Vonis 5 Tahun Tiga Mantan Pejabat ESDM, Jaksa Pikir-pikir

MATARAM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB belum menentukan upaya hukum banding terhadap putusan tiga mantan pejabat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, yang divonis pidana penjara selama 5 tahun di kasus tambang pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lotim tahun 2021-2022. “Masih pikir-pikir,” kata Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera, Jumat (16/2).
Dikatakan, jaksa memiliki waktu selama 7 hari untuk menentukan sikap pasca majelis hakim membacakan putusan. “Hingga saat ini belum nyatakan sikap ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram,” katanya.

Tiga mantan pejabat Dinas ESDM yang dijatuhi pidana penjara 5 tahun pada Selasa (13/2) lalu tersebut, yaitu mantan Kepala Dinas ESDM tahun 2021 Muhammad Husni, mantan Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Dinas ESDM 2021 Syamsul Ma’rif, dan mantan Kepala Dinas ESDM 2023 Zainal Abidin.

Selain pidana penjara, majelis hakim PN Mataram yang diketuai Mukhlassuddin dengan hakim anggota Irlina dan Irawan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 200 juta ke ketiga terdakwa. Dengan ketentuan, jika terdakwa tidak membayar denda tersebut, maka diganti pidana kurungan selama 2 bulan.
Putusan hakim itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Di mana, Muhammad Husni dituntut pidana penjara selama 9 tahun dan pidan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
Selanjutnya Syamsul Ma’rif dituntut pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Terakhir Zainal Abidin dituntut pidana penjara 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan.

Kendati demikian, Kejati belum menentukan sikap untuk melakukan upaya hukum banding. “Belum, masih pikir-pikir. Belum nyatakan sikap,” tandasnya.

Majelis hakim berpendapat, perbuatan terdakwa mengeluarkan surat rekomendasi dan pernyataan ke PT Anugerah Mitra Graha (AMG), yang dijadikan dasar untuk pengapalan pengerukan pasir besi merupakan perbuatan yang salah. Pasalnya, PT AMG belum mengantongi rencana kegiatan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI.

Sehingga, dalam putusan majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan pertama primer penuntut umum. Yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36,4 miliar. (sid)

Komentar Anda