Pemprov Diminta Tidak Jual Aset di BIL

Ruslan Turmuzi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Wakil Ketua Fraksi PDI-P DPRD Provinsi NTB, Ruslan Turmuzi meminta kepada Pemerintah Provinsi (PemproV) NTB untuk mempertimbangkan kembali rencana penjualan aset di Bandara Internasional Lombok  (BIL).

Pasalnya, BIL saat ini sudah berkembang pesat dan akan semakin maju pada tahun-tahun berikutnya. Menurut Ruslan, pemahaman yang sangat keliru  apabila penjualan aset dinilai lebih  menguntungkan. “Saya sudah lama jadi dewan, saya paham masalah ini. Tolong jangan Pemprov berpikir jual aset, tuntut saja agar Angkasa Pura membayar kontribusi yang tidak pernah disetor itu,” tegasnya kepada Radar Lombok Senin kemarin (8/8).

Perkembangan NTB saat ini semakin baik dengan adanya BIL, terlebih lagi di Lombok Tengah ada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Itu artinya, aset Pemprov di BIL sangat potensial dan tidak boleh dijual demi kemajuan daerah dan masa depan anak cucu masyarakat NTB.

Selama ini lanjutnya, Pemprov telah menelantarkan aset di BIL. Appraisal yang direncanakan hanya sebatas wacana saja, sampai saat ini terbukti belum juga dilakukan appraisal. “Tidak ada kontribusi juga karena kelalaian Pemprov, aset negara kok diterlantarkan begini,” kesalnya.

Dibeberkan Ruslan, aset Pemprov terdiri dari lahan dan juga bangunan. Uang rakyat sudah tertanam di BIL karena ada dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pertama kali dianggarkan tahun 2007 sekitar Rp 9 miliar. Begitu juga dengan tahun-tahun berikutnya tetap dianggarkan, apabila ditotal maka nilai investasi mencapai ratusan miliar.

Sebelum ada kucuran dana dari APBD, pada tahun 2006 Pemprov membuat kerja sama dengan PT Angkasa Pura I. Dalam lembaran kerjasama yang ditandatangani tersebut, dengan jelas disebutkan terdapat dua butir perjanjian penting.

Baca Juga :  Giliran Aset di BIL Segera Dijual

Pertama, kerja sama yang saling menguntungkan antara Pemprov dengan PT AP. Dalam artian keuntungan untuk PT AP dan pendapatan bagi Pemprov harus jelas dari hasil pengelolaan BIL. “Sampai sekarang mana yang saling menguntungkan itu, Angkasa Pura I saja yang untung sementara kita buntung,” kata Ruslan.

Butir perjanjian yang kedua, sebelum BIL mulai dikelola haruslah dilakukan appraisal untuk mengetahui jumlah aset. Dengan begitu maka berapa nilai investasi Pemprov yang ditanam di BIL dapat diketahui dengan mendetail. “Tapi masalahnya appraisal tidak dilakukan dulu itu, kita yang buat perjanjian malah kita yang ingkari perjanjian. Akibatnya Angkasa Pura I sudah kelola BIL tapi kontribusi ke daerah belum jelas,” ujarnya.

Appraisal kemudian baru dilakukan pada tahun 2013, namun sayangnya hasil appraisal tidak lansung digunakan untuk membicarakan kontribusi. Mengingat tujuan appraisal waktu itu karena ingin menjual aset di BIL. Parahnya, hasil appraisal hanya berlaku selama 6 bulan saja dan sampai saat ini appraisal belum lagi dilakukan.

Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, H supran menjelaskan, daerah sudah seharusnya mendapatkan kontribusi dari beroperasinya BIL. Namun karena sampai saat ini hal itu belum terwujud, maka Pemprov akan mengambil langkah untuk menjual atau dikerjasamakan.

Aset Pemprov di BIL terangnya, ada dalam bentuk lahan dan tercatat sebagai aset. Namun, ada pula dalam bentuk investasi non permanen. "Yang dimaksud dengan investasi non permanen itu misalnya bangunan-bangunan biayanya dari APBD kita, tapi kan kita bangun di lahannya Angkasa Pura I," terang Suran.

Baca Juga :  Pergantian Nama BIL Menguap

Dirinya selaku pejabat baru di BPKAD, tidak ingin berbicara soal appraisal yang berkali-kali diundur. Saat ini Supran fokus mempercepat appraisal dengan menggunakan tim independent yang dipilih melalui proses lelang di ULP.

Setelah appraisal dilakukan, maka Pemprov akan membahasnya kembali bersama tim penasehat investasi. Opsi penjualan dan kerjasama dikaji secara konferehensif. Apabila menjual aset lebih menguntungkan maka tentunya akan dijual, begitu juga sebaliknya jika saran tim penasehat investasi menilai dikerjasamakan lebih menguntungkan tentunya tidak akan dijual.

Untuk menjual aset di BIL lanjut Supran, Pemprov tentunya akan meminta persetujuan DPRD NTB. Mengingat nilai aset cukup besar dan dulunya juga melalui persetujuan DPRD. "Kita akan minta persetujuan dewan kok kalau memang nantinya akan kita pindahtangankan," ujarnya.

Seperti diketahui, total aset Pemprov NTB di BIL senilai Rp 114,86 miliar berdasarkan hasil appraisal tahun 2013. Aset tersebut terdiri dari appron atau areal parkir pesawat seluas 48.195 meter persegi dengan nilai Rp 77,1 miliar, taxi way atau areal parkir taksi seluas 13.859,34 meter persegi dengan nilai Rp 29,36 miliar lebih, service road atau areal pelayanan jalan seluas 6.897 meter persegi dengan nilai Rp 6,9 miliar.

Ada juga helipad atau areal pendaratan helikopter seluas 450 meter persegi dengan nilai  Rp 1,49 miliar lebih. Dan belum lama ini terungkap Pemprov juga memiliki lahan seluas 12 hektar. Saat ini, nilai aset diprediksi meningkat dan bisa mencapai Rp 140 miliar lebih. (zwr)

Komentar Anda