MATARAM – Setelah saham yang dimiliki Pemerintah Daerah (Pemda) di PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dijual, kini, aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB senilai ratusan miliar di Bandara Internasional Lombok (BIL) juga akan dijual dalam waktu dekat.
Kepala Biro Ekonomi Pemprov NTB, Manggaukang Rabba mengatakan, waktu penjualan dan harga tinggal menunggu hasil appraisal yang akan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar. “Kita akan jual aset di BIL, besok Senin (hari ini,red) kita rapat lagi nih Pemprov soal itu,” ungkapnya kepada Radar Lombok, Minggu sore (24/7).
Saat ini penjualan semakin dekat, mengingat permintaan KPKNL Denpasar agar Pemprov memenuhi beberapa syarat yang kurang untuk pelaksanaan appraisal telah dipenuhi. “Kemarin kan memang ada syarat-syarat yang kurang, tapi sudah dipenuhi sekarang,” kata Manggaukang.
Appraisal yang dilakukan kali ini untuk dua kepentingan yaitu kontribusi dan harga jual. Pasalnya, sejak PT Angkasa Pura I mulai mengoperasikan BIL tahun 2010 lalu, sampai saat ini tidak pernah ada pemasukan untuk daerah. Menurut Manggaukang, pihaknya akan tetap menjual aset di BIL. Namun dengan catatan kontribusi dari PT Angkasa Pura I yang hampir 6 tahun beroperasi harus diserahkan terlebih dahulu. “Jadi kita memang akan jual aset, tapi kontribusi yang selama ini tidak pernah kita terima harus dibayar juga,” tegasnya.
Aset akan dijual ke PT Angkasa Pura I selaku pengelola BIL. Sejak lama, pihak Angkasa Pura I memang ingin membeli aset Pemprov yang ada di BIL. Adanya rencana jual-beli inilah yang menjadi dasar sehingga sempat dilakukan appraisal pada tahun 2013 lalu, namun rencana tersebut urung dieksekusi waktu itu.
Pada tahun 2013, total aset Pemprov NTB di BIL senilai Rp 114,86 miliar. Aset tersebut terdiri dari appron atau areal parkir pesawat seluas 48.195 meter persegi dengan nilai Rp 77,1 miliar, taxi way atau areal parkir taksi seluas 13.859,34 meter persegi dengan nilai Rp 29,36 miliar lebih, service road atau areal pelayanan jalan seluas 6.897 meter persegi dengan nilai Rp 6,9 miliar.
Ada juga helipad atau areal pendaratan helikopter seluas 450 meter persegi dengan nilai Rp 1,49 miliar lebih. Dan belum lama ini terungkap Pemprov juga memiliki lahan seluas 12 hektar. Saat ini, nilai aset diprediksi meningkat dan bisa mencapai Rp 140 miliar lebih.
Sementara itu, salah seorang anggota DPRD NTB, Made Slamet semakin prihatin dengan gaya pemerintahan saat ini. Tata kelola pemerintahan seperti mengelola perusahaan yang hanya memikirkan materi dan keuntungan saja. “Saya yakin ini akan menjadi penyesalan massal setelah Gubernur tidak lagi menjabat,” ujar Made.
Ia mencontohkan kebijakan Megawati Soekarno Putri, yang menjual aset negara yaitu Indosat saat menjabat sebagai Presiden. Indosat dijual karena waktu itu kurang menguntungkan, tapi beberapa tahun setelah penjualan kebijakan Megawati dicerca dan dihina.
Megawati dituding neoliberalisme. Setiap momentum politik isu jual aset negara selalu menjadi amunisi menyerang Megawati. “Pak Gubernur harus perhatikan masalah ini, jangan sampai menyesal di kemudian hari. Mungkin sekarang kita tidak disalahkan karena jual saham di Newmont, jual aset di BIL, tapi beberapa tahun kemudian bisa saja akan menjadi seperti kasus Indosat,” kata Made.
Saham maupun aset merupakan alat bargaining (posisi tawar) dan alat control daerah pada perusahaan. Tetapi apabila daerah tidak memiliki bergening lagi, maka harkat dan martabat masyarakat NTB tidak ada lagi. “Bagaimana nasib anak cucu kita kedepan kalau semua kita jual ? Kita cerca neolib (paham neoliberalisme), tapi sikap kita seperti neolib. Saya berharap Pak Gubernur memikirkan lagi rencana penjualan. Jangan sampai terpengaruh jajaran-jajarannya yang memang ingin jual aset,” tutup Made. (zwr)