Politik Zig Zag TGB Empat Kali Pindah Parpol

LANTIK: Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo saat melantik TGB Muhammad Zainul Majdi menjadi Ketua Harian Nasional Perindo di Jakarta, Sabtu (6/8) lalu. (IST FOR RADAR LOMBOK)

MATARAM – TGB Muhammad Zainul Majdi resmi menjabat Ketua Harian Nasional Perindo, setelah dilantik oleh Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo di Jakarta, Sabtu (6/8) lalu.

TGB sendiri punya rekam jejak yang cukup panjang di dunia politik. Mantan Gubernur NTB dua periode itu, tercatat sudah empat kali pindah partai.

Pada awal karir politiknya, TGB menjadi Anggota DPR RI Dapil NTB dari Partai Bulan Bintang (PBB) untuk periode 2004-2009. Kemudian pada Pilkada NTB 2008, dengan diusung koalisi PBB-PKS, TGB terpilih menjadi Gubernur NTB. Pada 2011, TGB pindah ke Partai Demokrat. Dalam Musda 2011, TGB terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Demokrat NTB.

TGB bertahan di Demokrat hingga 2018. Kemudian, TGB menyatakan mundur dan pindah ke Golkar. TGB sempat menjadi Koordinator Bidang Keumatan DPP Golkar. Namun belakangan, pasca-Munas Golkar 25 Oktober 2020, TGB tidak masuk struktur kepengurusan DPP hasil Munas.

Baca Juga :  Gerindra dan PPP Terlempar dari Kursi Pimpinan

Hingga akhirnya, TGB dipercaya menjadi Ketua Konvensi Nasional Rakyat Perindo. Dan kemudian dilantik menjadi Ketua Harian Nasional DPP Perindo.

“Dari perspektif politik, saya melihat keputusan TGB loncat parpol sebanyak empat kali, menunjukkan dominan perilaku politik pragmatisme,” kata Pengamat Politik UIN Mataram Agus, M. Si, kepada Radar Lombok, Selasa kemarin (9/8).

Menurutnya, keputusan TGB pindah parpol empat kali, menandakan perilaku elite politik dinamis. Dampaknya pun, kata dia, perilaku masyarakat pemilih akan menjadi pragmatis dan dinamis. “Perilaku elite politik suka loncat pagar, ini menandakan relasi elite dan partai tidak stabil,” ungkapnya.

Ia menilai, dampak dari sistem pemilu proporsional terbuka dengan sistem multi-partai adalah, masyarakat memilih tokoh atau elite. Mereka tidak peduli dengan partai, bahkan ada kecenderungan penurunan kepercayaan publik terhadap partai. “Pimpinan parpol kemudian berpikir bagaimana cara mempertahankan eksistensi partai di tengah kompetisi yang kian ketat,” urai mantan Anggota KPU NTB ini.

Baca Juga :  DPP Rombak Kepengurusan DPD Gerindra NTB

Menurutnya, ada dua strategi umum dipilih parpol, yakni mencari tokoh yang dipandang mapan secara politik, seperti memiliki basis massa besar, jemaah banyak dan lainnya. Salah satunya, tokoh berlatar belakang ulama, kiai atau tuan guru.

Kedua, mencari tokoh yang memiliki modal besar, seperti pengusaha, pensiunan birokrat, pensiunan jenderal dan lainnya. Adapun fenomena TGB ke Perindo sendiri, merupakan strategi model pertama. Dengan maksud Perindo bisa meraup suara signifikan di kalangan muslim, yang merupakan pemilih mayoritas di Indonesia.

“Fenomena ini disebut sebagai rasionalitas pragmatisme dalam politik elektoral. Sebetulnya ini tidak bagus bagi kesehatan demokrasi kita,” lugas kandidat Doktor Universitas Diponogoro tersebut. (yan)

Komentar Anda