PRAYA—Polemik lahan pembangunan gedung kampus Politeknik Pariwisata (Poltekpar) NTB di Desa Puyung Kecamatan Jonggat Lombok Tengah kian memanas.
Sejumlah warga yang mengaku sebagai ahli waris lahan tersebut menduduki lahan itu dengan mendirikan berugak serta melakukan pengukuran lahan. Warga mengklaim lahan seluas 41 haktare itu milik 38 warga setempat.
Aksi warga juga ini sebagai bentuk kekecewaannya dengan Pemkab Lombok Tengah dan pernyataan anggota DPRD Lombok Tengah yang mengimbau agar warga menggugat ke pengadilan jika memiliki bukti kuat. Sejumlah warga ini menuding wakil rakyat lebih mementingkan kepentingan penguasa dari pada kepentingan rakyat. “Kami sangat kecewa dengan wakil rakyat kami, sehingga kami mendirikan berugak dan melakukan pengukuran lahan. Semestinya seorang wakil rakyat harus member dukungan kepada masyarakat yang terdzalimi bukan malah sebaliknya lebih beripihak kepada pemerintah,” ungkap H Lalu Gede Ramajikir saat ditemui di lokasi pengukuraan lahan, Rabu kemarin (19/7).
Disampaikannya, saran dari dewan agar warga mengajukan gugatan tersebut semestinya dilayangkan kepada pemerintah, karena saat ini masyarakat sudah menguasai lahan tersebut. Kalau Pemprov NTB masih saja ngotot untuk melakukan pembangunan, maka pihaknya akan melakukan segala upaya lahan ini bisa dikuasai. “Kita mau mengambil hak kita yang diambil oleh pemerintah dari tahun 60-an. Jadi masak kita yang harus menggugat. Semestinya pemerintah yang menggugat jika lahan ini diklaim miliknya. Kami memiliki bukti yang sangat kuat dan sampai kapanpun kami akan memperjuangkan tanah yang ditinggalkan orang tua kami,”ujarnya.
Pihaknya akan tetap menduduki lahan ini. Rencananya, warga akan membangun lebih banyak lagi berugak di lahan ini. Warga juga akan mengolah lahan ini.
Hal yang sama disampaikan oleh ketua Kajian Advokasi dan Transparansi Anggaran (KASTA) NTB Lalu Munawir Haris menegaskan, anggota dewan yang menyuruh warga melakukan gugatan tersebut salah alamat. Mestinya Pemprov NTB yang diminta mengkaji ulang pembangunan gedung kampus Poltekpar hingga permasalahan antara warga dan pemerintah tuntas. “Rakyat diajak ke proses hukum. Semestinya dewan mengajak pemerintah untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut. Jadi, pemerintah membangun kalau masalah sudah selesai,”ujarnya.
Dijelaskan,aksi warga merusak baliho Poltekpar NTB di lahan itu beberapa waktu lalu, merupakan bentuk kekecewan warga kepada pemerintah. Bahkan dia tidak takut jika hal tersebut dianggap penggergahan. “Itu kan tanah warga, jadi tidak bisa dikatakan jika itu penggergahan. Warga melakukan itu ditanah mereka. Kalau mau melapor masalah penggeregahan silahkan saja, karena itu yang kami tunggu,”ujarnya.
Ia bersama warga dalam waktu dekat akan menggelar aksi ke pemprov untuk menyampaikan jika lahan tersebut saat ini sudah dikelola kembali oleh warga. Kalaupun pemprov keberatan, maka pihaknya menyarankan agar menggugat warga ke pengadilan. “Jadi bukan kita yang melapor karena ini adalah tanah warga yang dikelola kembali. Kalau pun kami merusak baliho karena berdiri di tanah yang belum jelas,”ujarnya. Wakil Bupati Lombok Tengah (Loteng) Lalu Pathul Bahri ketika dikonfirmasi menyampaikan pemkab sampai saat ini belum melaporkan pengerusakan baliho serta penggergahan lahan itu oleh warga. “Kita koordinasi dulu terkait dengan laporan pengerusakan (baliho) itu,”ujarnya.
Sebelumnya anggota Komisi IV DPRD Lombok Tengah, H Ahmad Supli mengimbau agar warga menggugat ke pengadilan jika memiliki bukti kuat. Karena persoalan tanah tersebut sudah masuk ranah hukum. Warga bisa menggugat secara perdata di pengadilan.
Dengan adanya keputusan pengadilan nanti, maka jelas siapa pemilik lahan seluas 41 hektare tersebut. ”Kalau punya alat bukti yang kuat, gugat saja pengadilan supaya klir persoalannya. Jangan main serobot saja,’’ imbuh Supli.
Pasalnya, sambung mantan pengacara senior ini, tindakan warga sudah keluar dari ketentuan. Warga sudah terlihat mulai melakukan hal-hal yang berpotensi melanggar aturan. Seperti terjadinya perusakan baliho milik Poltekpar.
Menurut Supli, langkah tersebut sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku. Warga semestinya tidak boleh melakukan perusakan karena memiliki konsekuensi hukum. “Setahu saya, lahan tersebut sudah dimenangkan pemerintah di PN Praya. Jadi, mau bagaimana lagi. Kalaupun keberatan ya gugat lagi daripada menggunakan kekerasan,” sesalnya.
Politisi PKS ini berujar, dia bukannya tak mendukung rakyat. Tetapi, dia melihat suatu permasalahan itu harus normatif. Terlebih, pembangunan tersebut nantinya dihajatkan untuk pendidikan, maka sangat disayangkan jika ada yang menghalangi. “Pembangunan itu untuk pendidikan dan pariwisata di NTB, maka kami selaku dewan akan mendukung penuh. Kalau pun ada masalah, maka silakan tempuh jalur hukum saja,” sarannya.
Senada juga disampaikan Ketua Komisi II DPRD Lombok Tengah, M Samsul Qomar. Dia juga menyayangkan terjadinya perusakan baliho Poltekpar tersebut. Warga semestinya menempuh jalur hukum di pengadilan, bukan dengan menggergahan lahan tersebut.
Apalagi, kata Qomar, lahan tersebut sudah dimenangkan pemprov di pengadilan. Jadi, tentunya pemerintah memiliki alasan kuat untuk membangun di atas lahan tersebut.(cr-met)