Pemberdayaan Remaja Putri dalam Penanggulangan Stunting

Peniliti dari Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu saat melakukan edukasi tentang penanganan stunting.

Oleh:  Ns Lalu Hersika Asmawariza, M. Tr. Kep, Dr Lalu Sulaiman, SKM, M.Kes, Sulwiyatul Kamariyah Sani, M.Sc

(Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu)

Tingginya kasus stunting yang ada di Lombok Tengah tidak lepas dari kurangnya pengetahuan masyarakat terkait dengan stunting dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa stunting banyak dipengaruhi oleh pernikahan dini, pengetahuan gizi, pola asuh, berat badan lahir rendah, ibu hamil resiko tinggi dan kondisi ibu saat remaja.

Kurangnya pengetahuan remaja sebagai calon orang tua tentang gizi, kesehatan reproduksi, perencanaan keluarga hingga pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dapat menjadi faktor terjadinya stunting. Kesadaran remaja terkait asupan gizinya harus sudah dibangun sedini mungkin sebab mereka adalah calon orang tua yang akan melahirkan generasi penerus bangsa.

Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa masih banyak remaja yang berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus, yang sering diistilahkan sebagai remaja kekurangan energi kronis (KEK). Penting diketahui bahwa remaja dimasa mendatang khususnya remaja putri akan berperan sebagai orangtua yang akan memberikan asuhan gizi dan kesehatan bagi anak-anaknya.

Oleh karena itu kelompok remaja  merupakan salah satu kelompok yang tepat untuk disasar dalam proses pemberdayaan agar turut berperan dalam pencegahan stunting. Remaja merupakan kelompok potensial yang bisa dilibatkan dalam program pencegahan stunting. Upaya ini dapat dilakukan salah satunya melalui institusi/organisasi pendidikan dimana remaja tersebut berada, seperti pondok pesantren.

Pada usia remaja, pemenuhan gizi yang seimbang dibutuhkan untuk tercapainya pertumbuhan yang optimal. Masih banyaknya remaja saat ini yang masuk dalam kondisi kurus dan sangat kurus sertamengalami anemia (defisiensi zat besi) menjadi salah satu perhatian utama karena apabila kondisikesehatan mereka pada usia remaja tidak dijaga dengan baik maka besar kemungkinan nantinya akan melahirkan keturunan yang stunting.

Baca Juga :  39,1 Persen Balita Loteng Terjangkit Stunting

Kondisi ini juga diperburuk dengan tingginya angka pernikahan di usia remaja. Guna memperbaiki hal ini bisa melalui banyak jalur baik informal maupun formal. Penguatan media dalam membawa pesan juga harus diperhatikan, seperti kita memperkuat institusi dimana remaja berada seperti sekolah, karang taruna, maupun di pondok pesantren.

Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua memiliki peranan yang besar dalam rangka penanggulangan stunting khususnya di kalangan remaja, sehingga perlu dilakukannya suatu pemberdayaan hingga pembentukan komunitas guna mengatasi hal tersebut.

Kedepannya para santri ini dapat menjadi agen perubahan yang akan membantu mengatasi permasalahan kesehatan khususnya terkait stunting. Banyak diantara mereka yang saat dewasa akan menjadi pendakwah, tokoh agama, tokoh masyarakat sehingga apabila dibekali ilmu sedari sekarang maka ilmu tersebut akan mereka sebarluaskan ke masyarakat. Harapannya permasalahan terkait stunting dapat diturunkan seminimal mungkin dengan berbagai upaya yang dilakukan salah satunya dengan pemberdayaan terhadap remaja/santri.

Oleh karena itu, melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dengan skema Pengabdian Masyarakat Pemula (PMP) dengan pendanaan yang berasal dari hibah DRTPM Kemdikbudristek tahun 2023, tim pelaksana melaksanakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dengan melakukan pemberdayaan kepada santriwati di lingkungan Pondok Pesantren Qamarul Huda Badaruddin terkait dengan kesehatan dan gizi remaja serta peranan remaja dalam penanganan stunting. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2023.

Baca Juga :  Deputi BKKBN: Duta Genre Berperan Cegah Stunting Dari Hulu

Materi yang diberikan dalam pemberdayaan ini meliputi gizi remaja, kesehatan reproduksi, bahaya pernikahan dini, perencanaan keluarga, stunting, peran remaja dalam pencegahan stunting, teknik komunikasi dan koseling. Setelah dilakukan proses pemberdayaan dilanjutkan dengan pembentukan paguyuban (komunitas) remaja putri yang diberi nama Jarisadari (remaja putri sadar nutrisi).

Pembentukan paguyuban semacam ini bertujuan untuk menanamkan kesdaran bagi para remaja putri melalui komunikasi peer group. Komunikasi semacam ini akan mempermudah penerimaan remaja sehingga semua informasi tentang pencegahan stunting akan mudah tersosialiasi dikalangan mereka. Hal ini akan menggugah kesadaran mereka untuk ikut berperan aktif dalam upaya pencegahan stunting.

Dampak dari kegiatan ini adalah adanya peningkatan pengetahuan peserta terkait dengan materi yang diberikan yaitu dengan melihat peningkatan skor pengetahuan melalui kegiatan pre-test dan post-test. Hal ini juga dapat dilihat dari tingginya antusiasme para remaja putri yang mengikuti kegiatan pemberdayaan dan mereka secara sepenuh hati menyatakan bahwa mereka bersedia berpartisipasi aktif dalam penanggulangan stunting melalui kegiatan paguyuban jarisadari.

Selain daripada pemberdayaan yang dilakukan, dalam waktu dekat akan dilakukan berbagai jenis kegiatan yang memang menjadi bagian dari program paguyuban jarisadari. Kedepannya diharapkan paguyuban ini akan terus hadir atas komitmen bersama baik dari berbagai pihak terkait khususnya dalam rangka memberikan kontribusi nyata dalam penanggulangan stunting. (*)

 

Komentar Anda