TANJUNG – Sejumlah pengacara, aktivis dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Suara Pembelaan untuk Perempuan Korban UU ITE (SEPAK ITE) NTB mengajukan pengaduan dan permohonan perlindungan hukum ke Polda NTB.
Hal ini dilakukan setelah salah seorang mahasiswi berinisial CM (21) menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik. Padahal CM sejatinya adalah korban dugaan pelecehan seksual.
Penetapan tersangka itu diketahui dari adanya surat panggilan Nomor: S.Pgl/106/IV/2024/Ditreskrimsus tertanggal 26 April 2024 yang ditujukan kepada CM untuk diperiksa sebagai tersangka pada 2 Mei 2024.
Surat tersebut diantarkan oleh Anggota Polsek Bayan dan diterima oleh SB (ayah kandung dari pemohon) pada 28 April 2024. Di mana pada surat panggilan tersebut dilampiri juga surat penetapan tersangka terhadap CMÂ yang diterbitkan pada 5 Desember 2023.
Anggota Aliansi SEPAK ITE NTB, Yan Mangandar mengatakan bahwa penetapan tersangka terhadap CM dilakukan atas laporan AD terhadap CM Nomor:LP/B/120/IX/2023/SPKT/Polda NTB, tanggal 20 September 2023 dengan tuduhan melakukan tindak pidana penghinaan/pencemaran nama baik.
Sebelum CM ditetapkan tersangka pada 5 Desember 2023, CM belum pernah diperiksa oleh Subdit V Ditreskrimsus Polda NTB sebagai saksi atau calon tersangka. CM justru pernah didatangi oleh penyidik Subdit V Ditreskrimsus Polda NTB pada 26 Maret 2024 di kediamannya untuk diperiksa dan dimintai keterangan atas postingan status CM di Facebook yang berisi kekecewaan atas tidak konsistennya sikap AD yang awalnya pernah mengaku di depan keluarga CM dan tidak profesionalnya penyidik Polres Lombok Utara menyelidiki kasus kekerasan seksual yang dilaporkan pemohon dengan menyatakan belum cukup bukti.
Menurut Yan Mangandar penetapan tersangka terhadap CMÂ seharusnya belum dapat dilakukan, mengingat CM sudah lebih dahulu mengajukan laporan di Polres Lombok Utara terhadap AD, sang manajer hotel. “Saat itu CM melaporkan pelecehan yang dialaminya saat sedang PKL di hotel tempat AD bekerja pada 31 Maret 2023,” bebernya, Jumat (10/5).
Sepatutnya keberadaan CM selaku korban tindak pidana dilindungi hukum sebagaimana ketentuan Pasal 10 UU RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. “Untuk itu kami memohon kepada Pak Kapolda NTB melalui Pak Direktur Ditreskrimsus Polda NTB menyatakan cacat hukum dan mencabut Surat Panggilan Nomor:S.Pgl/106/IV/2024/Ditreskrimsus tanggal 26 April 2024 ditujukan kepada CM untuk diperiksa sebagai tersangka,” pintanya.
Ia juga memohon kepada Polda NTB agar kasus ini diambil alih oleh Dit Reskrimum Polda NTB atas laporan dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilaporkan CM pada 8 Juni 2023 di Polres Lombok Utara. (der)