Kontraktor Tagih Pemprov Segera Bayar Utang

H Bambang Muntoyo (FAISAL HARIS/RADAR LOMBO)

MATARAM – Sejumlah kontraktor mengeluh dan memprotes keras sikap Pemprov NTB  yang tidak kunjung membayar hak-hak mereka atas pekerjaan proyek 2021 hingga saat ini.

Salah satu kontraktor yang enggan disebut namanya mengaku, akibat tidak kunjung dibayarkannya pembayaran proyek tersebut, para kontraktor mengalami kesulitan pendataan. “Mereka kesulitan pendanaaan. Apalagi pendanaaan mereka itu, ada juga dari pinjaman dari pihak ketiga maupun kredit di bank,” sesal kontrak ini kepada Radar Lombok, Selasa (24/5).

Selain lamban membayar utang itu, lanjutnya, terdapat sejumlah PPK di SKPD Pemprov NTB mencoba melakukan adendum secara sepihak kontrak kerja tahun 2021 dengan para kontraktor. Di antaranya soal pembayaran pajak 11 persen. Padahal menurutnya, ketentuan pajak 11 persen ini baru berlaku tahun 2022. Sementara pekerjaan mereka tahun 2021. “Sejumlah kontraktor ini berencana melaporkan Pemprov NTB ke Ombudsman dan bahkan melayangkan gugatan ke pengadilan,” ucapnya.

Ketua Gabungan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Provinsi NTB, H Bambang Muntoyo menambahkan, untuk menyikapi hal tersebut seharusnya pemprov segara membayar kepada pihak kontraktor bilamana sudah tidak ada masalah terhadap proyek yang sudah dikerjakan. “Ya seharusnya pemprov itu segara membayar bila itu sudah sesuai prosedurnya. Kalau sudah PHO, FHO, kenapa harus ditunda pembayarannya. Tidak boleh pemprov seperti itu,” sesalnya.

Terlebih jika proyeknya sudah selesai semua, lanjut Bambang, maka wajib untuk segara dibayarkan. “Kalaupun ada proyek yang belum FHO (provisional hand over-PHO) atas kesalahan atau kekurangan ada astimasi pemeliharaan yang dilakukan pihak kontraktor bersangkutan. “Intinya harus dibayarkan semua. Tidak boleh pemprov berbuat seperti itu. Coba (kontraktor) ada yang bersurat ke asosiasi kita, ya kita tekan pemprov untuk segara bayar. Karena kita belum tahu kontraktor mana yang belum dibayarkan itu dia tergabung di asosiasi mana. Kalau di asosiasi saya ya kita surati pemprov supaya segara bayar,’’ tekannya.

Mengingat sejauh ini, sambung Bambang, di Gapeksindo NTB belum dapat laporan dari anggota soal ada pekerjaan yang belum dibayarkan sampai sekarang. “Kalau di kami belum ada laporan. Tapi kalau ada seperti kemarin yang terjadi di salah satu proyek di Mataram, kita langsung datangi untuk kita tanyakan apa permasalahannya, dan itu sudah kita selesaikan. Kalau ini belum ada pengaduan ke kami,” katanya.

Baca Juga :  Dewan Sesalkan Pempov Tunda Bayar Utang

Namun terlepas dari belum adanya pengaduan yang masuk ke Gapeksindo NTB, Bambang tetap mendorong agar pemprov segera melakukan pembayaran kepada pihak kontraktor. “Tapi kita tetap mendorong pemprov untuk segara dibayarkan, kalau memang sudah tidak ada masalah. Lalu dikemanakan uangnya itu kalau tidak segara dibayarkan karena yang menenderkan proyek harus siap uangnya, kalau tidak siap untuk apa ditenderkan,” tegasnya.

Bambang juga bertanya-tanya atas sikap pemprov yang belum membayarkan. Apakah salahnya di kontraktor atau seperti apa, sehingga ia berharap supaya permasalah pembayaran proyek ini segara dicarikan titik temu kedua belah pihak. Baik itu pemprov atau pihak kontraktor. “Kita ada mediasi dalam menyelesaikan permasalahan ini supaya tidak di bawah ke ranah hukum,” harapnya.

Disinggung soal adanya keluhan dari kontraktor mengenai pembayaran pajak sebesar 11 persen atas pekerjaan proyek yang dikerjakan pada 2021. Sementara ketentuan pajak 11 persen baru berlaku tahun 2022, menurut seharusnya tetap pada ketentuan awal kontrak sebesar 10 persen. “Harusnya PPn tetap 10 persen sesuai kontrak awal, kalau 11 persen berarti ada perubahan kontrak. Dan harus juga ada perubahan pembayaran item pekerjaan diperhitungan analisa harga satuan bahan dan upah juga harus disesuaikan 11 persen,” katanya.

Bila ketentuan pajak sebesar 11 persen diberlakukan, lanjutnya, harusnya kontrak awal juga disesuaikan. “Jangan karena kontrak awal berubah lalu pemprov tidak membayar kewajibannya yang harus diselesaikan dengan kontraktornya. Lakukan pembayaran sesuai dengan porsi yang sudah dilaksanakan kontraktor,” pungkasnya.

Sementara Asisten Ombudsman NTB, M Rasyid Rido yang dikonfirmasi soal adanya rencana sejumlah kontraktor yang ingin mengadukan persoalan belum terbayarkan proyek 2021 oleh Pemprov NTB ke Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTB, mengatakan pihaknya tentu nanti akan mempelajari bila ada aduan terkait hal tersebut. “Kalau Ombudsman sendiri tentu nanti akan mempelajari subtansi yang diadukan. Apakah itu nanti masuk kewenangan Ombudsman atau nggak,” katanya.

Baca Juga :  Pembayaran Terus Berproses, Pemprov NTB Optimis Tuntaskan Kewajiban

Namun yang jelas, lanjut Ridho, Ombudsman sendiri ketika ada aduan yang masuk tentu akan diterima. “Tapi secara administratif kami juga menelaah apakah itu memenuhi syarat formil dan materiil. Jadi siapa yang mau melapor baik itu kontraktor, kami persilakan,” tambahnya.

Terkait permasalahan itu, sambung Ridho sejauh ini belum ada laporan yang masuk ke Ombudsman. “Tapi tetap kami akan mempelajari terlebih dahulu subtansinya seperti apa. Baru bisa kami tindaklanjuti,” katanya.

Kepala BPKAD Provinsi NTB, Samsul Rizal yang dikomfirmasi atas keluhan dari sejumlah kontraktor atas tak kunjung dilakukan pembayaran proyek 2021 oleh pemprov, mengatakan semua sedang diproses. “Semuanya sedang berproses,” katanya.

Bahkan, ia mengku untuk pembayaran sudah mulai dilakukan pihaknya kepada kontraktor. Namun bagi yang belum karena BPKAD belum menerima berkasnya. Mengenai adanya keluhan dari sejumlah kontraktor soal ada sejumlah PPK di SKPD Pemprov NTB mencoba melakukan adendum secara sepihak kontrak kerja tahun 2021 dengan para kontraktor ini. Terkait soal pembayaran pajak 11 persen, Samzul Rizal menyarankan untuk dipertanyakan langsung ke kantor pajak. “Silakan ditanya ke Kantor Pajak karena itu kewenangannya,” tutupnya.

Seperti diketahui, untuk hutang pengadaan belanja Pemprov yang belum diselesaikan pada tahun 2021 sebesar Rp 229 miliar. Baik untuk pembayaran program atau proyek dari pokok-pokok pikiran (Pokir) Dewan maupun untuk pembayaran program direktif gubernur dan wakil gubernur dalam rangka penajaman RPJMD mendukung visi dan misi. Utang ini muncul karena pada akhir bulan Desember 2021, Pemprov NTB tidak punya cukup uang untuk membayar seluruh kegiatan. Sehingga pada 2022 Pemprov terpaksa harus mengeser sejumlah anggaran program di APBD 2022 untuk menutupi utang tersebut. (sal)

Komentar Anda