Antrean Menumpuk, Penerapan E-Ticketing Tuai Protes

PROTES E TIKETING: Para calon penumpang kapal penyeberangan di Pelabuhan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, terlihat protes penerapan kebijakan e-ticketing yang menyebabkan antrean penumpang.(RATNA/RADAR LOMBOK)

TALIWANG—Penerapan sistem pembelian tiket penyeberangan berbasis online kembali menuai protes dari masyarakat yang menggunakan jasa penyeberangan dari Pelabuhan Poto Tano (Kabupaten Sumbawa Barat) — Pelabuhan Kayangan (Lombok Timur). Tidak sedikit masyarakat mengeluhkan tata kelola penerapan sistem E-ticketing yang dinilai amburadul, ruwet dan mempersulit penumpang.

“Kalau dibandingkan, yang kemarin lebih cepat. Tapi kalau begini kan lama. Sementara kan kita pengen cepat. Jadi tidak bisa kayak gini,” kata Faizun, salah satu calon penumpang asal Tambak Sari, ketika ditemui di Pelabuhan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), kemarin.

Faizun membandingkan sistem pembelian tiket on the spot di pelabuhan sebelumnya yang jauh lebih mudah dan efektif, dibandingkan menggunakan aplikasi e-ticketing yang bernama ferizy, yang justru menyebabkan antrean di loket, dan penumpukan penumpang di pelabuhan.
Alhasil, kebijakan itu justru dinilai mempersulit masyarakat pengguna angkutan penyeberangan. “Kami kurang setuju karena ini (penjualan e-ticketing penyebrangan, red) hanya memperlambat. Kalau hari-hari biasa aja sudah seperti ini, bagaimana kalau hari lebaran? Sedangkan loket utama pas lebaran antreannya saja sampai macet,” tambahnya.

Dia khawatir kondisi demikian akan lebih parah pada saat penumpang banyak yang mudik lebaran atau libur panjang. Maka dari itu, dia meminta supaya pemerintah provinsi segara mengevaluasi kembali penerapan e-ticket tersebut.

“Lihat antrean loket yang panjang, apalagi disini (gerai penjualan e-ticketing). Kalau perlu dievaluasi lagi lah. Bisa mungkin seperti ini, tapi loketnya diperbanyak,” sarannya.
Tidak hanya layanan pembelian e-ticket yang dipersoalkan penumpang, namun juga menyoroti terkait tambahan biaya administrasi pada layanan pembelian tiket penyebrangan berbasis online tersebut.

Sebagai contoh, harga tiket penyeberangan untuk penumpang anak-anak sebanyak Rp 5.200 per orang, tetapi kemudian naik menjadi Rp 10.000, karena ada biaya tambahan admin pembelian sebesar Rp 4.800. sementara penumpang dewasa yang normalnya harga tiket sebesar Rp 18.800, naik sebesar Rp 6.200, sehingga menjadi Rp 25.000.

Baca Juga :  Gubernur NTB Dampingi Presiden Hadiri Hannover Messe di Jerman

Harga tiket penumpang golongan 1 dari harga Rp 30.000, naik menjadi Rp 38.000, karena adanya tambahan biaya admin sebesar Rp 8.000. Nominal yang sama juga dipatok pada tiket penyeberangan untuk penumpang golongan II dan III.

Sedangkan untuk penumpang golongan IV.A sampai VI.B, biaya admin yang dipatok sebesar Rp 10 ribu per kendaraan. Khusus untuk biaya admin kendaraan golongan VI.A dan VII dipatok sebesar Rp 11.000. Adapun biaya admin terbesar dibebankan pada kendaraan golongan VIII dan IX yakni mencapai 15.000 sekali jalan. “Pertama kali menyeberang dengan sistem seperti ini. Padahal sebelumnya Cuma Rp 75 ribu, kalau pakai motor,” sesalnya.

Sementara Ketua Organda NTB, Junaidi Kasum menilai layanan pembelian e ticket penyeberangan ini belum siap secara administratif. Terbukti sejak diberlakukan pada 11 Oktober 2023 lalu, layanan ini sudah menuai banyak masalah. Seperti penarikan biaya transaksi pembayaran administrasi yang dianggap diluar kewajaran.
“Untuk pejalan kaki kita bayar di jasa kerjasama ASDP Rp 25 ribu, dan pas kasih kertas yang diserahkan le loket print tiket hanya Rp 18 ribu. Artinya ada selisih Rp 7 ribu. Tiket yang sebenarnya Rp 75 ribu, naik jadi Rp 83 ribu. Sudah ngantri lama, padahal kita sudah ada kartu penyeberangan disuruh beli tiket online diluar, yang antreannya mengular,” bebernya.

Terhadap masalah ini, Organda meminta Penjabat Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi untuk menyetop kebijakan layanan pembelian e-ticket penyebrangan ini. Apalagi pengelolaan Pelabuhan Kayangan-Poto Tano itu merupakan kewenangan Pemprov, bukan pemerintah pusat. “Kenapa itu harus dikaitkan dan disamakan dengan kebijakan pusat” Tidak boleh itu. Kalau alasannya ASDP terkait administrasi itu biasa. Itu bukan masalah biasa, itu pungutan liar,” tegasnya.

Baca Juga :  4 Tahanan Polsek Gunungsari Kabur, 3 Sudah Tertangkap

Kendati penerapan e-ticket atau tiket elektronik penyeberangan ini dikeluhkan banyak penumpang, namun kebijakan ini tetap saja berlanjut. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi NTB, Lalu Muhammad Faozal menyebut yang namanya kebijakan baru, pasti ada riak-riaknya. Tetapi pada prinsipnya penerapan e ticket di pelabuhan penyebrangan sudah hampir 100 persen. “Masyarakat sudah beli dengan online itu sudah 100 persen,” tegas Faozal.

Mantan Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) NTB itu juga membantah ada indikasi Pungli, dengan adanya tambahan biaya admin yang dipatok oleh loket-loket penjualan e-ticket yang berada di ruas jalan sekitar pelabuhan. “Tidak (ada Pungli, red), orang belanja e-ticket itu sama dengan beli pulsa. Ada fee untuk proses perbankan, tapi semua terukur. Kalau ada yang melebihi, nanti lapor ke saya,” tegas Faozal.

Pemprov kata Faozal, akan melakukan evaluasi terhadap penerapan kebijakan e-ticket penyeberangan setelah gerai-gerai penyedia layanan tersebut, mulai menjamur. Pihaknya juga mengancam akan menutup gerai-gerai tersebut, apabila ada indikasi peningkatan tambahan biaya admin dari tarif yang sudah dipatok pemerintah.

“Soal Ombudsman, kita juga sudah jawab, bahwa itu adalah jasa perbankan, dan bukan naiknnya tarif. Ada 8 atau 9 gerai. Nanti ASDP itu buat satu saja, biar akuntablenya bisa,” tandas Faozal. (rat)

Komentar Anda