Kerugian MotoGP Mandalika Dianggap Masih Wajar

Jamaluddin Malady (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB buka suara terkait event balap MotoGP yang digelar di Sirkuit Mandalika pada 13-15 Oktober lalu, yang mengalami kerugian.

Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) NTB, Jamaluddin Malady menilai kerugian yang dialami saat penyelenggaraan event MotoGP masih dalam kategori wajar. Menurutnya tidak ada penyelenggaraan event yang langsung meraup untung diawal.

“Terkait business sport tourism memang sampai lima tahun itu belum ada untung. Tapi kalau tahun ke enam, tujuh itu sudah mulai ada untung, kembali modal,” ujar Jamaluddin, yang juga Komandan Lapangan event MotoGP Mandalika ini saat dikonfirmasi Radar Lombok, Senin (13/11).

Komandan Lapangan MotoGP Mandalika ini mengibaratkan event MotoGP dengan binis perhotelan, yang pada tahun pertama dan kedua tidak mungkin langsung balik modal. Demikian juga dalam penyelenggaran event balap motor tidak selamanya berjalan mulus.

Kalaupun MotoGP Mandalika benar mengalami kerugian dari segi penjualan tiket, sebagaimana yang dilaporkan MGPA. Akan tetapi menurut Jamal, hal itu masih bisa ditutupi dengan kesuksesan dari segmen lainnya.

Seperti dampak ekonomi yang ditimbulkan saat event balap kuda besi itu berlangsung. Terbukti tingkat keterisian kamar hotel semakin meningkat, kunjungan wisatawan yang semakin ramai. Bahkan dari laporan Kemenparekraf, transaksi atau perputaran uang selama tiga hari gelaran event MotoGP mencapai Rp 4,5 triliun.

“Satu sisi rugi karena penjualan tiket yang diberikan diskon bagi masyarakat NTB. Kalau dijual normal sama seperti warga luar NTB, mungkin tidak rugi,” ucapnya.

Baca Juga :  RGOG Diajak Ramaikan Sirkuit Mandalika

Jamal menduga sumber kerugian event MotoGP Mandalika berasal dari penjualan tiket yang diberikan diskon besar-besaran bagi warga NTB. “Kalau dijual normal sama seperti warga yang datang dari luar NTB, mungkin tidak rugi. Karena tiket untuk warga NTB itu kan diskon 50 persen. Bahkan ada yang dijual harga normal dapat empat,” jelasnya.

“Dia (MGPA, red) rugi di tiket, tapi menang di penonton warga NTB yang datang ramai-ramai membeli tiket murah. Yang belum bisa nonton akhirnya bisa nonton, berarti ada perputaran ekonomi disini yang meningkat. Tapi ketika harga tiketnya mahal, tidak ada yang nonton warga NTB,” terangnya.

Meski begitu, dari segi layanan dan fasilitas akomodasi maupun transportasi, MotoGP tahun 2023 oleh pengunjung dinilai jauh lebih baik dibandingkan event-event tahun sebelumnya yang digelar di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah.

Pihaknya tidak khawatir balap MotoGP di Sirkuit Mandalika bakal dihapus, sebagaimana dihapusnya WSBK Mandalika dari kalender event karena dinilai telah merugikan pihak penyelenggara. “Kalau MotoGP karena berkontrak sampai 10 tahun, tidak mungkin dihilangkan. Karena MotoGP sudah dianggap memiliki pangsa pasar sendiri, dan termasuk motor sport kasta tertinggi,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan Jamal, dalam upaya menghadirkan event balap motor di Sirkuit Mandalika tidaklah gampang. Perlu ada koordinasi yang luar biasa dengan pihak Dorna, supaya MotoGP, WSBK dapat terselenggara di NTB.

Baca Juga :  Kejati Sorot Proyek Mubazir

Maka sudah seharusnya Sirkuit Mandalika yang dibangun dengan anggaran yang cukup besar oleh negara. Maka tidak boleh ada event balap motor lagi yang dihapus karena dinilai belum menguntungkan alias merugi. “Seharusnya event di Sirkuit itu ditambah. Bahkan ke depannya sirkuit itu dijadikan lokasi Formula 1,” katanya.

Sementara itu, imbas dari laporan pihak MGPA yang menyebut event balap MotoGP mengalami kerugian dari segi penjualan tiket. Pemkab Lombok Tengah akhirnya luluh dengan cara memberi keringanan dalam membayar pajak hiburan saat event MotoGP yang berlangsung di Sirkuit Mandalika pada 13-15 Oktober lalu.

Sekda Lombok Tengah, H Lalu Firman Wijaya mengatakan, dari koordinasi yang sudah dilakukan oleh Pemkab bersama MGPA disepakati jika untuk event MotoGP tahun ini pihak MGPA mendapat keringanan pembayaran dari yang di Perda sebanyak 30 persen, kini bisa dibayarkan hanya 20 persen.

“Memang MGPA mengajukan permohonan pembayaran pajak itu 15 persen, dan setelah kita koordinasi disepakati pembayaran pajak itu 20 persen. Ini sudah kita turunkan, karena sebenarnya di Perda itu jumlah pajak hiburan mencapai 30 persen,” ungkap Firman Wijaya. (rat)

Komentar Anda