Pakar Hukum Dukung Perda Pemberian Denda Tidak Pakai Masker di Tempat Umum

Prof. Dr. H. Zainal Asikin, S.H., SU (ist)
Prof. Dr. H. Zainal Asikin, S.H., SU (ist)

MATARAM – Pro kontra lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanggulangan Penyakit Menular tahun 2020 mendapat perhatian dari masyarakat.

 Mayoritas masyarakat  mendukung lahirnya Perda Pengendalian Penyakit Menular yang didalamnya ada ketentuan denda bagi yang tak menggunakan masker di tempat umum. Pakar hukum Universitas Mataram (Unram)  Prof. Dr. H. Zainal Asikin, S.H., SU mengatakan, Perda yang mengatur tentang masker ini tidak ada masalah, karena yang diatur adalah wajib masker di tempat umum. “Karena azas berhukum adalah melindungi kepentingan umum. Jangan sampai keangkuhan pribadi akan merugikan kepentingan umum (orang banyak). Sebab siapa tahu gara-gara seorang yang ngeyel tidak pakai masker, dari mulutnyalah tersumbar ribuan virus yang akan menulari rakyat banyak,”kata Prof Asikin  Kamis (6/8/2020).

 Ia memberikan analogi terkait adanya kepentingan umum dibalik munculnya perda yang mengatur denda bagi yang tidak menggunakan masker ini. Misalnya pembangunan jalan by pass yang akan dilalui oleh masyarakat bisa dengan mengambil tanah pribadi seseorang yang sebenarnya tidak mau dijual, namun demi kepentingan umum itulah hak pribadi dikorbankan. Jika pemilik tanah tetap tak mau menjual lahannya, maka lahannya akan bayar melalui konsinyasi. “Tidak perlu ngeyel sebenarnya. Soal tidak pakai masker, silahkan tidak pakai masker kalau sedang di kamar atau di dalam rumah, itu tidak akan didenda. Silahkan anda tidak pakai masker saat naik sepeda motor jika hanya keliling halaman rumah. Atau sedang memasak di dapur misalnya, itu Insya Allah Pol PP tidak akan urus yang begitu-gitu. Namun jangan coba-coba petantang- petenteng di mall tidak pakai masker maka logika hukum akan bermain,”sambungnya.

  Ia juga mengatakan, butuh kesadaran bersama untuk saling menjaga. Butuh aksi saling merawat dan saling menyayangi dengan mentaati protokol kesehatan tersebut. Karena hal yang demikian juga menjadi bagian dari ibadah. “Para Tuan Guru di daerah ini juga kita harapkan ikut menyuarakan filosofi hukum agar masyarakat kita terus saling menjaga di tengah pandemi ini,”ucapnya.

 Sebelumnya Tim analisis PRCC Humas Protokol Pemprov NTB pada tanggal 5 Agustus 2020n telah mengumpulkan data yang diambil dari media sosial berupa jumlah like, komentar dan jumlah share. Terdapat sejumlah postingan terkait Perda tentang Penanggulangan Penyakit Menular yang akan diberlakukan di NTB dari beberapa akun di facebook dan instagram. Postingan tersebut menuai respon dari warganet, baik positif maupun negatif. Hasil analisa sentimen menunjukkan bahwa dari seluruh komentar yang masuk pada postingan terkait perda tersebut didapatkan bahwa mayoritas warganet di NTB mendukung (merespon positif) lahirnya Perda tersebut dengan persentase 93 persen. Sementara itu hanya 7 persen warganet yang merespon perda pengenaan denda ini dengan negatif.

 Sementara Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi NTB Najamuddin Amy S.Sos, MM menyampaikan, tujuan pemberlakuan denda ini tidak lain hanya untuk mengajak masyarakat agar tidak kendor semangatnya dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Karena bagaimanapun juga pandemi ini akan bisa berakhir jika ada aksi kolektif dari semua pihak untuk menaati protokol yang sudah disepakati bersama. “Bukan hanya Provinsi NTB saja yang menerapkan denda bagi pelanggar protokol Covid-19 ini. Denda juga diterapkan di sejumlah daerah di Indonesia dengan besaran yang relatif sama dengan yang ditetapkan NTB. Bahkan di negeri jiran Malaysia di sana denda bagi yang tak menggunakan masker sangat besar yautu 1.000 ringgit atau sekitar Rp 3,4 juta,” ujarnya belum lama ini.

 Najam sapaan akrabnya kandidat doktor Universiatas Airlangga Surabaya ini, bahwa pemeritah provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia yang memberlakukan denda terhadap pelanggar protokol Covid melalui landasan hukum seperti perda dan turunan aturannya berupa Pergub atau Perbup/Perwal. Misalnya di DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kota Banjarbaru, Kota Pekanbaru dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia. Jumlah denda yang dikenakan bagi pelanggar protokol kesehatan di beberapa daerah terutama yang tidak menggunakan masker di tempat umum antara Rp 100 ribu – Rp 500 ribu. Ada pula yang diberikan sanksi sosial saat masyarakat atau badan usaha melanggar protokol kesehatan pada saat dilakukan agenda penertiban. “Kalau saya lihat rata-rata sanksinya antara 100 sampai Rp 500 ribu. Sama dengan NTB melalui perda yang disahkan kemarin atau di Rapergub yang akan ditandatangani oleh gubernur,” ujarnya.

  Berdasarkan substansi dalam rapergub yang akan disahkan Gubernur pada Pasal 2 ayat 1 menyarakan setiap orang perorangan yang tidak melaksanakan kewajiban dalam rangka penanggulangan penyakit menular yang sudah ditetapkan menjadi wabah/KLB/KKMMD, dikenakan sanksi administratif berupa: (a) teguran lisan;(b), teguran tertulis; (c) denda administratif paling banyak sebesar Rp.500 ribu dan/atau sanksi sosial seperti kerja bakti sosial seperti hukuman membersihkan ruas jalan/selokan/tempat umum/fasilitas umum. Selanjutnya dalam pasal Pasal 4 diatur soal sanksi denda kepada orang-perorangan yang dikelompokkan berdasarkan jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya orang yang tidak memakai masker di tempat umum/fasilitas umum/tempat ibadah/tempat lain yang ditentukan, dikenakan sanksi denda sebesar Rp 100 ribu.

 Warga yang tidak mematuhi protokol penanggulangan penyakit menular yang telah ditetapkan seperti kegiatan sosial/keagamaan/budaya, dikenakan sanksi denda sebesar Rp 250 ribu. Setiap ASN yang tidak memakai masker di tempat umum/fasilitas umum/tempat ibadah/tempat lain yang ditentukan dan atau tidak mematuhi protokol penanggulangan penyakit menular yang telah ditetapkan dikenakan sanksi denda sebesar Rp.200 ribu. Sedangkan untuk pengurus dan/atau penanggungjawab tempat/fasilitas umum/ibadah yang tidak melaksanakan kewajiban dalam rangka penanggulangan penyakit menular dikenakan sanksi denda sebesar Rp 400 ribu. (hms/sal)

Komentar Anda