Debu Pembangunan Tambak Mengganggu, Kades Gumantar Datangi DPRD KLU

Selain itu, peningkatan anggaran terdiri dari belanja hibah uang sebelum evaluasi sebesar Rp 7.882.500.500 setelah evaluasi bertambah sebesar Rp 499.999.500 menjadi sebesar Rp 8.382.500.500, barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga sebesar Rp 37.442.162.600 setelah evaluasi bertambah sebesar Rp 2.235.240.000 menjadi sebesar Rp 39.677.402.600, dan belanja sosial berupa uang sebesar Rp 18.000.000.000 setelah evaluasi bertambah sebesar Rp 560.866.635 menjadi sebesar Rp 18.560.866.635.

Pada evaluasi ini juga melihat anggaran honorium pegawai honorer/tidak tetap sebesar Rp 10.226.450.000, jika dilihat anggarannya terlalu besar dan setelah Perda ditetapkan terjadi peningkatan sebesar Rp 10.870.000 menjadi Rp 10.237.320.000. Pemprov juga mengkritisi tidak dilakukannnya rasionalisasi perjalanan dinas, total belanja perjalanan dinas sebesar Rp 30.695.214.820 setelah evaluasi bertambah sebesar Rp 208.467.000 menjadi sebesar Rp 30.903.681.820, belanja perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp 23.659.187.820 bertambah sebesar Rp 245.000.000 menjadi Rp 23.904.187.820. Pada point terakhir, pemprov menegaskan terdapat penganggaran kegiatan yang tidak memiliki korelasi langsung dengan kelauran yang diharapkan dari kegiatan dimaksud apabila ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerja. (flo)

Komentar Anda