Dugaan Korupsi Gili Trawangan Jilid II Masuk Kategori Pidum

Ely Rahmawati (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Penyidikan dugaan korupsi di kawasan Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), kembali mental. Menurut Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Ely Rahmawati menyebut bahwa penyidikan berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan tanah miliknya Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB tersebut, tidak masuk ke ranah tindak pidana korupsi (Tipikor), melainkan kasus pidana umum (Pidum).

Hal itu berlandaskan tanah di kawasan wisata seluas 65 hektare itu masih miliknya Pemprov NTB. “Kepemilikan (tanah) masih di Pemprov. Jadi kerugian negaranya di kita (Kejati NTB) nggak ada. Tipikor-nya nggak ada,” kata Ely, Selasa kemarin (23/1).

Karena tidak ada kerugian negara, maka penyidikan lebih jauh tidak dilanjutkan lagi, dan proses penanganannya juga akan diserahkan ke Pemprov NTB. “Proses kita mau menyerahkan ke Pemprov, dan nanti Pemprov yang akan menyerahkannya ke Polda, atau dia (Pemprov) langsung berkontak dengan para pihak,” sebutnya.

Sebelum Kejati NTB mengusut dugaan korupsi di Gili Trawangan untuk tahun 2021-2023, yang disebut dengan jilid II. Juga pernah mengusut hal serupa untuk tahun 1998-2020, saat pengelolaan kawasan wisata tersebut, masih berkontrak dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) yang disebut jilid I.

Baca Juga :  Polda Usut Dugaan Penyelewengan Penyertaan Modal di PT GNE

Kejati tidak melanjutkan penyidikannya, lantaran tidak ada kerugian negara yang ditemukan setelah berkoordinasi dengan auditor, yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. Sehingga kasus tersebut dinyatakan hanya tindak.pidana umum saja. “Yang pertama (jilid I) sudah kita serahkan ke Polda. (Yang jilid II) prosesnya kita menyerahkan ke Pemprov,” ujarnya.

Dikatakan Ely, kasus di Gili Trawangan bisa masuk ranah Tipikor kalau lahan tersebut beralih nama dari Pemprov NTB, sehingga penyidikan jilid II itu tidak masuk kategori Tipikor. “Karena dengan BPKP, sama pendapat kita bahwa sebelum beralih kepemilikan itu bukan Tipikor. Karena asetnya tetap nama Pemprov,” ucap dia.

Disampaikan, sebelumnya Kejati menelisik kasus tersebut (Gili Trawangan jilid I) berawal dari adanya laporan masyarakat.  Laporan itu mengenai adanya dugaan sewa dan Pungli terkait pemanfaatan Hak Pengelolaan (HPL) yang awalnya dikerjasamakan dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI). Pungli tersebut dilakukan sejak 1998, pasca adanya kesepakatan kontrak produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI seluas 65 hektare.

Baca Juga :  Tak Bisa Lunasi ONH, 292 CJH NTB Gagal Berangkat Haji

Meski sudah dikerjasamakan, namun muncul pengusaha mendirikan beberapa bangunan di atas lahan tersebut, tanpa persetujuan dari PT GTI selaku pengelola lahan. Terindikasi para pengusaha itu bisa mendirikan bangunan di atas lahan tersebut, dengan menyetorkan sewa atau jual beli lahan ke oknum-oknum tertentu, yang mencoba mencari keuntungan dengan jual beli lahan.

Perbuatan tersebut, berpotensi mengakibatkan kerugian negara. Sebab, hasil sewa atau Pungli tersebut, tidak masuk kas daerah, tetapi masuk kantong pribadi.

Sekitar bulan November 2021 lalu, penyidik mulai melakukan penyelidikan. Seiring berjalannya waktu, kasus tersebut dinaikkan tahap ke penyidikan. Hal tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Nomor: Print-02/N.2/Fd.1/02/2022 tanggal 9 Februari 2022. “Nah kemudian transaksi-transaksi diatasnya itu kan potensi, dan itu pidana umum. Penyerobotan tanah itu,” tandasnya. (sid)

Komentar Anda